Foto : Islamidia.com
Istiqamah
berarti lurus tanpa menyimpang dengan meninggalkan semua bentuk larangan dan
juga melazimi ketaatan kepada Allah SWT dan kepada Rasul-Nya secara
berkelanjutan. Istiqamah ini bisa dikatakan gampang-gampang susah. Tapi ini
sebenarnya tergantung kepada pemahaman kita.
Banyak orang
mengartikan istiqamah adalah kita mampu menjaga kebaikan itu tanpa ada rasa
hambatan dan terputus. Seperti sabda Rasulillah Saw: “ tidak akan istiqamah
(dengan sempurna) keimanan seseorang hamba sampai hatinya istiqamah, dan hati
seseorang hamba tidak akan istiqamah sampai lisannya bisa istiqamah.” (HR.
Ahmad).
Kita tidak jauh
dari istiqamah ketika beraktivitas. Maka ada dua hal yang perlu diperhatikan
ketika beristiqamah. Yang pertama as-saddad, yaitu berusaha semaksimal
mungkin untuk menjalankan sunnah Nabi SAW dengan sebaik-baiknya. Menyempurnakan
keistiqamahan dalam beribadah. Sudah hakikatnya kita harus membawakan
kesempurnaan dalam beristiqamah. Tapi pasti dalam menjalani istiqamah ada yang
namanya malas, bosan, lelah, capek dan lainnya, kalau sudah merasa tidak bisa
menyempurnakan keistiqamahan itu maka ada tahap yang kedua.
Yang kedua wa
qaaribu, berusahalah mendekati istiqamah, jangan kita meninggalkan istiqamah
karena merasa tidak mampu istiqamah sama sekali. Kalau kita menjaga
kebaikan-kebaikan terus menerus, paling tidak walaupun berkurang amal shalih
yang kita kerjakan itu lebih baik daripada tidak melakukannya sama sekali.
Allah SWT lebih
suka amalan hamba-Nya yang rutin ia kerjakan walaupun hanya sedikit- sedikit. Kalau
kita mampu menerapkan ini di kehidupan sehari-hari, Insyaallah kita mampu terus
menyempurnakan istiqamah kita.
Istiqamah harus
dilakukan lillah, billah, wa’ala amrillah. Lillah yaitu dilakukan iklas
karena Allah SWT, semata-mata mengharap ridha Allah Ta’ala. Allah memerintahkan
kita untuk beristiqamah yang artinya bahwa istiqamah itu termasuk bagian dari
ibadah.
Billah bahasanya istiqamah hanya dapat dilakukan dengan mengarap pertolongan
dari Allah Ta’ala.
‘Ala amrillah, harus sesuai dengan syariat Allah Ta’ala. Seperti firman-Nya dalam
surah Hud ayat 112: “maka tetaplahkamu pada jalan yang benar, sebagaimana
diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang telah taubat beserta kamu dan
janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu
kerjakan.” (QS. Hud : 112).
Orang yang
sudah mampu menyempurnakan istiqamahnya , tidak boleh merasa hebat dengan
amalannya, tertipu dengan amalannya, dan bangga dengan amalan yang telah ia
kerjakan. Tetapi, hendaknya ia senantiasa bersandar kepada Allah,
bersungguh-sungguh dan berharap kepada Allah Ta’ala agar amalan- amalan yang
telah ia kerjakan diterima.
Maka
berusahalah semaksimal mungkin dalam menetapi suatu amalan, namun jika tidak
mampu maka minimal terus berusaha untuk mendekatinya dengan mengerjakan
sedikit-sedikit tetapi berkelanjutan. [Laiyina Miska | Mahasiswa Jurusan
Komunikasi dan Penyiaran Islam, Fakultas Dakwah dan Komunikasi].
BACA JUGA: