Ketegangan di Timur Tengah telah
mencapai titik kritis sejak eskalasi dimulai pada Oktober 1013 dengan bentrokan
antara Israel dan Hamas. Saat ini, situasi ini telah mempengaruhi negara-negara
regional seperti Lebanon, Suriah, Iran, dan Yaman, sehingga memperburuk
ketidakstabilan regional. Hizbullah Lebanon dan kelompok militan lain yang
bersekutu dengan Iran telah meningkatkan operasi militer sebagai respons
terhadap serangan Israel di Gaza, sehingga memicu kekhawatiran bahwa konflik
dapat meluas dan memicu perang habis-habisan di wilayah tersebut.
Selain berdampak langsung pada zona perang, permasalahan trsebut juga berdampak pada jalur strategis seperti Laut Merah, dimana pasukan AS dan meliter mnyerang kelompok Houthi di Yamanuntuk mempersiapkan kemudahan navigasi. Irak dan Suriah, dan mngacaukan situasi di kawasan.
Ketidakstabilan ini
telah menciptakan krisis kemanusiaan, khususnya di Gaza, di mana lebih dari 1,5
Juta warga Palestina terpaksa mengungsi. Meningkatnya konflik memberikan
tekanan pada perekonomian dunia, khususnya di sektor energi dan perdagangan
internasional, yang di perparah dengan permasalahan pasokan dari Timur Tengah.
Ketegangan yang terjadi di Timur Tengah
saat ini memberikan dampak signifikan secara global dan domestik terhadap berbagai
aspek, termasuk harga minyak, stabilitas perekonomian, dan nilai tukar mata uang.
Situasi ini menimbulkan kekhawatiran mengenai melonjaknya harga energi, mengingat
kawasan ini merupakan produsen minyak terbesar di dunia. Jika harga minyak dunia
terus naik di atas US$81 per barel, Indonesia diperkirakan akan menghadapi tekanan
fiskal yang lebih besar akibat peningkatan subsidi energi dan kemungkinan
melebarnya defisit APBN.
Di seluruh dunia, meningkatnya konflik
mengganggu rantai pasokan energi dan memperburuk ketidakpastian perekonomian. Bagi
Indonesia, ketidakstabilan ini telah melemahkan nilai tukar rupiah, sehingga meningkatkan
permintaan terhadap dolar AS sebagai aset yang aman di tengah kekhawatiran pasar.
Pemerintah Indonesia saat ini fokus pada strategi mitigasi, termasuk mempercepat
transisi energi dan mendorong perdagangan dengan pasar alternatif di luar Timur
Tengah.
Selain itu, konflik geopolitik ini juga kemungkinan besar akan berdampak pada aktivitas ekspor Indonesia, khususnya ke negara-negara seperti Arab Saudi dan Uni Emirat Arab yang merupakan negara tujuan utama perdagangan nonmigas. Pemerintah diharapkan mengambil langkah proaktif untuk menjaga stabilitas perekonomian di tengah ketidakpastian yang ada. [Ghifari]