"Saya gak mau bebas dari sini, tak terlalu penting, saya hanya ingin kedua orang tua, mak ngon ayah diluaskan kuburnya diampuni dosanya, nyan mantong harapan saya,” kata seorang pemuda sambil berlalu meninggalkan mushala.”
Arif Ramdan |
RAMADHAN ke-26 saya mendapat kesempatan berbagi pengalaman di Rumah
Tahanan Perempuan (Rutan) Lhoknga. Ada
sekitar 100 orang warga binaan di rutan tersebut, kebanyakan perempuan, kaum
ibu, dan remaja usia 17 tahun ke atas. Sebelum dipindah, di Rutan itu juga
dibina puluhan tahanan anak-anak yang terlibat kasus pidana.
Selama 15 menit sebelum tarawih, saya berbagi keutamaan
istighfar dan doa di bulan Ramadhan, terutama pada sepuluh hari terakhir. Sumber
rujukan yang saya baca kemudian saya sampaikan kepada para jamaah tarawih rutan
Lhoknga.
Istighfar atau meminta ampunan kepada Allah swt berakar kata
dari istaghfara yastaghfiru, istighfar.
Dalam asmaul husna juga ada nama ya "Al-Ghafar" Sang Maha Pengampun.
Permohonan ampunan kepada Allah Swt dengan tulus ikhlas dan penuh penyesalan
atas segala dosa yang diperbuat dapat mengantar seorang hamba kepada apa yang
ia inginkan.
Suatu ketika, seorang ulama tabiin yaitu Hasan Al Basri
didatangi orang-orang yang meminta nasihat dari beragam persoalan hidup yang
melilit manusia. Imam al-Qurtubi mengisahkan dari Ibnu Subaih, bahwa ada
seorang yang mengadu musim kemarau paceklik berkepanjangan kepada Hasan Al
Basri. Hasan Al Basri menjawab, “Istighfarlah engkau kepada Allah.”
Seorang lagi mengadu kepada Al Basri bahwa tak sanggup akan
kemiskinan yang menderanya. Hasan Al-Basri menjawab, “Istighfarlah memohon
ampunlah engkau kepada Allah.” Sementara orang ketiga yang bertemu Al-Basri
mengaduka soal kehidupan rumah tangganya yang belum dikarunia keturunan. Hasan
Al-Basri juga menjawab, “Beristighfarlah engkau kepada Allah.”
Semua yang bertanya keluh kesah kehidupan dunia dijawab oleh
Hasan Al-Basri dengan perintah beristighfar kepada Allah Swt. Jawaban itu
kemudian mengundang keheranan muridnya, Rabi, bin Subaih. “Kenapa semua yang
datang kepadamu dengan persoalan yang berbeda engkau beri jawaban dengan
perintah memohon ampun kepada Allah,?” kata Rabi’i bin Subaih penuh heran.
Hasan Al Basri menjawab bahwa itu bukan jawaban darinya tanpa
dasar, itu adalah perintah Allah Swt dalam Al-Quran.
“Maka, Aku katakan kepada mereka, ‘Mohonlah amounan kepada Rabb-mu, -seseunnguhnya dia adalah Maha Pengampun-, niscaya dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat. Dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.’” (QS. Nuh [71]: 10-12).
Paparan
singkat ini mengundang perhatian, dari jamaah tarawih lalu saya berinteraksi
dengan beberapa pertanyaan kepada jamaah shalat. Salah satu pertanyaan saya. “Apa
yang diinginkan para jamaah di sini,?” sontak bergemuruh suara, “Ingin bebas,”
seperti dikomando dan suasana berubah menjadi lebih komunikatif dan bahkan riuh
diselingi gelak tawa jamaah.
Sebagian
lain berkelakar ingin segera menikah, ingin punya istri dan banyak lagi
keinginan yang mereka gumamkan setengah bercanda. Bahkan ketika keinginan
beristri dan mendapat jodoh pun saya lontarkan mereka tambah semangat.
Beberapa
jamaah pemuda yang langsung saya Tanya, memberikan jawaban “Ingin bebas” dan
kembali ke masyarakat seperti biasa. Tentu, keinginan “bebas” adalah manusiawi dan wajar ketimbang
menghabiskan lima sampai enam tahun dalam jeruji dengan segala keterbatasan
yang ada.
Istighfar memang diperintahkan Allah Swt bagi hambanya yang
ingin keluar dari kemelut masalah dunia. Surat Nuh 10-12 menjelaskan itu. Mohon
ampunlah kepada Allah Swt, maka akan Allah turunkan hujan yang lebat,
membanyakan harta dan anak, mengadakan kebun-kebun untuk manusia dan segala
isinya dan sungai yang mengalir di dalamnya. Sungguh indah janji Allah ini,
tapi kita luput dan nyaris tak percaya dengan kekuatan istighfar.
“Jamaah sekalian, ini malam-malam di mana al-qadar akan turun
menghampiri siapa yang mengisi malam dengan ibadah dan berdoa. Mari kita berdoa
dan mohon ampunan Allah dengan sebenar-benar penuh pengharapan, jika pun ingin
bebas. Beristighfarlah sebanyak-banyaknya
maka lihat apa yang terjadi nanti,” kata saya memberi semangat kepada jamaah.
Amin Amin Amin! gemuruh jamaah ibu-ibu dan para pemuda
tanggung dari dalam mushala kecil di Rutan itu.
Usai tarawih, beberapa jamaah terlihat masih memanjat doa. Dan
berkatalah seorang di antara mereka.
"Saya gak mau bebas dari sini, tak terlalu
penting, saya hanya ingin kedua orang tua, mak ngon ayah diluaskan kuburnya
diampuni dosanya, nyan mantong harapan saya,” kata seorang pemuda sambil
berlalu meninggalkan mushala.” []
* Penulis adalah Dosen pada Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Ar-Raniry,Banda Aceh. Email : arif.ramdan@ar-raniry.ac.id
BACA Artikel lainnya:
Lailatul Qadar di Penjara Kajhu
Puasa Hoaks
Lailatul Qadar, Dan Angin pun Berhenti