WASATHA.COM, BANDA ACEH - Keberadaan Panglima Laot sebagai
lembaga adat yang memimpin masyarakat dalam urusan kelautan merupakan tradisi
yang tidak bisa lepas dari masyarakat Aceh. Karena itu, perlu dilakukan
penguatan kelembagaan agar tugas pokok Panglima Laot sebagai ujung tombak
penjaga sistem kelautan dapat berjalan dengan baik.
Hal tersebut disampaikan Asisten II
bidang Perekonomian dan Pembangunan Setda Aceh, Teuku Ahmad Dadek, saat membuka
pertemuan Panglima Laot se Aceh, di Ruang Serbaguna Sekretariat Daerah Aceh,
Banda Aceh, Selasa (8/10).
"Hukum adat merupakan perangkat
penting yang dihasilkan dari kepercayaan dan tradisi yang menyuburkan
nilai-nilai dan praktek bijak di masa lampau," kata Dadek.
Lembaga Adat di Aceh seperti halnya
Panglima Laot, kata Dadek, sempat melemah di masa Orde Baru yang diakibatkan
pemerataan hukum negara pada masa itu dan kembali mengerilya sejak dikeluarkan
perundang-undangan no 11 tahun 2006 tentang pemerintah Aceh, dimana Aceh
ditetapkan otonomi khusus yang dapat menjalankan lembaga adatnya sehingga
lembaga panglima laot kembali mendapatkan pengakuan beserta lembaga adat yang
ada di Aceh lainnya.
Ia mengatakan, penguatan kembali
lembaga yang sudah ada sejak ratusan tahun itu adalah langkah awal dan upaya
pemerintah Aceh untuk kesejahteraan masyarakat Aceh. Maka itu pertemuan
tersebut, kata Dadek, dilakukan supaya dapat mengidentifikasi tantangan dalam
penerapan hukum Panglima Laot di Aceh serta mampu menghasilkan visi yang akan
memperkuat sistem kerja Panglima Laot se-Aceh kedepan.
"Pertemuan ini adalah langkah
awal untuk membenahi lembaga," kata Dadek.
Ia menyebutkan, peranan Panglima
Laot bagi masyarakat nelayan Aceh sangatlah penting. Dengan fungsinya sebagai
pengatur pengelolaan sumber daya dan lingkungan laut, pengatur tata cara
penangkapan ikan dan pelaksana hukum Panglima Laot, dan sebagai mediator
dalam penyelesaian masalah dikalangan nelayan serta sebagai penghubung antara
nelayan dengan pemerintah.
Peranan tersebut, kata Dadek,
menunjukkan betapa besar dan kompleksnya tugas yang dipikul Panglima Laot. Maka
itu, Dadek menyarankan agar pertemuan yang mengsusung tema "Penguatan
Hukum Adat Laot Menuju Pengelolaan Perikanan Berkelanjutan" tersebut harus
menghasilkan rekomendasi terbaik untuk masa depan yang lebih baik.
Selain itu, Ahmad Dadek, juga
mengatakan lembaga Panglima Laot harus dapat membantu membangun sistem
koordinasi radio antar nelayan sehingga setiap nelayan dapat dilacak
keberadaannya juga menjaga untuk meminimalisir pergerakan nelayan nakal agar
keseimbangan laut tetap terjaga.
"Panglima Laot harus dapat
meminimalisir pelanggaran pada sistem penangkapan ikan seperti bom ikan, racun
dll, harus segera dimusnahkan," kata Dadek.
Sementara itu, Kepala Dinas Kelautan
dan Perikanan Aceh, Ilyas, mengatakan sistem hukum Panglima Laot merupakan
warisan endatu yang masih hidup dan melekat didalam masyarakat daerah pesisir,
yang mana Panglima Laot memiliki wewenang untuk mengatur sistem hukum kelautan
di masing-masing wilayahnya.
"Sudah 400 tahun lamanya
Panglima Laot masih hidup dalam masyarakat. Abad 14 pada masa Sultan Iskandar
Muda, dimana Panglima Laot memiliki wewenang memobilisasi penjajah dan
mengambil bea cukai pada setiap kapal yang singgah dan melawati laut
Aceh," kata Ilyas.
Ilyas mengatakan, berdasarkan
sejarah Panglima Laot memiliki peran penting dalam menjaga laut Aceh. Untuk
itu, ia menegaskan bahwa Panglima Laot adalah mitra sukses pemerintah Aceh
dalam menjaga sistem kelautan yang tersebar diseluruh pesisir Aceh.
Ia berharap dengan pertemuan ini
dapat memberikan dampak positif kedepannya agar sistem hukum kelautan Aceh bisa
terus berjalan dengan baik sesuai dengan yang diharapkan.[]