Iklan

Iklan

Kisahku, Berawal dari Benci Jadi Cinta

Rizki Ananda
5/14/20, 19:02 WIB Last Updated 2020-06-27T09:55:20Z

Foto: doc. rizki
Ini merupakan salah satu kisah pertama yang kutuangkan dalam sebuah tulisan hangat mengenai sebuah perjalanan yang pernah kulalui, memang terdengar seperti sebuah curhatan namun bukan sembarang curhatan, karna dibalik rangkaian pengalaman indah dan realita akan menjadi perjalanan sejarah menarik yang tidak akan bosan untuk terus dibaca. Tulisan hangat ini kusampaikan dengan tujuan menjadi motivasi untuk tetap berpikir positif walaupun kondisi sedang negatif. Aku percaya, bahwa setiap kisah memberi makna positif agar menjadi insan yang lebih baik.

Oleh karenanya kisah singkat yang akan kuumbar pada dunia ini adalah sebuah pelajaran dalam hidup agar senantiasa selalu bersyukur, karena setiap apapun yang dibenci belum tentu menyakiti dan setiap yang tidak kita sukai selamanya tidak harus dibenci.

Berawal saat masih dibangku perkuliahan, sebagai layaknya seorang mahasiswa pastinya memiliki jiwa belajar dan berjuang. Hal itu yang pernah kualami ketika masih menempuh pendidikan di kampus Agama kebanggaan rakyat Aceh yaitu UIN Ar-Raniry Banda Aceh. Diriku yang pernah aktif sebagai seorang aktivis dakwah, menghidupkan gema dakwah di seluruh lingkungan kampus tercinta. Disini aku banyak belajar dan disini diriku banyak berjuang. Keilmuan dalam perkuliahan tidak memuaskanku, aku masih haus, haus untuk ilmu. Sejak masih duduk di madrasah akupun terlibat aktif di organisasi dakwah (ROHIS), aku pernah sekolah di MAN Lhokseumawe, disanalah awal diriku diperkenalkan akan pentingnya sebuah tarbiyah.

Ada yang berbeda dengan pelajaran di madrasah, bahkan tidak pernah sekalipun terdengar ditelinga ini, aku banyak tau dari sebelum itu. Saat pernah terlibat sebagai “Anak Rohis” akupun banyak belajar mengenai dunia Islam lebih jauh dan lebih dalam. Aku sudah terbiasa dengan istilah asing dan modern. Teryata Islam itu luas, mencakup segala aspek bukan hanya kerohanian saja. Misalnya, mengenai istilah liberalisme, pluralisme dan sekte lainnya yang berbahaya bagi Islam dan harus kita jauhkan. Aku bersemangat memperkenalkan keilmuan ini, bersama teman-teman Rohis yang kehidupan dan aktivitas mereka selalu berada di musholla madrasah, aku kagum dengan teman seperjuanganku di Rohis, setiap hari ketika mereka kumpul di musholla, ada saja yang mereka bicarakan dan semuanya perkara ilmu, nongkrong pun jadi tidak sia-sia.

Kemudian masa itu pun berlalu aku berpisah dengan mereka sampai saat ini, hanya beberapa orang yang masih bersama. Masing-masing mereka sudah dibangku kuliah yang berbeda. Aku pun sama, diriku bersama teman sahabat karibku semasa di Rohis yaitu Nabil Makarim berjuang di perantauan ibukota Banda Aceh menempuh pendidikan di kampus yang berbeda. Walaupun kami berbeda kampus, diriku di UIN Ar-Raniry dan dia di LIPIA Banda Aceh tapi tidak terasa jauh, kami masih bersama dengan seringnya bertukar pandangan mengenai Islam, oh, tidak ada yang berbeda ketika masih di madrasah dulu.

