MINGGU 18 Oktober 1992 cuaca hari itu hujan disertai kabut
pekat. Penduduk Kampung Cigunung, Desa Cipaganti Kecamatan Cisurupan Kabupaten
Garut lebih memilih tinggal di rumahnya masing-masing, hanya sedikit orang yang
lalu lalang saat itu.
Sekira pukul 14:00 WIB terdengar suara ledakan keras, penduduk
sekitar saat itu tidak banyak menduga asal muasal suara ledakan tersebut.
Waktu mengalir begitu cepat, hingga Senin 19 Oktober 1992, warga Kampung Cigunung baru menyadari telah terjadi kecelakaan pesawat di tebing Gunung Puntang.
Waktu mengalir begitu cepat, hingga Senin 19 Oktober 1992, warga Kampung Cigunung baru menyadari telah terjadi kecelakaan pesawat di tebing Gunung Puntang.
“Setelah ada Helikopter melintas di Kampung kami, baru kami tahu
ada tragedi pesawat jatuh di Gunung Puntang.” kenang Imas (46) warga
Kampung Cigunung, saat ditemui wasatha.com (Selasa, 09 Januari 2018)
Pesawat Merpati CN-235 dengan nomor penerbangan MZ-5601 jurusan
Semarang-Bandung hilang kontak sejak Minggu 18 Oktober pukul 13:40 WIB dan
diketahui menabrak Gunung Puntang (6800 kaki atau sekitar 2.040 meter).
Selama 20 jam, awak pesawat dan penumpang terdampar dan tidak
ada satupun yang selamat. Buruknya medan menuju lokasi kejadian menyulitkan tim
evakuasi untuk melakukan tindakan cepat terhadap korban. Proses evakuasi pun
dibantu warga setempat.
Majalah Tempo menulis kecelakan ini dengan judul “MERPATI
five six zero one. We are from Semarang“.
Sapaan itu mengalir lewat gelombang radio dari balik kokpit pesawat CN 235 Merpati Mz 5601 ke menara di Bandar Udara Husein Sastranegara, Bandung, pukul 13.35 WIB, Minggu.
Sapaan itu mengalir lewat gelombang radio dari balik kokpit pesawat CN 235 Merpati Mz 5601 ke menara di Bandar Udara Husein Sastranegara, Bandung, pukul 13.35 WIB, Minggu.
dok. Tempo |
Dalam kontak radio itu
Pilot Fierda Basaria Panggabean, 29 tahun, mengabarkan pesawatnya berada di
atas Cirebon pada ketinggian 12.500 kaki (4.144 meter). Trangadi, nama pesawat
Merpati itu, siap mendarat di Bandung 21 menit kemudian.
Cuaca Bandung ketika itu
kurang bersahabat. Sumardi, petugas di APP (Aprroach Control Office) Husein
Sastranegara mengabarkan kepada Pilot Fierda, hujan turun disertai guntur.
Awan bergelantungan kendati tak terlalu tebal, pandangan visual mengjangkau jarak 4-5 km. “Maintain one two five,” Sumardi berpesan agar Fierda mempertahankan ketinggian pesawatnya di 12.500 kaki.
Awan bergelantungan kendati tak terlalu tebal, pandangan visual mengjangkau jarak 4-5 km. “Maintain one two five,” Sumardi berpesan agar Fierda mempertahankan ketinggian pesawatnya di 12.500 kaki.
Bagi pilot dengan
pengalaman 6.000 jam terbang seperti Fierda, cuaca Bandung saat itu boleh jadi
tak terlalu mencemaskan. Maka dengan sepengetahuan APP di Bandara Soekarno
Hatta, Cengkareng, Fierda menurunkan Trangadi sampai 8.500 kaki (2.833 meter).
Dia mengabarkan manuver
itu ke Bandung pukul 13.40, dan memutuskan melakukan pendaratan dengan visual
approach, mengandalkan pandangan mata.
