Iklan

Iklan

Mengenal Sosok Muhammad Baqir Al-Sadr, Ekonom Syiah Yang Tegas Menentang Sistem Kapitalisme dan Komunisme

12/23/22, 19:48 WIB Last Updated 2022-12-23T13:26:46Z


Oleh: 
Rizki Amelia

WASATHA. COM - Muhammad Baqir al-Sadr berasal dari kalangan ahli fiqh yang terkonsentrasi pada isu-isu bunga dan riba, perbankan, zakat, jual beli dan sedikit mengenahi kemiskinan dan pembangunan dengan menggunakan pendekatan legalistic (Haneef, 2006), ia memberikan kritik terhadap sistem ekonomi kapitalis dan sosialis tertulis dalam salah satu karyanya “Buku Iqtisaduna”. Buku tersebut yang kemudian dalam perkembangannya menjadi landasan pemikiran madzab ekonomi Islam Baqir al- Sadr dan kajian ekonomi Islam kontemporer.



Ia bahkan mengganti istilah ekonomi dengan istilah baru yaitu iqtishad yang berasal dari filosofi Islam dan bukan sekedar terjemahan dari ekonomi. Ia mengatakan bahwa ekonomi Islam merupakan ideologi yang berbeda dengan ideologi ekonomi konvensional, karena masing-masing didasarkan atas pandangan dunia yang berbeda sedangkan Ekonomi konvensional melihat ilmu sebagai sesuatu yang sekuler, dan sama sekali tidak memasukkan Tuhan serta tanggung jawab manusia kepada Tuhan di akhirat dalam bangunan pemikirannya (Amalia, 200).



Kaum Kapitalis mengatakan ada kelangkaan dalam ekonomi dimana yang dimaksud disebabkan oleh adanya kesenjangan antara unlimited wants dan limited resources, sehingga manusia dituntut mampu mengolah dan menggunakan sumber daya tersebut. Sebagai jawaban atas permasalahan tersebut, sistem kapitalisme mendorong kegiatan produksi untuk mengimbangi kebutuhan manusia yang tidak terbatas. Pemikiran Muhammad Baqir Al-Sadr bertolak belakang dengan pemikiran ekonomi kapitalis lainnya. Pemikir ekonomi konvensional berpendapat bahwa masalah ekonomi muncul akibat kelangkaan sumber daya dibandingkan dengan kebutuhan manusia yang tidak terbatas tetapi, Muhammad Baqir Al-Sadr berpendapat bahwa masalah ekonomi muncul karena ketidakmerataan distribusi.


 

Biografi

Muhammad Baqir Al-Sadr memiliki nama lengkap, yaitu Muhammad Baqir As-Sayyid Haidar Ibn Ismail Ash-Shadr. Baqir Al-Sadr dilahirkan pada tanggal 25 Dzulqadah 1353 H/1 Maret 1935 M di Kazhimiyyah, Baghdad, Irak. Baqir Al-Sadr lahir serta tumbuh besar di tengah-tengah keluarga yang religius dan berpendidikan. Pada usia sepuluh tahun, Baqir Al-Sadr mulai berdakwah tentang sejarah dan kebudayaan Islam. Baqir Al-Sadr mampu mengungkap isu-isu teologis yang kompleks dan rumit sekalipun tanpa bimbingan dari seorang guru.



Pada usia sebelas tahun, Baqir Al-Sadr mulai concern pada kajian logika dan menuangkannya dalam sebuah buku yang mengkritik para filosof. Baqir Al-Sadr berpindah ke Najaf bersama keluarganya. Kota tersebut menjadi tempat Baqir Al-Sadr menghabiskan waktu hidupnya hingga wafat. Baqir Al-Sadr berasal dari keluarga yang bangkit dalam melawan kolonialisme Inggris dan ikut andil dalam revolusi yang terjadi di Irak pada abad ke-20.



Kemampuan nalar yang krittis tentu tidak lepas dari genealogi Baqir AlSadr karena leluhurnya adalah orang-orang yang termasyhur karena kegiatan keagamaan dan politiknya. Leluhur yang bernama Abdul Husain Syarafuddin Al-Musawi adalah seorang pengarang kitab terkenal Al-Murajaat (Dialog Sunnah¬Syiah) yang mengambil bagian dari Perang Kemerdekaan di Jabal Amil melawan Perancis (Al-Sadr, 2008). Baqir Al-Sadr mengikuti jejak para leluhurnya.