Singkat cerita akupun kuliah, di kampus aku pribadi yang tidak bisa duduk diam saja dalam kuliah, aku suka bersosial, mencari banyak pengalaman daripada sekedar duduk didalam ruang, ada yang harus kucari, aku sudah merencanakannya jauh-jauh hari sebelum aku berada di kampus, karena kerinduanku dengan Rohis membuat diriku mencari wadah yang sama. Alhamdulillah kemudahan datang, aku berjumpa dengan sebuah Lembaga dakwah Kampus bernama “LDK Ar-Risalah” wadah yang kuimpikan, wadah yang pernah ditempuh oleh murabbi Rohisku. Aku pun terlibat dan mengambil peran didalamnya.

Ukhuwah yang dibangun didalamnya sama seperti Rohis di sekolahku, bahkan teman-teman yang kuceritakan selalu berada di musholla dan mereka selalu berkumpul berbicara perkara keilmuan dan dunia Islam, disini pun kudapatkan. Hanya saja perbedaanya adalah ketika aku berada disini lebih mengajariku banyak berjuang dalam menghindupkan gema dakwah didalam kampus. Awalnya diriku tidak tau membentuk kepemimpinan (leadership) sekarang aku jadi tau, awalnya diriku masih agak malas mengamalkan aktivitas ibadah harian seperti Dhuha, Puasa Sunnah dan lainnya, jadinya aku terbiasa.

Dan yang paling berdampak besar bagiku adalah wadah ini mengajariku untuk mental kuat dalam Public Speaking yang jarang kudapatkan di perkuliahan. Aku pun memiliki jiwa kritis layaknya mahasiswa tapi masih dalam koridor. Maksud masih dalam koridor adalah tidak langsung menyingkapi sebuah permasalahan serta merta dengan demonstrasi seperti mana yang lain, masalah yang ada hakikatnya  mengajari kita untuk banyak berfikir kedepan sebelum mengambil langkah bukan langsung bertindak gegabah. Kita bukan hanya berfikir bagaimana tujuan terkabulkan, namun harus juga berfikir dampak dan mudharat yang akan ditimbulkan.

Singkat kisah, aku pun mulai masuk pertengahan semester, aku lupa semester berapa itu. Karena sudah lumanyan lama. Berawal dari mata kuliah pratikum media online yang diasuh oleh Bapak Arif Ramdhan, Dosen sekaligus Jurnalis Senior media harian Serambi, beliau sangat kompeten dan berpengalaman dalam bidang tersebut. Beliau mengajari banyak hal mengenai dunia jurnalistik, namun jujur saja, awalnya aku masih tidak menyukai media, bagiku saat itu media adalah wadah yang buruk. Media banyak mengumbar keburukan orang lain, mengumpat, menuduh, menghakimi dan provokatif dan dominan kepada para penjabat tertentu. Belum lagi dulunya ketika masih di madrasah ada saja peberitaan yang kurang enak kudapatkan dari media yang menuduh esktrimis kalangan tertentu. Hal itu yang membuatku benci, dan memutuskan tidak mau menyentuh ke ranah Jurnalistik.

Perjalanan pun berubah dan padanganku terhadap media berubah selama aku mengenal Bapak Arif Ramdhan, beliau yang merupakan mantan jurnalis majalah Sabili, yang merupakan salah satu majalan dakwah favoritku. Beliau mengajari bagaimana media yang sebenarnya dan bagaimana peran kita mengubah menjadi lebih baik, ada banyak pertanyaan dalam benakku sudah terjawab, kuncinya semua pada siapa yang memegang kendali.

Jika yang mengendalikannya orang baik dan beragama dan takut kepada Allah pastinya itu akan baik, sebaliknya jika yang memegang orang yang tidak baik, tidak beragama dan tidak takut Allah maka itu buruk. maka aku dan teman-temanku  banyak belajar dari beliau. Salah satu hal yang masih teringat dalam fikiran ini adalah bagaimana beliau mengarahkan kami untuk mengambil peran menjadikan media sebagai ajang dakwah dan mengubah paradigma masyarakat akan buruknya media.

