Foto : Google |
PERNIKAHAN
dini bukanlah hal baru dan asing untuk diperbincangkan, masalah ini sudah
sangat familiar kita dengar bahkan sudah banyak seminar-seminar baik dalam
forum ataupun media massa yang membahas masalah ini, banyak peminat dari
kalangan remaja yang antusias sehingga masalah ini sangat menarik untuk
dibahas.
Pada
era modernisasi pernikahan dini masih banyak terjadi dengan berbagai sebab, ada
yang terjadi karena hubungan asmara para remaja yang berujung pada perzinaan
yang kemudian terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dan terpaksa dinikahkan, namun
ada juga karena sebab perjodohan.
Sekretaris
Jenderal Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) Dian Kartika Sari mengatakan, Jawa Timur
menjadi provinsi yang paling tinggi mencatat angka perkawinan anak, tercatat 35
persen dari perkawinan disana adalah perkawinan usia dini.
Di
Aceh sendiri, menurut data yang tercatat di Mahkamah Syar’iyah, Bener Meriah
menjadi kabupaten dengan angka perceraian tertinggi di Provinsi Aceh.
Perceraian yang terjadi didominasi oleh pasangan muda, sebagian hanya bertahan
seumur jagung. Dari sekitar 300 kasus yang ditangani Mahkamah Syar’iyah
Redelong, Bener Meriah tahun lalu, 70 persen atau sekitar 210 kasus perceraian
yang didominasi pasangan muda, bahkan di bawah umur.
Menurut Undang-Undang Perkawinan Bab 11 Pasal 7 ayat
1 yang menyatakan bahwa perkawinan hanya dapat diizinkan jika pihak pria sudah
mencapai usia 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai usia 16 tahun. Dengan
demikian, jika masih dibawah umur, maka pernikahan dinamakan pernikahan dini.
Prof. Dr. Dadang Hawari seorang psikator mengatakan
“Secara psikologis dan biologis, seseorang matang berproduksi dan bertanggung
jawab sebagai ibu rumah tangga antara usia 20-25 tahun atau antara 25-30 tahun.
Dibawah itu kecepetan. Jadi pre-cocks, matang sebelum waktunya”.
Meskipun demikian, bukan berarti seseorang boleh
menikah kapan saja, diusia berapa saja. Harus sudah mantap dari segi ilmunya, baik
ilmu agama dan kondisi ekonominya. Perlu persiapan mental dan materi untuk
menjalani suatu hubungan. Karena pernikahan bukan suatu hubungan yang dijalani
dengan main-main, bukan hanya alasan untuk menghindari zina.
Semuanya mesti difikirkan dengan matang, karena akan
ada banyak problema dalam menjalani pernikahan itu sendiri. Apalagi diusia
sangat muda, saat teman-teman yang masih sibuk dengan sekolah dan sedang
menjalani serunya dunia remaja, dirinya harus disibukkan dengan segala urusan
dan masalah rumah tangga.
Ada beberapa dampak yang ditimbulkan dari pernikahan dini, antaranya
dampak positif
dan dampak negatif :
Dampak
Positif
Pertama,
Dukungan Emosional
: Dengan dukungan-dukungan emosional maka dapat melatih kecerdasan emosional
dan spiritual dalam diri setiap pasangan (ESQ).
Kedua,
Dukungan Keuangan
: Dengan menikah di usia dini, dapat meringankan beban ekonomi jadi lebih
menghemat.
Ketiga,
Kebebasan yang
lebih : Dengan berada jauh dari rumah maka menjadikan mereka bebas melakukan
hal sesuai keputusannya untuk menjalani hidup mereka secara finansial dan
emosional.
Keempat,
Belajar memikul
tanggung jawab di usia dini : banyak pemuda yang waktu masa sebelum menikah
tanggung jawabnya masih kecil dikarenakan ada orang tua mereka, disini mereka
harus dapat mengatur urusan mereka tanpa bergantung kepada orang tua.
Kelima,
Terbebas dari
perbuatan maksiat seperti zina dan lain-lain.
Dampak Negatif
Pertama,
Dari segi
pendidikan : kita tahu, seseorang yang melakukan pernikahan terutama pada usia yang masih
muda, tentu akan membawa berbagai dampak, terutama dalam dunia pendidikan.
Dapat diambil contoh, jika seseorang yang melangsungkan pernikahan ketika baru
lulus SMP atau SMA, tentu keinginannya untuk melanjutkan sekolah lagi atau
menempuh pendidikan yang kebih tinggi tidak akan tercapai. Hal tersebut dapat
terjadi kerena motivasi belajar yang dimiliki seseorang tersebut akan mulai
mengendur karena banyaknya tugas yang harus mereka lakukan setelah menikah.
Dengan kata lain, pernikahan dini dapat menghambat terjadinya proses pendidikan dan pembelajaran. Selain itu belum lagi masalah ketenaga kerjaan, seperti realita yang ada didalam masyarakat, seseorang yang mempunyai pendidikan rendah hanya dapat bekerja sebagai buruh saja, dengan demikian dia dapat mengeksplor kemampuan yang dimilikinya.
Dengan kata lain, pernikahan dini dapat menghambat terjadinya proses pendidikan dan pembelajaran. Selain itu belum lagi masalah ketenaga kerjaan, seperti realita yang ada didalam masyarakat, seseorang yang mempunyai pendidikan rendah hanya dapat bekerja sebagai buruh saja, dengan demikian dia dapat mengeksplor kemampuan yang dimilikinya.
Kedua,
Dari segi
kesehatan : Dokter spesialis kebidanan dan kandungan dari
Rumah Sakit Balikpapan Husada
(RSBH) dr. Ahmad Yasa SPOG, menjelaskan terkait dampak dari nikah
muda. Ada dua dampak medis yang
ditimbulkan oleh pernikahan usia dini ini, yakni dampak pada kandungan dan
kebidanannya.
Penyakit kandungan yang banyak diderita wanita yang menikah usia dini, antara lain: infeksi pada kandungan dan kanker mulut. Untuk resiko kebidanan, wanita yang hamil dibawah usia 19 tahun dapat beresiko pada kematian, selain di usia 35 tahun keatas. Dengan demikian dilihat dari segi medis, pernikahan dini akan membawa banyak kerugian. Maka itu orang tua wajib berfikir matang-matang jika ingin menikahkan anaknya dibawah umur.
Penyakit kandungan yang banyak diderita wanita yang menikah usia dini, antara lain: infeksi pada kandungan dan kanker mulut. Untuk resiko kebidanan, wanita yang hamil dibawah usia 19 tahun dapat beresiko pada kematian, selain di usia 35 tahun keatas. Dengan demikian dilihat dari segi medis, pernikahan dini akan membawa banyak kerugian. Maka itu orang tua wajib berfikir matang-matang jika ingin menikahkan anaknya dibawah umur.
Ketiga,
Dari
segi Psikologi : menurut para psosiolog, ditinjau dari segi sosial, pernikahan
dini dapat mengurangi harmonisasi keluarga. Hal ini disebabkan oleh emosi yang
masih labil, gejolak darah muda, dan cara pikir yang belum matang.
Pernikahan
dini memang dapat menjadi solusi untuk menghindari para remaja dari hal-hal
yang tidak diinginkan. Namun sangat banyak efek negatif yang ditimbulkan sebab
pernikahan tersebut tidak didasari atas dasar kemampuan dan kemandirian. [Raudhatul
Hasanah Lie | Mahasiswi Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam UIN Ar-Raniry
Banda Aceh]