Masjid Christchurch di Selandia Baru |
WASATHA.COM - Aksi penembakan brutal terjadi di Masjid Al-Noor dan Linwood di pusat Kota Christchurch, Selandia Baru. Sebuah video livestreaming yang disiarkan pelaku, tampak para korban di dalam Masjid Al-Noor diberondong tembakan secara membabi buta.
Serangan itu menewaskan sekitar 49 orang dan 20 lainnya
luka-luka. Di antara korban luka-luka itu, terdapat dua warga negara Indonesia.
Baca: FKPT Aceh Sampaikan Empati Kepada Korban Teroris di New Zeland
Baca: Ketua FKPT: Guru ujung tombak efektif tangkal terorisme
Baca: Guru Berpengaruh Besar Mencegah Paham Terorisme
Baca: FKPT Aceh Sampaikan Empati Kepada Korban Teroris di New Zeland
Baca: Ketua FKPT: Guru ujung tombak efektif tangkal terorisme
Baca: Guru Berpengaruh Besar Mencegah Paham Terorisme
Kejadian di Kota Christchurch mendapat kecaman dari banyak
pihak, dan jadi torehan kelam perjalanan sejarah umat Muslim di Selandia Baru.
Umat Muslim hanya 1,1 persen dari total populasi Selandia Baru yang mencapai
4,25 juta jiwa pada 2013.
Kelompok Muslim mulai hadir di Selandia Baru sejak abad
ke-19. Peter Lineham dari Massey University dalam tulisannya "Islam in New
Zealand: Historical Demography" mengatakan umat Muslim sudah ada di Selandia
Baru pada 1855.
Menurut data sensus, pada 1855 terdapat dua orang Muslim
yang tercatat di Selandia Baru. Pada sensus 1861, tercatat empat orang Muslim
tercatat di negara itu. Sensus pada 1867 menjadi salah satu titik terangm populasi
Muslim di Selandia Baru. Saat itu pemerintah di wilayah Otago mengundang orang
Cina atau Tionghoa untuk bekerja di tambang emas.
Baca: Ini Tanggapan UAS Terkait Penembakan Jamaah di Masjid Selandia Baru
Baca: Komentar Wakil Bupati Terkait Terorisme
Baca: Mahasiswa UIN Ar-Raniry Kecam Pembantaian Muslim Selandia Baru
Baca: Ini Tanggapan UAS Terkait Penembakan Jamaah di Masjid Selandia Baru
Baca: Komentar Wakil Bupati Terkait Terorisme
Baca: Mahasiswa UIN Ar-Raniry Kecam Pembantaian Muslim Selandia Baru
Warga Cina yang tertarik bekerja di Otago sebagian besar
berasal dari Cina selatan, yang mana memiliki penduduk beragama Islam tetapi
dalam jumlah kecil.
Pada 1871, jumlah warga Cina yang masuk di Otago meningkat.
Hal ini diindikasi menjadi cikal bakal hadirnya beberapa Muslim dalam rombongan
pekerja dari Cina Selatan ke Selandia Baru.
Sensus 1874 membuktikan dengan terdapat 15 warga Cina yang
bekerja di Otago, Selandia Baru adalah Muslim. Sejak saat itu, Islam terus
berkembang. Pada 1874 tercatat sejumlah Muslim berada di daerah lainnya di
Selandia Baru. Satu warga Muslim tercatat di Ladang Hauraki di Auckland.
Penduduk Muslim pun terus meningkat menjadi 39 orang pada
sensus 1878 di Selandia Baru. Populasinya makin bertambah seiring masuknya
imigran lainnya.
Beberapa pria India Punjabi dan Gujarat bermigrasi ke
Selandia Baru pada 1890-an dan 1900-an. Orang Gujarat mendiami kota-kota di
Canterbury.
Mohammad Kara, seorang Gujarat pertama yang tercatat di
Selandia Baru. Ia bermigrasi ke Afrika Selatan dan kemudian pada 1907 datang ke
Selandia Baru. Ia menetap di Christchurch dan membuka sebuah toko kecil.
Putranya yang bernama Ismail datang ke Selandia Baru pada
1921. Kara, digambarkan oleh Leckie sebagai Muslim Gjarati pertama di Selandia
Baru dan kemudian menjadi presiden Asosiasi Muslim Canterbury.
Pada 1950 organisasi Muslim pertama didirikan ketika
"Asosiasi Muslim Selandia Baru" didirikan di Auckland. Ada sekitar
200 Muslim di seluruh Selandia Baru.
Pada 1959 Asosiasi mengakuisisi properti di Ponsonby dan
menjadikannya Pusat Islam pertama. Pada tahun 1960 Imam pertama tiba di
Selandia Baru - Maulana Ahmed Said Musa Patel (1937-2009) dari Gujarat.
Tibanya Imam pertama itu diikuti dengan pembentukan
"Asosiasi Muslim Internasional Selandia Baru" yang berbasis di
Wellington pada 1962 dan "Asosiasi Muslim Canterbury" pada tahun
1977.
Tercatat pada tahun 1979 terdapat 2.000 Muslim di seluruh
Selandia Baru. Perwakilan dari tiga Asosiasi Muslim utama di negara itu lalu
membentuk "Federasi Asosiasi Islam Selandia Baru" pada bulan April
1979 dan menunjuk Mazhar Krasniqi, seorang kelahiran Kosovo, sebagai presiden
asosiasi tersebut.
Pada 1982, Syekh Khalid Kamal Abdul Hafiz dari India tiba
untuk melayani sebagai Imam di Wellington.
Ia kemudian menjadi penasihat spiritual senior untuk
Federasi Islam di Selandia Baru. Selama tahun 1984 hingga 1985 Dr Hajji Ashraf
Chaudhary menjabat sebagai presiden Federasi sebelum masuk Parlemen pada tahun
2002.
Sejak tahun 1980-an hingga periode saat ini terjadi
peningkatan dalam jumlah migran Muslim, pengungsi dan pelajar dari Asia, Timur
Tengah dan Afrika yang masuk Selandia Baru.
Organisasi Muslim yang didirikan juga terus meningkat,
terutama di Auckland. Pendidikan Islam dan Dawah Trust didirikan pada tahun
1990 dan saat ini mengoperasikan Sekolah Al Madinah dan Al Zayad Girls College
di Mangere, Auckland.
Menurut sensus terakhir, bahwa pada tahun 1996, ada 13.545
Muslim di Selandia Baru, mewakili 0,37 persen dari populasi di Selandia Baru.
Jumlah Muslim di Selandia Baru menurut sensus 2013 mencapai 46.149 jiwa atau
naik 28 persen dari 36.072 pada sensus 2006.
Mayoritas Muslim tinggal di daerah Auckland, sedangkan
sisanya tinggal di Wellington, ibu kota negara, atau empat kota besar lainnya.
Muslim Selandia Baru diprediksi bakal mencapai 100.000 jiwa
pada tahun 2030, menurut The Journal of Muslim Minority Affairs. [Sumber: tirto.id]
Baca: Penembakan Brutal di Masjid Al-Noor Selandia Baru, Puluhan Orang Tewas di Tempat