Intinya adalah jika bukan kita yang bergerak dan mengambil peran maka tangan-tangan kotor yang akan menguasainya, dan sampai kapan mau acuh tak acuh dengan itu. Jika kita mampu mengambil peran mengubah media menjadi ladang amal, membela kaum lemah dan memberantas kebohongan yang terlanjur tersebar. Kenapa tidak? Singkat cerita akupun tidak lagi membeci media dan mulai mencintainya.

Kisah berlanjut, bapak Arif mengajari kami untuk bermedia dengan menulis berita dan memposting di media yang beliau beri, hari itu ada peristiwa luar biasa terjadi di masjid kampus, ada  bapak Giovanni, seorang duta besar dari Australia bersyahadat, aku dan beberapa rekanku memburu berita hangat ini, ada banyak yang membuat berita dan hampir semua, ketika aku meliput dan itu pertama kulakukan, aku melihat ada bapak Arif juga bersama beberapa rekan beliau di harian serambi meliput dan mengabadikan momen fenomenal itu.

Lalu pada malam harinya aku membuat berita, aku melihat teman-teman lain telah terlebih dahulu menaikkan berita yang sama di media yang diberikan bapak arif untuk ditayangkan disana, aku sedih dan patah semangat karena berita yang kuliput sudah ada yang menaikkan. Padahal itu adalah kesempatan emas untuk tugas. Berselang menit kemudian, aku terkejut tiba-tiba bapak Arif menghubungiku melalui pesan Whatsapp dengan permintaan beliau ingin aku menjadi editor, mengedit sebuah berita yang beliau tulis sendiri di sebuah domain blog beliau. Blog inilah yang kemudian menjadi cikal bakal lahirnya Wasatha.com seperti saat ini.

Kemudian aku yang yang masih naif dan polos mengatakan kepada bapak Arif untuk tidak berani mengotak ngatik tulisan yang telah beliau buat, aku mengatatkan “mohon maaf pak, saya tidak mahir, saya masih belajar sama bapak, saya tidak berani mengedit tulisan bapak, sebab itu sudah bagus dan sempurna”.

Bapak Arif dengan lembut meminta diriku mengedit tulisan itu, Akhirnya aku pun terpaksa mengedit berita itu dan merasakan penyesalan dalam hati sebab berqani mendahului punya yang lebih senior dalam pemberitaan.

Keesokan harinya, kami masuk perkuliahan bersama bapak Arif, kami melihat bapak Arif tersenyum seprti bahagia, beliau pun duduk seraya memberi salam, kami pun menjawab salam beliau, berbasa basi seidkit lalu kemudian beliau langsung menceritakan kejadian malam itu tentang aku mengedit tulisannya, itu membuat gelak tawa apalagi dengan sifat naif dan polos dari pesan yang kukirim kepada beliau malam itu. aku pun juga tersenyum malu.

Kemudian beliau memperkenalkan tampilan CSS dan HTML dari blogspot yang merupakan wadah bagi para penulis termasuk berita, ternyata maksud dari bapak Arif menyuruhku mengedit tulisannya adalah untuk menjadi editor tulisan, aku pun kagum dengan cara beliau.

Kemudian bapak Arif pun melontarkan pertanyaan kepada kami menanyakan kepada kami seruangan untuk mau tidak mengambil peran mengelola media, menjadikan yang dikelola menjadi sebuah media pers online layaknya serambi dengan para pengurus redaksi, dan redaksi itu kami yang akan megelolanya. Bapak Arif tidak langsung memberikan kesempatan itu dan jika kami tidak menerimanya maka peluang itu akan diberikan ke unit yang lain.