 Baqir Al-Sadr mengikuti studi Islam tradisional di Hauzas. Baqir Al-Sadr belajar di sekolah tradisional di Irak mengenai hukum (fiqh), sumber hukum (ushul), dan teologi (Haneef, 1995). Baqir Al-Sadr banyak menyumbang mengenai tematema historisitas Islam yang meliputi ushul dan filsafat. Baqir Al-Sadr memiliki karya-karya yang inovatif pada bidang hukum konstitusi dan ekonomi Islam.



Dalam ekonomi Islam, Baqir Al-Sadr menulis beberapa karya. Dari beberapa karya tersebut terdapat dua karya penting dan monumental, yaitu Iqtishaduna dan Al-Bank Al-ala Ribawi fi Al-Islam. Iqtisaduna berisi mengenai teori umum ekonomi Islam, sedangkan Al-Bank Al-ala Ribawi fi Al-Islam berisi teks lengkap tenatng masalah operasional bank Islam dalam konteks rivalitas ekonomi kapitalisme.



Terdapat dua unsur yang membedakan Iqtishaduna dari literatur umum ekonomi Islam. Dua unsur tersebut yaitu, dari segi struktur dan dari segi metodologi. Iqtishaduna menjadi sebuah karya yang tidak diragukan dan merupakan sumbangsih paling serius dan paling banyak diminati di bidang ini.



Sistem kapitalis dan sistem komunis belum mampu memberikan solusi mengenai persoalan ekonomi. Kegagalan ekonomi ribawi ini meliputi kekurangan dan kelemahan dari sistem ekonomi telah banyak diungkapkan oleh beberapa tokoh dunia. Salah satu tokoh tersebut adalah M. Umer Chaptra. Ada tiga sistem ekonomi ribawi yang menjadi objek kritik Chapra, yaitu kapitalisme, sosialisme, dan negara kesejahteraan (welfare state). M. Umer Chaptra berpendapat bahwa kegagalan tersebut meniscayakan para intelektual Muslim untuk mencari alternatif (Chapra dalam Zakariya, 2020). Ekonomi Islam, karenanya, dipandang sebagai ekonomi alternatif yang solutif dalam mewujudkan keadilan dan kesejahteraan umum.



Kehadiran ekonomi alternatif selain untuk merespons kegagalan ekononi ribawi juga untuk meluruskan terminologi ekonomi yang cenderung mengalami distorsi dan kesenjangan. Kesenjangan antara terminologi ekonomi dalam perspektif ekonomi kapitalisme, sosialisme dengan ekonomi dalam perspektif Islam kerap terjadi, bahkan terjadi benturan, vis a vis, antar sistem ekonomi. Benturan yang demikian merupakan akar dari munculnya masalah ekonomi.



Konsep kapitalisme menjelaskan bahwa suatu sistem ekonomi adalah suatu sistem yang secara nyata ditandai oleh hegemoni capital. Konsep kapitalis mengandung motif dan prinsip yang kuat dan mengakar. Motif dan prinsip tersebut didominasi oleh tiga gagasan. Tiga gagasan tersebut adalah perolehan, persaingan, dan rasionalitas (Mannan, 1993). Konsep kapitalis memperlihatkan dengan jelas, yaitu egoisme, bebas memupuk harta kekayaan, mengembangkannya, dan membelanjakannya. Konsep kapitalisme adalah konsep yang berorientasi pada individualisme. Konsep kapitalisme sama sekali tidak memperhatikan dan mengakomodir kepentingan orang lain kecuali jika terdapat keuntungan yang bisa diperoleh dan dinikati.



Jadi, konsep kapitalis tidak menyentuh dan memberi ruang untuk kemaslahatan orang lain jika hal tersebut berlawanan dengan kepentingannya sendiri. Konsep kapitalisme memiliki slogan, yaitu “bersaing dengan lawan dan bertekad mengalahkannya” (Qardhawi, 1997). Konsep kapitalis memiliki tujuan, yaitu perolehan dengan pengukuran berdasarkan ukuran uang. Konsep kapitalis memiliki sikap yang dapat ditunjukkan sebagai kebebasan perolehan dari luar.



