Foto : Doripos
Bulan Ramadhan berlalu, selama 30 hari kita diwajibkan untuk
menunaikan ibadah puasa. Namun ada beberapa orang yang diperbolehkan untuk
tidak menunaikan ibadah puasa, seperti orang yang sedang dalam keadaan sakit,
sedang menjadi musafir dan lainnya.
Seperti yang telah Allah SWT jelaskan dalam Al-Quran Surah
Al-Baqarah ayat 14:
“(yaitu) beberapa hari tertentu. Maka barang siapa diantara kamu
sakit atau sedang dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), maka (wajib
mengganti) sebanyak hari (yang dia tidak puasa itu) pada hari yang lain. Dan
bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, yaitu memberi
makan seorang miskin. Tetapi barang siapa dengan kerelaan hati mengerjakan
kebajikan, maka itu lebih baikbaginya, dan puasamu itu lebih baik bagimu jika
kamu mengetahui.” (QS: Al-Baqarah/2:184).
Dan juga tidak boleh menunaikan ibadah puasa bagi wanita yang
sedang haid, dan wanita yang sedang
nifas. Seperti yang diceritakan oleh sayyidah Aisyah RA: “kami pernh dalam
keadaan haid (menstruasi) dimasa Rasulullah SAW masih Hidup, maka beliau
menyuruh kami untuk meng-qada puasa yang tertinggal dan tidak disuruh untuk
meng-qada shalat” (HR. Bukhari dan Muslim)
Lantas bagaimana? Apakah harus menunaikan puasa Syawal terlebih
dahulu atau membayar hutang puasa Ramadhan terlebih dahulu?
Ada dua pendapat tentang hal ini. Pendapat pertama yang ketat,
mengatakan bahwa jika terjadi dua situasi, dan memiliki kewajiban meng-qada puasa,
baik ketika wanita sedang haid atau sedang nifas atau laki-laki sedang
mengalami sakit atau mengalami persoalan yang mengharuskan meng-qada puasa
bertemu dibulan Syawal dan ingin memilih antara puasa Syawal atau meng-qada puasa
Ramadhan yang wajib, maka dahulukan yang wajib terlebih dahulu.
Karena tatanan wajib di dalam hukumnya ini memiliki kedudukan di
atas sunnah dan menjadi prioritas. Ketika dikerjakan berpahala dan jika
ditinggalkan berdosa. Maka, dahulukan qadanya baru setelah itu lanjutkan
dengan yang sunnah.
Pendapat yang kedua yang agak longgar, mengatakan bahwa boleh
mendahulukan puasa Syawal dahulu, ketika tuntas puasa Syawal baru selanjutnya
dengan puasa yang qada. Pertimbangannya terdapat di dalam Al-Quran surah
Al-Baqarah ayat 184:
“(yaitu) beberapa hari tertentu. Maka barang siapa diantara kamu
sakit atau sedang dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), maka (wajib
mengganti) sebanyak hari (yang dia tidak puasa itu) pada hari yang lain… (QS:
Al-Baqarah/2:184).
Sayyidah Aisyah RA pernah meng-qada puasanya di bulan Sya’ban
ketika akan bertemu dengan puasa Ramadhan selanjutnya. Maka dari sini jika ada
orang yang ingin mengejar puasa Syawalnya dulu diperkenankan dan bisa
melanjutkan qada dihari-hari yang
lain.
Tetapi poinnya disini, ketika kita mempunyai kemampuan untuk men-qada,
langsung qada. Ketika kita menunda untuk mengerjakan, apakah kita
akan hidup lama sampai batas kita menunda melakukan kewajiban kita itu? Kita
tidak bisa memastikan. Maka dari itu, sebisanya dahulukanlah yang wajib
terlebih dahulu baru kemudian lanjutkan dengan yang sunnah. Laiyina Miska
(Mahasiswi Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, Fakultas Dakwah dan
Komunikasi)
BACA JUGA :
Dahsyatnya Keutamaan Puasa di Bulan syawal
Cara Membuat Hand Sanitizer Dengan Daun SirihBACA JUGA :
Dahsyatnya Keutamaan Puasa di Bulan syawal