Iklan

Iklan

"Bapak dan Ibu Rektor, kami lapar," Suara Mahasiswa di Banda Aceh

12/03/25, 10:40 WIB Last Updated 2025-12-03T03:40:00Z

UIN Ar-Raniry terima bantuan untuk mahasiswa terdampak bencana. (Foto: Humas UIN Ar-Raniry).

Banda Aceh - Kondisi mahasiswa perantau di Banda Aceh makin mengkhawatirkan pascabencana banjir bandang melanda sejumlah wilayah di Aceh.


Rifqi, salah satu mahasiswa asal Langsa yang menempuh pendidikan di Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry, mengungkapkan bahwa dirinya dan banyak mahasiswa perantau lain di Banda Aceh kini kesulitan untuk makan.


“Bapak dan Ibu Rektor, kami lapar. Kami mahasiswa perantau benar-benar kesulitan. Kami harap pada pimpinan berbagai universitas di Banda Aceh untuk buka dapur umum khususnya mahasiswa rantau,” pesan Rifqi disampaikan lewat Washata.com, Selasa (02/12/2025).


Rifqi mengaku, walau telah menerima bantuan uang saku dari UIN Ar-Raniry, namun hanya cukup untuk makan selama tiga hari saja. Belum lagi kebutuhan untuk mengisi bensin sepeda motor dan pulsa. 


“Tidak semua mahasiswa di Banda Aceh mendapat bantuan seperti UIN Ar-Raniry. Kami tidak ada dan cukup uang untuk beli makan di Banda Aceh yang sudah mahal. Mau beli atau masak sendiri pun sama saja, harga bahan pokok di pasar melambung tinggi,” ujar Rifqi.


Menurut Rifqi, kehadiran dapur umum di masa krisis seperti ini sangat berjasa dan berarti bagi seluruh mahasiswa perantau. Kebaikan para pimpinan universitas yang dapat mengakomodir hal ini menurutnya akan terkenang sangat manis nantinya. 


Rifqi menceritakan, bahwa uang bantuan dirinya dipakai untuk mengisi bensin sepeda motor. Rifqi ikut dalam antrian bensin yang panjang di SPBU Lamnyong. Setelah satu jam antri, stok bensin di SPBU habis untuk pengendara lain yang lebih dulu dari dirinya. Dalam kondisi bensin sepeda motor sedikit, ia terpaksa membeli bensin eceran seharga 25.000 per liter untuk sampai kembali ke kosan.


Saat ini Rifqi mengaku hanya mengandalkan biaya hidup di Banda Aceh dari bantuan UIN Ar-Raniry. Dua hari pertama bencana orang tua tidak dapat dihubungi. Rifqi baru mendapatkan kabar rumahnya terendam banjir pada hari ketiga pasca bencana lewat pesan WhatApps. 


Ayahnya yang sehari-hari berjualan mie Aceh dan ibunya yang merupakan ibu rumah tangga dipastikan tidak bekerja dalam kondisi ini. Rifqi mengaku tidak tega meminta uang saku pada orang tua. 


“Tidak ada uang tambahan. Jika hari biasa, selain kuliah, saya biasa bekerja di warung kopi. Saat ini warung itu tutup karena tidak ada gas dan harga mahal. Untuk sementara, saya tidak kerja,” tambah Rifqi.


Kondisi serupa juga ikut dirasakan oleh mahasiswa rantau lain di Banda Aceh, mulai USK, UBBG, Al-Wasliah, Ubudiyah, dan kampus-kampus lainnya. 


Teman Rifqi dari Aceh Tengah dan kuliah di Universitas Syiah Kuala (USK) hingga kini belum terhubung dengan orang tuanya. Kondisi uang sudah habis, Rifqi yang mampu beli makan selama empat hari turut membagi sebungkus nasi miliknya untuk makan berdua.


“Mahasiswa dari Aceh Tenggara, Aceh Tamiang, Gayo Lues, Aceh Tengah, Sibolga, hingga Padang yang kuliah  pada berbagai universitas di Banda Aceh juga merasakan hal yang sama. Bahkan lebih pahit lagi,” pungkas Rifqi. [Agamna Azka]

Komentar
Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE. #JernihBerkomentar
  • "Bapak dan Ibu Rektor, kami lapar," Suara Mahasiswa di Banda Aceh

Terkini

Topik Populer

Iklan