Kapitalisme pada hakikatnya bersandar pada keseluruhan individu akan kekuasaan alaminya. Hal tersebut yang membuat kegiatan ekonomi berhubungan erat dengan risiko pribadi. Dalam konsep kapitalis, pelaku ekonomi bebas untuk mengusahakan keberhasilan ekonomi dengan cara apapun asal tidak melanggar hukum pidana. Kapitalis dapat dikatakan mendewakan uang atau kediktatoran dolar.



Konsep ekonomi kapitalis dengan berbagai karakteristikanya menuai banyak kritik: Pertama, distribusi kekayaan dan pendapatan yag tidak merata menyebabkan ketidakmerataan dalam kekuasaan ekonomi dan politik. Kedua, kapitalis sering dianggap kurang produktif dibandingkan dengan sistem kolektif yang dapat merencanakan pembangunan secara cermat. Ketiga, kapitalisme tidak cukup kompetitif. Sedangkan konsep sosialisme adalah “kebijakan atau teori yang bertujuan untuk memperoleh suatu distribusi yang lebih baik dengan tindakan otoritas demokratis pusat dan kepadanya perolehan produksi kekayaan yang lebih baik daripada yang kini berlaku sebagaimana mestinya diarahkan”.



Konsep sosialisme bertolak belakang dengan jiwa dan semangat kapitalisme. Konsep sosialisme selain bersikap buruk sangka terhadap individu juga merampas seluruh hak pribadi untuk kepentingan bersama, dalam hal ini, adalah Negara. Konsep sosialisme memiliki “visi” yang jelas, yaitu “kemaslahatan bersama di atas kemaslahatan individu”. Untuk mewujudkan tujuan besarnya, maka konsep sosialisme menopang dan berdiri atas kekuasaan negara dan otoritas pemimpin. Konsep sosialisme beranggapan bahwa negara adalah “penggerak dan kompas” bagi perekonomian rakyat. Dalam sosialisme, individu sama sekali tidak memiliki peluang dan akses dalam investasi harta negara.



Menurut sosialis, distribusi pendapatan yang merata bersandar pada realitas bahwa hak kepemilikan negara atas alat-alat produksi dapat menghilangkan pendapatan yang diterima tanpa kerja oleh masyarakat swasta. Dalam konteks ini, sosialisme meyakini bahwa industri diatur dan dikendalikan oleh institusi atau perusahaan negara, dan karenanya, industri tidak dapat dikelola oleh perusahaan perorangan. Kritik yang dialamatkan pada sistem tersebut adalah Pertama, ekonomi mengalami penderitaan diakibatkan oleh suatu tingkat akumulasi modal yang keliru. Hal tersebut terjadi karena adanya keputusan suatu otoritas perencanaan pusat yang sewenang-wenang.



Kedua, pada sosialisme terjadi nir-persaingan yang mengakibatkan harncurnya prinsip seleksi alami dalam industri. Ketiga, permasalahan penetapan harga dalam sosialisme dapat memicu terjadinya kesulitan besar yang ditimbulkan oleh campur tangan terhadap persaingan harga. Keempat, adanya pemborosan yang tidak menentu dan tidak efisien oleh perusahaan kolektif. Hal tersebut terjadi karena ada peraturan kaku yang rutin, sehingga tidak adanya korup yang membuat perusahaan kolektif mati.



Pemikiran Baqir Al-Sadr



Baqir al-Sadr memberikan solusi, terutama dalam hal yang berkaitan dengan konsep sistem ekonomi yang lebih baik ketimbang sistem ekonomi Kapitalisme-Liberalisme dan Sosialisme-Komunisme. Dalam bukunya Baqir al-Sadr (1994), ada dua aspek dalam perekonomian, yaitu ilmu ekonomi dan doktrin ekonomi. Ilmu Ekonomi adalah ilmu pengetahuan, yang memberikan penjelasan tentang kehidupan ekonomi, peristiwa ekonomi, dan fenomena ekonomi serta menghubungkan peristiwa dan fenomena dengan penyebab umum dan faktor penting di dalamnya. Doktrin ekonomi adalah cara masyarakat mengekspresikan kehidupan ekonominya dan dalam memecahkan masalah praktisnya. Sehingga apa yang dikemukakan oleh Baqir al-Sadr pada teori ekonominya adalah doktrin ekonomi bukan ilmu ekonominya yang berhubungan dengan ranah praktis manusia. Menurut Baqir al-Sadr tidak mungkin masyarakat tidak memiliki doktrin ekonomi yang melekat dalam kehidupannya, karena pada kenyataannya masyarakat memiliki suatu metode dalam menjalankan kegiatan ekonominya, seperti memproduksi barang maupun dalam mendistribusikannya.



