WASATHA.COM - Pengurus Wilayah Dewan Dakwah Aceh bekerjasama dengan Yayasan Tgk Syik Abdullah Ujong Rimba
menggelar daurah Syariat Islam untuk aparatur gampong, di Mesjid Baitussa’adah
Teureubue, Kecamatan Mutiara Pidie, Sabtu (3/06/2017).
Daurah tersebut
berlangsung dari 3-4 Juni 2017 dan diikuti sekitar seratusan peserta yang
terdiri dari tokoh masyarakat, tokoh pemuda remaja, aparat gampong dan tokoh
perempuan.
Ketua panitia
pelaksana Mahdi mengatakan, kami menghadirkan delapan pemateri untuk kegiatan
tersebut.
“Dalam kegiatan tersebut kami menghadirkan delapan pemateri diantaranya Ketua Umum Dewan Dakwah Aceh Dr. Tgk
Hasanuddin Yusuf Adan MCL MA, Ketua Dewan Dakwah Pidie Junaidi Ahmad S.Ag MH,
Wakil Ketua Mahkamah Syar’iyah Aceh Tengah Dr Munir Muhammad SH MA. Kemudian
Mudir Ma’had Aly Ash-Shiddiq Banda Aceh Muslim Lc, Ma’had Aly Samudera Pasee
Aceh Utara Dr Ajidar Matsyah Lc MA dan Mudir Ma’had Ar-Rabwah Indrapuri Hatta
Selian, Lc. Pemateri akan menyampaikan tentang problematika pelaksanaan dan
penerapan syariat islam di Aceh, di tinjau dari berbagai aspek kehidupan,” kata
Mahdi.
Ketua Umum
Dewan Dakwah Aceh Dr, Tgk. Hasanuddin Yusuf Adan MCL. MA dalam sambutannya
mengatakan, Syari’at Islam di Aceh yang sudah berlangsung lebih dari satu
dekade sepertinya belum menunjukkan perkembangan yang maksimal.
“Proses
pelaksanaan Syari’at Islam di Aceh yang sudah berlangsung lebih dari satu
dekade sepertinya belum menunjukkan perkembangan yang maksimal. Indikasinya
adalah secara kasat mata belum adanya perbedaan yang signifikan dengan kondisi
sebelum syari’at Islam dan dengan daerah yang tidak menerapkan syari’at Islam,”
ujar Hasanuddin.
Ia menambahkan, pengamalan agama masyarakat di Aceh setelah berlaku syari’at Islam juga tidak
berubah banyak. Jamaah masjid lebih sedikit daripada jamaah warung kopi dan
café-café pada waktu shalat. Kemudian yang buka aurat masih banyak, yang
tidak bisa membaca al-Quran juga tidak
sedikit dan pergaulan bebas (pacaran) hampir merata tempat.
Kalau bicara
pada kejahatan yang lebih serius. Seperti zina, merampok, mabuk-mabukan,
perlakuan sewenang-wenang dan korupsi serta premanisme ekonomi dan politik. Ini
semua semakin menambah rumit problema penegakan syariat Islam di Aceh.
“Terjadinya
kondisi tersebut, bukan berarti ada kesalahan dengan syari’at Islam. Sebagai
konsep yang berasal dari yang Maha Tahu (Allah Swt), Islam merupakan
satu-satunya sistim hidup (way of life) yang sah di sisi Allah untuk menjamin
manusia bahagia di dunia dan akhirat. Akan tetapi persoalannya adalah terletak
pada pola pendekatan dalam mengaplikasikan syari’at Islam itu sendiri,” ungkap Hasanuddin.
Baca Juga : Forsimas Akan Bertemu Komunitas Muslim Kamboja
Ia juga
menambahkan, selama ini di Aceh belum berimbang antara pendekatan hukum, da’wah
dan pendidikan dalam proses pelaksanaan syari’at Islam. Sehingga ketika proses
penegakan hukum akan dijalankan, maka perlawanan (resistensi) justru muncul
dari ummat Islam sendiri.
Menurutnya
untuk mewujudkan syariat Islam sebagaimana yang diharapkan, langkah awal yang
perlu dijalankan adalah dengan pendekatan pendidikan dan da’wah yang benar,
guna menyiapkan tokoh-tokoh kunci (key-person). Semua stakeholder di
kampung-kampung mampu memahami konsep Islam dan seluk beluk ajarannya secara
utuh dan menyeluruh (kaffah). Baik dalam tataran normatif maupun yang sudah
diaplikasi di Aceh melalui berbagai qanun.
“Daurah ini
untuk mempersiapkan para stakeholder di masyarakat untuk dapat melakukan proses
internalisasi Islam bagi dirinya dan melakukan proses transfer kepada
masyarakat, keluarga, mitra kerja dan murid-muridnya. Dari itu Dewan Dakwah
Aceh berharap para peserta dapat bersungguh-sungguh dalam mengukutinya dan yang
terpenting pasca daurah ini dapat diaplikasikan dalam kehidupan masyarakat.
Kami juga mengapresiasi dan berterima kasih kepada semua pihak atas prakarsa
terlaksananya kegiatan ini,” tambah Hasanuddin | Dhi