Sumardi menyilakan Fierda membuka kontak kembali setelah Trangadi melihat ujung landasan Bandara Husein.
Sumardi menyilakan Fierda membuka kontak kembali setelah Trangadi melihat ujung landasan Bandara Husein.
Namun kontak itu tak
pernah terjadi. Trangadi tak pernah mencapai Bandung. Pesawat CN 235 nahas itu
mengakhiri perjalanannya secara tragis di Gunung Puntang pada ketinggian 2.040
meter, sekitar 60 km arah tenggara Bandung. Tubuh pesawat hancur berkeping,
hangus terbakar.
Hidung pesawat menancap
ke tebing, menghadap ke selatan. Agaknya pada detik-detik terakhir Trangadi
masih mencoba menghindari tebing dengan mengangkat tubuhnya. Seisi pesawat, 27
penumpang dan empat awak, tewas.
Jenazah Fierda ditemukan tim SAR dengan tubuh
hangus, kedua tangannya masih memegang tangkai kemudi pesawat. Meka Fitriyani,
9 tahun, tewas dalam dekapan ibunya.
Seorang penumpang terlempar 20 meter dari
pesawat akibat benturan keras. Dia hanya beruntung lolos dari api, tapi tak
luput dari renggutan maut.
Setelah tragedi jatuhnya CN-235 tersebut, Maskapai Merpati
mendirikan tugu peringatan jatuhnya CN-235.
Di tugu itu tertulis 31 korban
tragedi jatuhnya Pesawat Merpati. Kemudian jalan menuju Desa Cipaganti pun
diabadikan dengan nama Jalan Merpati sebagai bentuk kenangan.
Tragedi itu
termasuk tragedi terburuk sepanjang sejarah kecelakaan Pesawat di Indonesia. [sidqi al ghifari | jurnalis wasatha.com wilayah Priangan Timur]
***
Berikut isi dari informasi dalam Tugu Merpati :
SEBAGAI UNGKAPAN RASA TERIMAKASIH ATAS PERAN SERTA MASYARAKAT
SETEMPAT DALAM PENGEVAKUASIAN KORBAN MUSIBAH PESAWAT MERPATI CN-235 PK-MNN PADA
TANGGAL 18 OKTOBER 1992 DI DESA CIPAGANTI KECAMATAN CISURUPAN KAB. GARUT
JAWABARAT.
MAKA P.T MERPATI NUSANTARA BERSAMA KODAM III SILIWANGI DAN PEMDA
GARUT MENYUMBANGKAN BANTUAN “PERBAIKAN JALAN DAN BALAI DESA”
CIPAGANTI, 20 FEBRUARI 1993
DAFTAR KORBAN MUSIBAH
AWAK PESAWAT
1.
CAPT. FIERDA PANGGABEAN
2.
F/0 ADNAN S.PAAGO
3.
C/ A RITA RUSLIATI
4.
C/ A KETTY
PENUMPANG
1.
MISS. YANA RUSWITA
2.
MR. RECKY TIRTO SUTOMO
3.
MRS. RECKY TIRTO SUTOMO
4.
MRS. ANNI
5.
MR. TRISNA HIDAYAT
6.
MR. VICTOR RATAK
7.
MR. KOSIM
8.
MRS. ETTY SURYATI
9.
DELLA (32 DL)
10.
CHILD MEKA FITRIANI (9 TH)
11.
CHILD FAUZAN (3,5 TH)
12.
MR. EFFENDI
13.
MR. EDDY
14.
MR. GOUW LAM SWIE
15.
MR. USMAN
16.
MR. SIDHARTA
17.
MRS. SIDHARTA
18.
MISS. VIVI
19.
CHILD TIA (5 TH)
20.
MRS. YATTY SUMARDI
21.
MR. ADJA WIKARJA
22.
MR. HARYOKO
23.
MR. TAN KIM CHING
24.
MR. BOY INDRA SUTOPO
25.
MR. ISDIANTO
26.
MR. PRABOWO
27.
MR. TIRTA HALIM