Semoga malam al-Qadar menghampiri kita, saya iri dengan semangat Ramadhan di At-Tawabin yang hidup. Bisa jadi al-Qadar menghampiri saudara kita yang 'itikaf' di dalam rutan sana, karena amaliah Ramadhan begitu sempurna dilaksanakan.
RAMADHAN ini, merupakan tahun kedua saya diamanahi menjadi
penceramah setelah shalat tarawih di Mushala At-Tawabin, Rumah Tahanan (Rutan) Kajhu,
Banda Aceh. Mushala di sudut penjara itu cukup menampung dua ratus lebih jamaah
dari enam ratus tahanan yang menghuni rutan saat ini.
Selain di At-Tawabin, Ramadhan tahun lalu dan kali ini juga masih diamanahi memberikan taushiyah di Rutan khusus perempuan dan anak di Lhoknga, Aceh Besar.
Pada pekan kedua, jamaah shalat tarawih di Mushala At-Tawabin penuh hingga ke teras mushala. Menurut informasi beberapa penghuni rutan yang
saya tanyai, Ramadhan memang selalu ramai. Semua tahanan bersemangat beribadah
di bulan penuh berkah ini. Shalat lima waktu full meluber hingga ke teras
mushala.
Semangat saya pun berapi-api saat
berbagi materi kajian tentang doa dan keistimewaan bulan Ramadhan. Ceramah 15
menit dilanjutkan shalat tarawih yang dibagi dua gelombang.
Gelombang pertama 8 rakaat tambah witir, kemudian dilanjutkan gelombang kedua 20 rakaat. Cukup harmoni tatalaksana shalat tarawih di rutan Kajhu.
Seorang pemuda warga binaan berbagi kisah selama di rutan, ia bercerita nikmatnya ibadah selama Ramadhan termasuk disiplin tadarus.
Gelombang pertama 8 rakaat tambah witir, kemudian dilanjutkan gelombang kedua 20 rakaat. Cukup harmoni tatalaksana shalat tarawih di rutan Kajhu.
Seorang pemuda warga binaan berbagi kisah selama di rutan, ia bercerita nikmatnya ibadah selama Ramadhan termasuk disiplin tadarus.
“Kami shalat yang delapan rakaat gelombang pertama, sisanya akan lanjutkan 20 rakaat hingga witir dan dilanjutkan tadarus hingga pukul 03.00 WIB pagi jelang sahur,” kata salah seorang pemuda warga binaan Rutan Kajhu yang saya tanyai usai shalat tarawih.
Pemuda ini adalah warga binaan yang
memotori segala aktivitas keagamaan di dalam rutan. Dengan telaten ia mengurus
semua hal berkait dengan jadwal imam dan para ustaz yang mengisi kajian agama di
Rutan Kajhu.
“Alhamdulillah salah satu alumni
rutan ini sudah bisa jadi pengajar ngaji di Rutan Perempuan dan Anak Lhoknga,”
kata seorang warga binaan.
Ia terlihat menguasi bab agama
dan kaidah-kaidah fiqih, latar belakang
pendidikan dayah membuatnya lebih menonjol dari sisi agama ketimbang jamaah
lain.
Terlihat, sesekali ia menimpali obrolan penceramah terkait masalah agama dan terus nyambung pada bahasan terkait.
Terlihat, sesekali ia menimpali obrolan penceramah terkait masalah agama dan terus nyambung pada bahasan terkait.
Di pekan kedua, saya juga takjub
di mana warga binaan sudah dua kali khatam Alquran pada tadarus rutin tiap
malam hingga jelang saat sahur.
Bahkan di pekan akhir Ramadhan, warga binaan yang rajin ke masjid sebanyak 200 orang itu, juga
bangga telah mengkhatamkan Alquran untuk ke empat kalinya. Ini jarang didapat
oleh kita yang beribadah di luar rutan.
“Biasanya kami bisa mencapai
empat kali khatam alquran selama Ramadhan, Alhamdulillah,” katanya lagi
Saya berfikir sejenak, dan bergumam
dalam hati, “Jangan-jangan malam alqadar akan turun di Rutan Kajhu, apalagi
melihat antusias warga binaan saat beribadah di malam-malam Ramadhan.” Shalat
lima waktu begitu hidup, amaliah sunah terlihat dikerjakan dengan sempurna.
Ya, cukup masuk akal jika para warga binaan di rutan itu dapat antusias beribadah. Selain waktu dan kesempatan yang begitu leluasa beribadah, mereka juga tidak terlalu banyak tergoda dengan bisikan liar yang mengganggu, berbeda dengan kita di luar rutan yang penuh godaan.
Ramadhan di Rutan Kajhu begitu
hidup, andaikan semua rutan Aceh seperti ini, mungkin tidak ada gejolak
sebagaimana terjadi di rutan lain. Napi berontak, kabur, dan membakar rutan.
Melihat Rutan Kajhu dari dekat,
teringat akan kisah-kisah teladan dari balik terali besi. Sayid Qutb, misalnya,
dapat menyelesaikan penulisan Tafsir Fie Zhilalil Qur’an dari dalam penjara.
Begitu
juga dengan Tafsir Al Azhar karya Haji Malik Karim Amrullah atau kita lebih
sering menulisya Buya Hamka, tafsir ini juga lahir ketika Buya dipenjar oleh
rezim Soekarno.
Ramadhan di Penjara, begitu
hidup. Semoga kita mendapat teladan dari semangat yang bergelora di dalam
rutan. Saya sendiri melihat dan merasakannya seperti sedang berada di dalam
Pesantren atau dayah. Jika boleh, saya sebut saja itu Rutan sebagai Dayah
At-Tawabin.
Semoga malam al-Qadar menghampiri kita,
saya iri dengan semangat Ramadhan di At-Tawabin yang hidup.
Bisa jadi al-Qadar menghampiri saudara kita yang 'itikaf' di dalam rutan sana, karena amaliah Ramadhan begitu sempurna dilaksanakan. Semoga lailatul qadar juga menghampiri kita. Amin Ya Allah! []
Bisa jadi al-Qadar menghampiri saudara kita yang 'itikaf' di dalam rutan sana, karena amaliah Ramadhan begitu sempurna dilaksanakan. Semoga lailatul qadar juga menghampiri kita. Amin Ya Allah! []
* Penulis adalah Dosen pada Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Ar-Raniry,Banda Aceh. Email : arif.ramdan@ar-raniry.ac.id