“Saat ini kita tidak bisa bilang Aceh tak berwabah, sebab tidak tahu siapa yang sakit siapa yang tidak. Sebaiknya MPU mengurus soal fatwa bagi dai yang kontraproduktif pada upaya penanggulangan Corona dan aktivitas warga berkerumun memanjatkan doa tolak bala keliling kampung. MPU tidak perlu masuk ke wilayah penutupan warung kopi. Urusan warung kopi biarlah menjadi tupoksi pihak lain,”
Fairus M Nur |
WASATHA.COM, BANDA ACEH – Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh diimbau untuk
menerbitkan fatwa berkait keseragaman sikap para ulama, ustaz, dan teungku
di Aceh dalam memerangi virus Corona. Hal ini penting agar tidak lagi ditemukan
penceramah yang kontraproduktif, cenderung meremehkan imbauan medis akan
wabah ini.
“Sebaiknya MPU segera berfatwa,
termasuk fatwa menghentikan ujaran para dai yang sebagian di antaranya kontraproduktif
dengan penanganan Corona dan Surat Edaran Plt Gub. Fatwa MPU memiliki nilai
otoritatif bagi rakyat Aceh dalam penghentian
pandemi ini. Jangan sampai fatwa terlambat, sedangkan masjid-masjid dan
sebagian warga sudah mengambil langkah mandiri,” kata Fairus, akademisi
dari Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Ar-Raniry, Banda Aceh, Jumat (27/3/2020) menanggapi viral beberapa video sebagian penceramah yang menafikan imbauan medis dalam penanganan Virus Corona.
Fairus mengatakan, ceramah yang mengajak umat untuk tidak takut akan virus dan tetap diajak meramaikan shalat berjamaah di Masjid dan zikir-zikir lainnya menolak bala, saat ini sangat kontraproduktif dengan semangat semua anak bangsa memerangi wabah ini.
Menurutnya, hal itu tentu bukan sesuatu yang keliru, namun dalam kondisi seperti saat ini perlu keseragaman sikap dan MPU Aceh diimbau segera menertibkannya dengan mengeluarkan fatwa khusus.
Kondisi
terkini, seperti Tegal dan Provinsi Papua telah mengambil langkah mendahului
Pemerintah Pusat dalam melakukan lockdown
untuk menyelamatkan warganya. Hari ini, kata Fairus, beberapa Masjid di Banda
Aceh telah menghentikan ibadah Jumat tanpa menunggu fatwa MPU sebagai upaya serius
melokalisir penyebaran Corona.
Berkait pelaksanaan shalat Jumat,
ia juga mendorong MPU Aceh mengeluarkan fatwa berkait ini, mengingat Aceh mulai
masuk tahap mengkhawatirkan jika tidak segera dilakukan tindakan nyata oleh
otoritas Pemda dan otoritas ulama.
“Saat ini kita tidak bisa bilang
Aceh tak berwabah, sebab tidak tahu siapa yang sakit siapa yang tidak. Sebaiknya
MPU mengurus soal fatwa bagi dai yang kontraproduktif pada upaya penanggulangan Corona dan aktivitas warga berkerumun memanjatkan doa tolak bala keliling
kampung. MPU tidak perlu masuk ke wilayah penutupan warung kopi. Urusan warung
kopi biarlah menjadi tupoksi pihak lain,” katanya.
Dijelaskannya, saat ini
masyarakat tidak tahu siapa yang sakit dan siapa yang tidak. Selama ini pihak
terkait hanya fokus di bandara mengecek suhu tubuh, lupa mengawal di pos lintas
darat yang juga jadi jalur keluar masuk-orang.
“Alhasil, kita pun tak tahu siapa
yang telah terinfeksi sehingga menjadi carier (pembawa) virus di dalam
kerumunan jumat. Upaya menghindari mudarat dan menyelamatkan jiwa sangat kita
butuhkan saat ini. Keteledoran satu orang akan membunuh banyak orang,”
pungkasnya.
Meski Pemda Aceh dan sejumlah
pemerintahan kabupaten/kota telah mengeluarkan edaran penanganan Corona, namun
belakangan beredar ceramah sejumlah ustaz yang kontraproduktif dengan semangat
memerangi Covid19. []