WASATHA.COM, BANDA ACEH - Syekh Abdurrauf Al Singkili menulis kitab Mawaizul Badi'ah. Di dalam kitab inilah diketahui bahwa leluhur Aceh pada masa lalu akrab dengan makhluk ghaib seperti bangsa jin.
"Banyak orang Aceh yang memainkan jin, sebelum Islam masuk ke daerah ini," kata Damanhuri, Pakar Tasawuf UIN Ar Raniry, Dr Damanhuri Basyir, M.Ag.
Damanhuri menjelaskan itu, dalam kajian rutin Kaukus Wartawan Peduli Syariat Islam (KWPSI) Aceh, di Rumoh Aceh Kupi Luwak Jeulingke, Banda Aceh, Rabu (3/3) malam.
Damanhuri mengatakan, dalam sejarah hidupnya, Syekh Abdurrauf pernah menghabiskan waktu untuk belajar selama 19 tahun di Timur Tengah.
Selama menempuh pendidikan di jazirah Arab, Syekh Abdurrauf juga disebut tidak pernah menikah. Ulama yang belakangan dikenal oleh warga lokal dengan sebutan Teungku Syiah Kuala tersebut baru menikah ketika pulang ke Aceh.
Syekh Abdurrauf Al Singkili lebih dikenal sebagai sosok ulama tasawuf, yang juga menjabat sebagai mufti kerajaan di masa Sultanah Safiatuddin berkuasa di Aceh.
Ulama ini juga pernah mendirikan sekolah di Kampung Mulia, salah satu pemukiman penduduk yang jaraknya tidak jauh dari Daerah Aliran Sungai (DAS) Krueng Aceh.
Syekh Abdurrauf semasa hidupnya pernah menerbitkan beragam kitab dalam bahasa Arab dan Melayu. Topik kajian yang menjadi fokus Syekh Abdurrauf adalah interpretasi (tafsir), skolastik teologi (kalam), sufisme (tasawuf) dan hukum Islam (fiqih).
Beberapa judul karya ulama asal Aceh ini seperti Aturan Fiqh untuk Berbagai Kegiatan (Mir'ât al Thullab fi Tasyil Ma'rifah al Ahkâm al Syar'iyyah li al Mâlik al-Wahhab), 'Umdat al-Muhtajin ila Suluk Maslak al-Mufridin (sufisme), Lubb al-Kashf wa al-Bayan li Ma Yarahu al-Muhtadar bi al-'Iyan (doa dzikir untuk persiapan kematian), dan Kitab al-Fara'idh (hukum waris).
Selain itu, Syekh Abdurrauf juga menulis kitab Tarjuman al-Mustafid (tafsir Alquran, kebanyakan dari tafsir al-Jalalain), Al-Arba'in Haditsan li al-Imam al-Nawawiyah (penjelasan dari empat puluh hadits Al-Nawawi), Al-Mawa'iz al-Badi' (kumpulan hadits qudsi), Kifayat al-Muhtajin ila Masharab al-Muwahhidin al-Qa'ilin bi Wahdat al-Wujud (sufisme)
Sebagai seorang sufi terkemuka di sebuah kerajaan yang besar se-Asia Tenggara pada masa itu, Syekh Abdurrauf memiliki banyak murid. Salah satunya adalah Baba Rumi, seorang alim ulama, yang berasal dari Turki.
Damanhuri mengatakan Baba Rumi merupakan seorang ulama yang pernah datang ke tempat Syekh Abdurrauf dengan membawa dua guci berisi uang dari tempat asalnya yang makmur. Guci tersebut berukuran besar dengan tinggi mencapai dada manusia.
Saat itu, menurut Damanhuri, ulama dari Turki yang belajar pada Syekh Abdurrauf tersebut sengaja membawa uang banyak untuk membantu dakwah Islam di kawasan Aceh. Namun, pemberian ini ditolak oleh Syekh Abdurrauf yang mengatakan bahwa uang tidak akan membantu dakwah melainkan Allah.
"Ini berbeda dengan kondisi sekarang, banyak yang berlomba-lomba mendapatkan uang bahkan dalam berdakwah. Sampai-sampai banyak orang berlomba-lomba membangun masjid yang megah, akan tetapi tidak ada jamaah yang shalat di sana," kata Damanhuri.
Kondisi perpolitikan Aceh masa Syekh Abdurrauf Al Singkili disebut juga sering dalam kemelut, terutama dalam hal perebutan pucuk kekuasaan.
Namun, berkat kearifan dan keilmuan Syekh Abdurrauf, segala perbedaan pandangan politik tersebut dapat kembali aman.
Di masa Syekh Abdurrauf hidup pula sistem pemerintahan di Aceh diatur dengan baik, seperti adanya kriteria-kriteria khusus bagi seorang pemimpin, baik dari level pemerintahan terkecil di tingkat keuchik hingga sultan. []