Foto Ilustrasi |
MANUSIA memang tempat
salah dan memiliki sifat lupa, dan disitulah letak kesempurnaannya sebagai
manusia.
Andai manusia diciptakan tidak dengan untuk salah dan lupa, maka tentu
saja ia (manusia) akan sama dengan para Malaikat yang tak pernah salah dan
lupa.
Dalam sebuah hadis
yang diriwayatkan Anas ra disebutkan bahwa telah datang seorang laki-laki
kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam Dia
lalu berkata, ”Ya, Rasulullah, sesungguhnya aku telah
berbuat dosa.” Nabi menjawab, ”Mintalah ampun
kepada Allah.”Lelaki itu kembali berkata, ”Aku bertaubat, kemudian kembali berbuat dosa.”
Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda, ”Setiap kali engkau berbuat dosa, maka bertaubatlah, hingga setan putus
asa.” Lelaki itu berkata lagi, ”Ya, Nabi Allah,
kalau begitu dosa-dosaku menjadi banyak.”
Maka, Nabi bersabda lagi, ”Ampunan Allah
Subhanahu Wa Ta’ala lebih banyak daripada dosa-dosamu.”
Hadis Nabi
Muhammad Shallallahu Alaihi Wa sallam ini
mengisyaratkan bahwa meminta ampunan kepada Allah Subhanahu Wa
Ta’ala selalu berkaitan dengan dosa dan salah. Meminta
ampun seringkali dihubungkan dengan bertaubat kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Keduanya merupakan aktivitas syariat
yang harus dilakukan setiap manusia.
Karena manusia
adalah ciptaan Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang secara fitrah dibekali
dengan sikap salah dan lupa. Permintaan ampun tidak akan menuai hasil bila
tidak disertai dengan bertaubat kepada-Nya, dan meminta maaf kepada orang yang
dizalimi.
Taubat berarti
meninggalkan sesuatu yang tercela dan terlarang yang ditetapkan dalam Islam
demi mencapai sesuatu yang terhormat, mulia, dan terpuji di sisi Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Bertobat adalah pengakuan dan
penyesalan terhadap perbuatan alfa dan dosa.
Ketika ditanya
tentang taubat, sufi Sahl Ibn ‘Abd Allah dan Al Junaid menjawab, ”Taubat ialah engkau tidak mengingat dosamu.” Al-Junaid
menjelaskan bahwa melupakan dosa berarti tidak lagi mengingat dosa-dosa yang
telah diperbuat yang melekat dalam hati.
Ada lima syarat yang harus dipenuhi seseorang bila taubatnya ingin
diterima Allah, yaitu:
Pertama,
menyesali diri, karena telah telanjur melakukan maksiat dan melanggar
ketentuan-ketentuan agama. Menyesal berarti berjanji dalam diri sendiri
tidak akan pernah mengulangi lagi dosa yang pernah dilakukan.
Kedua, menjauhkan dan
meninggalkan diri dari semua maksiat kapan dan di mana saja berada. Berusahalah
sekuat tenaga menjauhi semua lingkungan buruk yang memungkinkan akan mengulangi
lagi dosa-dosa lama.
Ketiga,
berkemauan dan berjanji pada diri sendiri secara sungguh-sungguh untuk tidak
mengulangi kemaksiatan, karena menyadari bahwa perbuatan maksiat menghalangi
hubungan dia dengan Tuhannya dan dapat memutus hubungan dengan sesamanya.
Keempat, mengiringi
dengan berbagai perbuatan dan amal ibadah kebaikan.
Kelima, jika
berkaitan dengan orang lain, orang yang telah berbuat salah dan mau bertaubat,
harus meminta maaf kepada orang yang dizalimi. Meminta dan memberi maaf
merupakan dasar bagi terwujudnya ishlah (damai), wallahua’lam. [Bahron Ansari | Mirajnews.com]