Maa Syaa Allah, tidak tunggu lama sontak kami dengan bahagianya mengangkat tangan dan In Syaa Allah sanggup mengemban amanah menjadikan blognya itu menjadi sebuah media besar. Kami pun siap, pemilihan pimred dan pengurus dilakukan, ada 4 orang kadidat saat itu yang dipilih menjadi pimred yaitu Aku, Emi, Dhiya dan Roni. Musyawarah pun dilakukan, voting pun diputuskan semua pun memberikan suara, banyak suara memilih dhiya sebagai pimred, maka dhiya pun menjadi dipilih menjadi pimred pertama Wasatha.com, kami pun senang dengan dipilihnya sebagai pimred walaupun sama-sama menjadi kandidat. Karena pimred itu amanah besar dan mempu merangkul semuanya, dan dhiya memiliki kapasitas untuk itu. dhiya adalah sahabat dan rekan sesama aktivis dakwah kampus.

Kemudian Aku, Emi dan Roni ditunjuk oleh bapak Arif sebagai editor berita, bertugas menyaring berita, mengedit dan mempublikasi ke blog yang merupakan Wasatha.com. hari itu menjadi bersejarah bagi kami yang berada dalam ruang. Kami mempunyai impian terbaik untuk dilakukan. Kami bersemangat menulis, dan menulis berbagai peristiwa unik, menarik dan esentrik dan kekinian untuk dibaca. Ada yang gemar bercerita membuat tulisan artikel atau feature. Ada yang suka kuliner membuat Tulisan mengenal kuliner Aceh. ada yang suka politik dan pemerintahan, mereka membuat tulisan mengenai itu, dan ada yang suka menulis tentang agama seperti aku salah satunya, menulis untuk itu, ekonomi, sejarah, politik dan tourism semua ada.

Tugas kami sebagai editor ialah menyaring berita itu serta mengedit tulisan itu agar lebih menarik untuk dibaca. Aku masih teringat kami bersama mengatur jadwal untuk berganti menjadi editor, Emi dan Dhiya mereka mendapatkan shift hari, dimulai dari jam 06:00-18:00 WIB. Sedangkan aku dan Roni pada malamnya dimulai dair jam 18:00-06:00 WIB.

Ketika aku mengetik, Jari jemari tanganku bermain, berdansa mengikuti arah letak tombol-tombol keyboard dengan suara ketikan yang bisa dibuat menjadi sebuah melodi. Tidak terasa sudah biasa ia untuk itu. Bapak Arif yang sudah kami anggap sebagai orang tua angkat kami, terus saja membimbing dan membina kami agar semakin lebih baik menjadi editor.

Kemudian tiba masanya sebuah masa dimana kampus menyelengarakan kegiatan besar dan nasional, momen itu adalah luar biasa yang tidak pernah kami lupakan, kegiatan yang bertajuk PIONIR itu terselenggarakan di Aceh tepatnya di kampus tercinta kami. Kami bisa menyaksikan se-Indonesia datang kemari sama-sama berjuang dalam sebuah kompetisi. Maa Syaa Allah, Acara spektakuler. Kami pun tidak mau ketinggalan mengambil peran untuk meliput acara ini untuk media kami. Bapak Arif masih membimbing dan mengarahkan kami. Pada hari itu masing-masing dari kami mengambil posisi, aku pun mengambil peran menjadi wartawan lapangan bersama fadhil dengan kamera teman yang kupinjam saat itu.

Ketika bertugas Aku bersama fadhil terjun lapangan memburu berita bagus untuk dinaikkan. Aku berfikir sangat mudah untuk itu, rupanya tantangan dilapangan sangat keras, kita harus rela berhimpitan dengan jurnalis lain, belum lagi kita ditekan dan dikekang oleh beberapa pengawal penjabat. Aku yang kurus patus bersyukur, badanku yang kecil memudahkanku untuk masuk dalam celah, akupun mendapatkan foto-foto bagus. Haru itu hari sangat terik, lapangan berdebu. Tapi tidak mengalahkan semangatku, bahkan aku tidak menyadarinya. Sampailah saat momen dimana kawanan gajah pembawa bapak Prof. Farid Wajdi Ibrahim, Rektor UIN Ar-Raniry dan Lukman Hakim Saifuddin, Eks. Menag RI 2014-2019. Betapa beraninya diriku mengambil foto secara dekat hampir saja aku terijak dengan kaki gajah, tapi Alhamdulillah selamat.

