Cocoklogi Corona juga menyentuh wilayah tafsir atau hadits-hadit futuristik, kajian masa depan, yang menyebut virus ini sebagai pasukanYa’juz dan Ma’juz akhir zaman yang dikirim kepada manusia yang sudah bebal dan durhaka kepada Sang Kuasa.
![]() |
Arif Ramdan |
PANDEMI Covid-19 telah mengubah tatanan wajah dunia saat ini, dari aspek ekonomi,
politik, dan perilaku manusia juga berubah saat menyikapi masalah wabah yang
mendunia ini. Corona menjadi isu teratas di setiap kanal informasi, termasuk di
sosial media yang kadang membuat kita merenung lebih dalam, apa sesungguhnya
yang sedang terjadi saat ini.
Kebutuhan
akan informasi yang benar, akurat, dan bertanggungjawab perihal Corona menjadi
menu wajib penduduk bumi saat ini, termasuk warga Indonesia. “Di Rumah Saja”
tidak berarti menutup diri dari informasi, masyarakat memerlukan info yang
benar dan akurat selain juga memperkaya pengetahuan berkait Corona. Ini yang
ideal, tetapi lihat sesungguhnya apa yang terjadi di sebalik pandemi ini
meluas.
Di
saat manusia kembali dirumahkan, maka perilaku berinteraksi di dunia maya akan
meningkat. Aktvitas chat melalui saluran media sosial, semisal WhatsApp
menemukan momentumnya justru saat di rumah. Masyarakat banyak berbagi informasi
melalui laman media sosial tersebut, semua berkait informasi terkini Corona
terbagikan serentak di hampir semua grup-grup WhatsApp. Manfaat? Bisa jadi
‘ya’, jika informasi yang dibagi adalah kebutuhan pengetahuan yang dicari
selama serangan wabah ini berlanjut.
Tetapi,
coba perhatikan narasi-narasi religius berkait Corona yang banyak keluar dari
inti pokok masalah penanganan wabah ini. Sebagian kita, dalam masa-masa seperti
ini berubah menjadi pribadi yang doyan menyebar konten religi penyemangat hidup
dan sarana bertobat. Sampai di sini, kita bisa menerima dan berterima kasih karena
mendapat nasihat yang dapat dijalankan sebagai introspeksi diri.
Belakangan
pesan-pesan berkonten religius yang muncul mulai mengundang tanya, benar atau
tidak informasi tersebut. Masih ingat? Pesan berantai penggalan halaman Iqra,
buku belajar membaca Alquran yang popular di tanah air, yang memuat kata “Qa Ra Na”. Contoh kebetulan ini menjadi diskusi panjang, dan menuai
kontroversi. Narasi yang dibangun oleh si pembuat konten menyebutkan Corona
telah disebutkan di dalam buku Iqra sejak puluhan tahun lalu. Hoaks ini menyita
para pemerhati kebenaran, karena hanya dikait-kaitkan saja alias tidak ada
hubungan apa pun dengan Covid-19 di awal kemunculannya.
Tidak
kalah menarik, model ilmu cocok mencocokan (Cocoklogi) kata saat ini lagi
popular dan menemukan momentumnnya jika ia tersebut di dalam kita suci. Haqqul yakin, semua pernah menerima pesan
berkait Corona di dalam Alquran Surat Al Ahzab ayat 33. Begini narasinya: Wa qorna fi buyutikunna wa la tabarrajna
tabarrujal jahiliyyatil ula wa aqimnash sholata wa atinaz zakata wa
athiqnallaha wa rasulahu, innama yuridullahu liyudzhiba 'ankumurrijza ahlal
baiti wayuthohhirakum tadhhira.
Ayat
di atas dihubung-hubungkan dengan kata Corona, sebagaimana bunyi Wa Qorna dikaitkan dengan kata
Corona. Model cocoklogi ini kembali
trend saat arahan untuk beraktivitas di rumah sedang digalakkan pemerintah.
Pembuat konten cocoklogi itu, mengklaim kata 'qorona' yang di awal ayat adalah
virus corona. Dikaitkan pula ayat tersebut
dengan anjuran pemerintah untuk tetap tinggal di rumah karena virus Corona.
Sepertinya benar cocoklogi ayat itu tetapi sangat keliru, begitulah kebohongan
konten religius atas nama ayat diproduksi oleh yang tidak bertanggungjawab.
Ayat
ini merupakan perintah berdiam diri di rumah bagi para ahlul bait istri-istri
nabi agar tidak menyerupai perilaku wanita jahiliyah terutama dalam hal
bersolek. "Dan hendaklah kamu tetap
di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan (bertingkah laku) seperti orang-orang
jahiliyah dahulu, dan dirikanlah sholat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah
dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa kamu,
wahai ahlulbait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya."
Menariknya,
konten ayat Corona ini berseliweran di platform sosial media yang juga banyak
dihuni para melek ilmu. Tanpa merasa berdosa langsung meneruskan Corona ‘versi’
ayat Alquran ini. Tentu ini hal keliru, cocoklogi yang lagi tren saat ini
dibuat oleh mereka yang tidak memiliki ilmu memadai dalam bidang agama. Para
pemikir cocoklogi biasa mencari sensasi dalam situasi yang serba tidak pasti
seperti sekarang ini.
Cocoklogi adalah fenomen yang terjadi saat ini di kalangan masyarakat dunia, di Indonesia khususnya di Aceh, model ‘ilmuan’ cocoklogi juga banyak berkeliaran. Mereka menarasikan banyak hal yang kira-kira cocok dinarasikan sebagai pengetahuan baru, diduga-duga, dan tidak sedikit cocoklogi ini berujung hoaks menyesatkan. Cocoklogi Corona juga menyentuh wilayah tafsir atau hadits-hadist futuristik, kajian masa depan, yang menyebut virus ini sebagai pasukanYa’juz dan Ma’juz akhir zaman yang dikirim kepada manusia yang sudah bebal dan durhaka kepada Sang Kuasa.
Tidak
sedikit juga, dalam situasi kampanye meminimalisir wabah ini, ada da’i yang
mendakwah virus ini sebagai tentara Allah yang diutus untuk menghancurkan
mereka para pendosa dan yang banyak maksiat kepada Tuhan. Meski data terakhir
menunjukan kepada kita bahwa Corona tidak mengenal ras, suku, bangsa, dan agama.
Semua kena! Jika tidak mematuhi protokol medis yang sudah diumumkan.
Mari
secara sadar berhenti dan menghentikan narasi agama yang keliru dalam
menyiarkan informasi wabah ini. Benar, bahwa setiap pribadi muslim perlu
introspeksi dan melakukan amaliah ruhani agar terhindar dari wabah mematikan
ini. Cukup sampai di situ menarasikan ajakan bertobat, tidak perlu mengutip
ayat atau hadist yang justru tidak tepat dan bahkan dipaksakan.
Informasi
bohong yang membonceng nila-nilai syariah dapat merusak kesucian risalah Islam.
Kita dan siapa saja yang peduli akan pemenuhan informasi sehat kepada
masyarakat, wajib mengatakan ‘stop’ dan tidak ikut menyebar informasi yang
tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. [Arif Ramdan]