Iklan

Iklan

Reformasi

5/11/18, 02:35 WIB Last Updated 2020-06-27T09:06:23Z
Muhammad Alkaf


SIAPA pemilik masa lalu, adalah pertanyaan yang akan selalu muncul ketika peristiwa lampau  dibicarakan.

Masa lalu itu pada titik tertentu hanya akan berhenti pada catatan kronologis, berupa angka, waktu, dan aktor.

Namun, lebih dari itu, masa lalu sering dijadikan sebagai keabsahan kepemilikan masa depan. Jadi, memiliki masa lalu, maka akan mendapatkan masa depan.
Suharto menyadari hal itu dengan sunguh-sungguh.

Selama menjadi presiden, dia merecoki karya sejarah dan film, dengan menempatkan dirinya sebagai tokoh sentral dari setiap peristiwa penting di masa lalu.

Perannya ditonjokan dengan sangat kuat di film Janur Kuning dan Pengkhianatan G 30 S/PKI. Suharto sadar, charismanya sebagai pemimpin politik akan semakin kokoh apabila dia membangun glorifikasi atas dirinya berdasarkan cerita- cerita dari masa lalu.

Ketika angkatan baru Aceh, yang tumbuh dari tumpukan puing perang colonial, membangun kembali narasinya, maka yang dilakukan awal adalah mencari masa lalunya.

Dari Hasjmy, kita mendapatkan roman tentang Iskandar Muda, raja agung di abad ke 16 yang sempat membuat Snouck Hurgronje jengkel. Melalui Ismail Yakub, patriotisme Tgk. Chik di Tiro ditinggikan.

Masa lalu memang sedemikian kuat, sampai-sampai Boyd R. Compton tertegun, ketika Daud Beureuh yang sedang murung, menyebut masa Iskandar Muda, sebagai bayangan Aceh di masa depan.

Menjelang reformasi, yang akan menunjukkan  angka ke-20, peristiwa itu kembali dibicarakan. Bahkan lebih riuh. Nama-nama yang hadir di masa lampau dibicarakan lagi perannya.

Ada yang diangkat, dipuji dan  ada pula yang dihakimi. Setiap orang sepertinya, sedang berlomba berteriak paling lantang, sebagai pemilik paling sah dari reformasi itu.

Reformasi kemudian menjadi frasa yang diperebutkan. Peristiwa itu ditulis sebagai garis demarkasi, yang awalnya terlihat jelas, walau belakangan semakin kabur, antara masa lampau yang kelam di dengan masa depan yang cerah.

Sedemikian pentingnya reformasi, sebagai sebuah peristiwa politik, sehingga diakumulasi dengan sedemikian rupa sebagai bahan baku electoral.

Demi kepentingan electoral inilah, reformasi di angka ke-20 ini diperebutkan. Jadi jangan pernah membayangkan, bahwa reformasi akan menjadi percakapan serius tentang apa yang gagal, serta tentang apa yang berhasil selama dua dekade.

Apalagi berharap bahwa reformasi dibicarakan secara lebih mendalam tentang agenda tantangan kebangsaan. Sebab sedari awal, reformasi tidak pernah memiliki sebuah konsepsi, kecuali hanya pada satu tujuan, menurunkan Soeharto dan menggantikan peran dari elit lama.

Situasi yang diperparah ketika reformasi tidak pernah menyelesaikan beban politik yang datang dari masa lalu. Hal yang sampai kini menggelayuti jalannya reformasi. Mulai dari pelanggaran HAM, perampasan tanah dan kekayaan alam dan rehabilitasi mereka yang disangkakan dalam sejarah.

Bila terus begini, reformasi yang diingati setiap tanggal 21 bulan ke lima, hanya akan menjadi ajang kumpul berkumpul dan narsis-narsisan. []


[Muhammad Alkaf adalah pengajar di IAIN Langsa, kurator di Padeebooks
Komentar
Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE. #JernihBerkomentar
  • Reformasi

Terkini

Topik Populer

Iklan