Menurut Firdausi (2021), Doktrin ekonomi terdiri dari setiap aturan dasar kehidupan ekonomi yang terkait dengan ideologi (keadilan sosial). Ilmu (ekonomi), terdiri dari setiap teori yang menjelaskan realitas kehidupan ekonomi terlepas dari ideologi yang diawali atau dicita-citakan yaitu keadilan. Keadilan bukanlah ide ilmiah, jadi ketika ia digabungkan dengan sebuah ide, ia mencetaknya dengan cap doktrinal dan membuatnya berbeda dari pemikiran ilmiah. Contohnya prinsip kebebasan ekonomi milik pribadi, penghapusan kepentingan atau nasionalisasi alat-alat produksi, semua itu masuk dalam doktrin karena berkaitan dengan gagasan keadilan. Adapun hukum pengembalian yang semakin berkurang dan hukum permintaan dan penawaran atau hukum tentang upah, semua ini adalah hukum ilmiah, karena tidak ada hubungannya dengan evaluasi fenomena ekonomi tersebut.



Sebagai solusi atas hal ini, Baqir al-Sadr kemudian menyampaikan beberapa teori dan konsep mengenai ekonomi Islam yang ideal, di antaranya adalah mengenai Teori Distribusi (Distribution Theory). Teori ini terbagi menjadi dua, pra-produksi dan pasca-produksi, yang masing-masing memiliki prinsip dalam prosesnya. Teori ini dibangun atas dasar pemikiran Bāqir al-Ṣadr yang menekankan bahwa sistem ekonomi Islam berangkat dari proses distribusi sebagai langkah awal, bukan produksi.



Keutamaan pemikiran Muhammad Baqir Al-Sadr adalah negara memiliki peran yang sangat penting, yaitu menciptakan dan menjaga keadilan sosial. Menurut Baqir Al-Sadr, negara harus menetapkan standar hidup yang bisa dijadikan acuan untuk menciptakan keadilan sosial. Penyimpangan terhadap distribusi ini akan menciptakan kekacauan di sektor riil dan akan berakibat terciptanya krisis ekonomi. Ia juga berpendapat bahwa, pemerintah memainkan peranan yang penting dan dinamis dalam melakukan implementasi melalui kebijakan-kebijakan yang dilakukan untuk menghadapi tantangan pada era modern ini. Islam memberikan solusi mengenai masalah tersebut dengan cara pemerintah dapat menyediakan sistem jaminan sosial. Islam juga menekankan standar hidup manusia yang lebih tinggi melalui larangan dalam berbuat berlebih-lebihan atau boros.



Menurut Baqr As Sadr, ekonomi Islam adalah cara atau jalan yang di pilih oleh umat Islam untuk dijalani dalam rangka mencapai kehidupan ekonominya dan dalam memecahkan masalah ekonomi praktik sejalan dengan konsepnya tentang keadilan. Islam tidak mengurusi hukum permintaan dan penawaran, tidak pula hubungan antara laba dan bunga, fenomena diminishing return (penyusutan hasil produksi) yang tercakup dalam ilmu ekonomi “The Science Of Economic”. Dalam doktrin ekonominya, keadilan menduduki suatu peran yang penting, sebagai gantinya, keadilan merupakan suatu Iqtishoduna sebagai masterpisnya mengungkap bagaimana seharusnya ekonomi Islam berjalan. Selain itu, ia melihat manusia mempunyai dua potensi keinginan yang berlawanan (pribadi dan sosial) sehingga masalahpun muncul dan Sadr melihat solusi ada di dalam agama, karenanya, agama mempunyai peran yang sangat 

Komentar
Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE. #JernihBerkomentar
  • Mengenal Sosok Muhammad Baqir Al-Sadr, Ekonom Syiah Yang Tegas Menentang Sistem Kapitalisme dan Komunisme

Terkini

Topik Populer

Iklan