 Prof. Farid Wajdi Ibrahim melakukan pawai gajah jelang acara penbukaan besok hari,
Foto: doc. Rizki tahun 2017
Suka duka kami lalui bersama di Wasatha.com. masing-masing kami punya cerita berbeda terhadapnya, apalagi saat PIONIR. Aku pribadi mempunyai sebuah kisah yang kurang mengenakkan untuk diceritakan dan itu merupakan musibah yang telah kulalui. Ceritanya panjang dan tidak mungkin aku kisahkan dari Awal dari A-Z. Dari sahabatku Emi yang merupakan rekan media sudah menaikkan kejadian ini dalam tulisan blog pribadinya, dan kalian dapat membacanya.

pada intinya musibah ini ada ujian kesabaran serta wasapada bagiku. Aku pernah kecelakaan yang hampir maut ketika masa PIONIR. Kejadian berawal pada hari Jum’at pada saat kegitan PIONIR dihentikan sementara karna sudah memasuki waktu shalat Jum’at. Aku yang masih sedikit lagi menyelesaikan beberapa tulisan untuk ditayangkan, tidak enak hati. Aku tidak merasa nyaman sendiri, aku berfikir karena sudah masuk waktu Jum’at dan sebentar lagi khatib Jum’at akan naik atas mimbar.

Tidak tunggu lama aku pun bergegas menuju masjid, aku pamitan kepada teman-teman mediaku untuk ke masjid serta mengajak mereka. Akupun memberikan beberapa pesan kepada mereka mengenai berita yang dinaikkan dan aku tidak ingat lagi itu.

Aku pun pergi dengan buru-buru karena takut telat, walaupun aku tidak kebut-kebutan. Lalu Nampak dari jauh ada sebuah mobil, terlihat mobil itu sedang memutar balik dari arah Auditorium Ali Hasymi menuju arah keluar kampus. Saat berbelok mobil itu memakan badan jalan hingga trotoar, jalan tertutup dengan mobil, Alhasil mobil itu berhenti dan ingin mundur agar bisa berbelok, lalu aku dengan motorku melintasi jalan tersebut dan menabrak pintu samping mobil hingga penyot,  begitupun denganku yang babak belur dan keretaku yang setengah hancur.

Aku tidak sadarkan diri, aku dibawa lari ke klinik UIN oleh orang tersebut yang ternyata merupakan seorang kontigen. Beliau mengatakan bahwa mobil tersebut merupakan milik dosen kampus yang ia minta pinjam, maka pantas ia belum terlalu bisa menguasai jalan di kampus, terutama pada simpang auditirioum yang jalanannya tidak terlalu lebar saat mobil berbelok.

Waktu sedang Jum’at berlangsung aku tidak jadi ke Masjid karena kondisiku. Setelah selesai Jum’at dengan sedikit pusing aku pun menelpon Emi dan mengatakan diriku di klinik UIN, emi, adam dan beberapa teman lain pun menjenguk dan menjemputku. Mereka pun terkejut, karena sebelum itu aku sehat dan mereka berfikir aku sudah bernagkat ke masjid. Mereka merangkulku dan mengantarkan untuk beristirahat di gedung media yang menjadi titik kumpul kami dalam acara PIONIR. Aku pun cuti sehari tidak meliput karena keadaan belum memungkinkan, aku dijemput oleh temanku Zulfan Afdhilla yang merupakan sahabat karib satu organisasi keagamaan kampus, darinyalah aku meminjam kamera untuk meliput kegiatan PIONIR. Temanku yang merupakan seorang youtuber ini mengantarkanku pulang dan beristirahat di Rumahnya, setelah sadar sedikit aku bercerita kepadanya tetang persitiwaku dan dia memahami.

