WASATHA.COM - Poligami secara hakikat, bukanlah untuk pemenuhan biologis, tetapi hal ini
merupakan anjuran untuk menjaga martabat wanita.
Maka, hukum poligami sama halnya dengan hukum nikah pertama, yaitu wajib,
sunat, makruh, haram dan mubah.
Demikian disampaikan Dr. Ajidar Matsyah yang juga disapa Tgk Aji, dalam
pengajian rutin yang berjudul “Meluruskan Konsepsi Poligami: Antara Anjuran dan
Kemampuan,” di Masjid Agung Al-Makmur, Lamprit, Banda Aceh (27/09/2017).
Menurut dosen Fakultas Adab dan Humaniora UIN Ar-Raniry ini, menambah
keluarga dapat membawa hukum haram saat yang bersangkutan masih diragukan
kemampuannya secara fisik dan keuangan yang membuatnya tidak menjaga wanita.
Menjaga wanita adalah wasiat Rasululullah SAW di akhir hayatnya.
Tgk Aji menambahkan, bagi yang berkehendak poligami, haruslah berpedoman
pada landasan syariat dengan merujuk pada beberapa tujuan.
Pertama, untuk tujuan taklimiah, yaitu mengajar wanita. Kedua, untuk tujuan
syailriyat atau menyiarkan agama. Ketiga, untuk tujuan memperbaiki kondisi sosial.
Keempat, untuk tujuan memperbaiki politik.
Di samping itu, menurut tengku yang juga pimpinan Dayah Tinggi Samudera
Pase-Panton Labu, hikmah lain dari poligami adalah untuk menjaga wanita dan
menghindari masalah sosial dalam masyarakat. Misalnya, nikah sirri,
selingkuhan, wanita simpanan, buang anak bagi wanita, dan lain-lain.
Maka, dengan meluruskan pemahaman tentang poligami, maka larangan poligami
bagi PNS, perlu sedikit longgar. Misalnya, dibolehkan poligami, jika usianya
masih 50 tahun, pangkat eselon dua, gaji atau pendapatan minimal 12 juta
perbulan dan dapat izin isteri.
Karena, jika tidak memenuhi syarat, maka poligami haram hukum karena dapat mendhalimi wanita, tidak terjaga harkat dan martabatnya. [sumber: alan/arraniry.ac.id]
Karena, jika tidak memenuhi syarat, maka poligami haram hukum karena dapat mendhalimi wanita, tidak terjaga harkat dan martabatnya. [sumber: alan/arraniry.ac.id]