TIBA-tiba saja jagat sosial media di Aceh ramai dengan pembahasan poligami, nikah siri, dan Rancangan Qanun Hukum Keluarga yang sedang dipersiapkan di Komisi VII Dewan Pewakilan Aceh (DPRA) di masa akhir jabatan mereka di parlemen. Draft Qanun tersebut sedang dalam proses konsultasi di Kementerian Agama di Jakarta.
Informasi soal Qanun Keluarga kalah popular dengan point poligami yang semakin liar didiskusikan di ruang-ruang publik dan ruang media sosial. Jika mau rajin menelusuri status para aktivis dan akademisi di Aceh, setidaknya dalam pekan ini terdapat puluhan hingga bisa jadi ratusan status berkait poligami yang diupdate di dinding sosial media.
Sesuatu yang luar biasa, di akhir masa jabatan di DPRA, para wakil rakyat kita ini meninggalkan jejak yang cukup seksi. Malah, terkesan aneh sebenarnya melegalkan sesuatu yang sudah legal secara hukum syariat sebagaimana bunyi dalam ayat Alquran surat Annisa ayat.
“Danjika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilama kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi ; dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya” [An-Nisa/4 : 3].
Pembaca labil, bisa salah tafsir memaknai berita yang tak tuntas dicerna berkait Qanun Hukum Keluarga tersebut. Buktinya, pada akhir pekan ini sudah muncul beragam komentar tentang pelegalan poligami pada Rancangan Qanun Hukum Keluarga tersebut di mana para analisis sudah jauh keluar dari isu utama Qanun Hukum Keluarga yang mengatur masa depan keluarga di Aceh.
Ada analisis cerdas, mendukung, bahkan menolak tegas rencana pelegalan poligami di Aceh. Yang lebih berat, pembahasan sudah menjurus kepada menafikan ayat Alquran yang berbunyi tentang kebolehan poligami bagi seorang lelaki meski dalam koridor kata jika bisa berbuat "Adil".
Poligami, memang tidak pernah selesai dibahas meski teks dalam kitab suci berbunyi demikian adanya. Kita juga pernah mendengar, canda almarhum ustaz Arifin Ilham yang pernah viral berkait praktik poligami yang dijalankannya dan dalam keadaan tentram aman dan sejahtera. Tidak menakutkan!
Para lelaki, juga termasuk saya akan berfikir seribu kali untuk mengutarakan keinginan berpoligami kepada istr-istri kita. Kecuali mereka yang nekat dan tidak lagi ingin kembali ke rumah dan memilih rumah lain. Jika pun tercetus, terpaksa harus membahas isu ini, biasa istri kita akan pura-pura mendengarkan dengan serius atau bahkan langsung mengalihkan perhatian ke isu lain.
Pun demikian, para lelaki yang berkoar di grup-grup sosial media berkait poligami biasanya akan diam--termasuk saya--jika dipersilakan dikerjakan melakukan 'sunnah' itu. Jago kandang, alias jagonya membahas bersama kawan ngopi atau berdiskusi di grup-grup whatsApp hingga larut malam.
Poligami itu, kata sensitif jika dibahas di ruang publik, perlu waktu dan tempat yang pas dalam mengurai praktik ini. Salah-salah dibahas, akan mengantar anda kepada huru-hara dalam keluarga.
Poligami tentu berbeda dengan poli gigi, di poli gigi anda akan diarahkan membuka mulut untuk melihat persoalan yang diderita gigi anda. Kita harus berterus terang jika sedang masuk dan diperiksa di poli gigi. Berbeda dengan poligami, tidak semua laki-laki berterus terang akan hal ini.
Sembunyi-sembunyi, nikah siri, di sinilah sebenar letak persoalan dalam berpoligami. Sebenar kejahatan dan sumber malapetaka dari ikhwal poligami bermula yang tidak dijalankan sesuai syariat. Tidak terus terang, menuju kepada praktik nikah siri dan menjamurnya qadhi liar, tak berizin.
Jika masih ingin main-main di wilayah Poligami, mengamalkan tanpa ilmu dan syarat berlaku adil, maka tunggulah kasus Granat Maut dari Rumah Istri Muda, kembali terulang di Aceh. Suatu peristiwa menghebohkan pada September 2016 yang silam di Kampung Alur Punti, Bener Meriah, di mana istri muda tega menggranat keluarga istri tua dan merenggut nyawa anak-anak tak berdosa. Waspadalah!
* Penulis adalah Dosen pada Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Ar-Raniry,Banda Aceh. Email : arif.ramdan@ar-raniry.ac.id