Karena kondisiku belum membaik untuk terjun kembali sebagai junalis lapangan pada acara PIONIR, maka aku tetap beristirahat, kondisi kian membaik, aku dan sahabatku, Zulfan pergi untuk melihat kondisi motorku tak bisa kubayangkan sangat miris dan tragis, dan sangat parah rusaknya. Aku patut bersyukur karena Allah masih menyelamatku dari musibah yang bisa saja merengut nyawaku. Allahu Akbar.

Kemudian setelah aku sudah pulih, aku kembali ke medan tempur, namun peranku kali ini tidak di lapangan seperti sebelumnya, tapi dalam ruangan-ruangan lomba. Ada banyak cabang lomba dalam PIONIR, tidak terhitung. Maka dari masing-masing kami berada pada masing-masing lomba. Kebetulan aku berada dalam lomba tahfidz, tanpa disadari aku berjumpa teman karibku yang lain yang merupakan Hafidz Qur’an dia juga pernah aktif sebagai aktivis dakwah, sudah lama aku tidak berjumoa dengannya. dia menang sebagai juara 3 cabang lomba tersebut, Aku bahagia berfoto dengannya, hari itu tidak bisa kulupakan setelah aku mengalami kecelakaan.

Ternyata, setelah kecelakaan itu ada hikmah besar yang kualami, begitupun teman-temanku. Aku lebih fit dari sebelumya. Aku dan teman-teman ku di hubungi oleh Humas kampus untuk dipercayakan sebagai media partner utama kegiatan PIONIR, Alhamdulillah betapa bahagianya hati kami mendapatkan amanah kami, karena media kami kecil, tapi mulai semakin naik daun.

Banyak yang sudah megetahui keberadaan kami. Media kami menjadi rujukan untuk yang lain mencari infromasi mengenai PIONIR, hal itu bisa dilihat dari tingginya jumlah viewer pembaca setiap berita yang dinaikkan.

Kami makin bersemangat meliput berita, sampai akhir penutupan PIONIR. Setelah pionir kami pun mendapatkan sertifikat khusus sebagai bentuk apresiasi bagi kami karena sudah menjadi jurnalis acara. Kenangan ini adalah salah satu yang tidak mungkin dilupakan, manis sekali. Suka duka bercampur jadi satu. Masing-masing kami punya kisah tersendiri yang bisa dituangkan dalam sebuah tulisan indah.

Tepat pada bulan Ramadhan beberapa tahun lalu Wasatha.com pun resmi launching, hal ini menjadi titik awal bagi kami untuk berkarya lebih banyak lagi memberikan informasi terbaik bagi ummat. Aku pun yang diamanahkan sebagai Redaktur Dunia Islam sampai saat ini, mempunyai kewajiban harus lebih fokus memajukan rubrik ini. Selain itu, mengembangkan tulisan dan pemberitaan dengan topik seputar dunia Islam.

Kegiatan Launching Wasatha.com bersama rakan penggerak awal bahtera

Bagiku Wasatha.com adalah keluarga kedua, tempat berbagi, belajar dan saling berkarya. Wasatha bukan hanya sebatas media, tapi ikatan kekeluargaan yang dibangun dalam jalinan persaudaraan. Mari bersatu menjadi satu, untuk satu kebenaran, hancurkan satu kebohongan, dan jadi satu garda terdepan menyebarkan Informasi terbaik bagi ummat. Wassalam.

Salam ukhuwah, Salam Sukses, semangat untuk penerus selanjutnya :)

Selamat Milad WASATHA.COM ke-4




Komentar
Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE. #JernihBerkomentar
  • Kisahku, Berawal dari Benci Jadi Cinta

Terkini

Topik Populer

Iklan