WASATHA.COM - Di Era
Milineal perkembangan teknologi dan Informasi sangat pesat. Tidak heran, jika sedikit
saja salah langkah bisa merugikan diri sendiri bahkan orang lain.
Pada jaman
yang super sibuk ini, stres bisa datang kapan dan dimana saja. Tentu ada
abanyak cara mengatasi stres, salah satunya dengan bermain game. Namun tetap
harus diwaspadai, daya tarik game ini bisa sangat kuat sehingga tidak sanggup
dibendung.
Tidak hanya
anak-anak, remaja hingga orang dewasa pun ikut terjerat olehnya.
Tahun ini
saja sudah sangat banyak jenis game yang terlihat, sebut saja Player Unknown's
Battlegrounds (PUBG) merupakan jenis game peperangan yang dimainkan secara
online.
Game ini
kian populer dikalangan pemuda, remaja, hingga anak-anak pun ikut terjerat
olehnya.
Kini game yang
pada awalnya dimainkan untuk menghilangkan stress ini malah berubah menjadi
sebuah kebutuhan bagi pemainnya. Dibalik perkembangan permainan PUBG dan game
digital lainnya, terdapat dampak negatif yang perlu diwaspadai. Permainan
ini dapat dimainkan secara berlama-lama, karena sifatnya sebagai
sarana hiburan.
Kecanduan game
online PUBG sudah meluas hingga hampir ke seluruh dunia. WHO mengklasifikasikan
kecanduan bermain game sebagai gangguan mental, dengan sebutan gaming disorder
dan dikelompokkan dalam kategori yang sama dengan kecanduan berlebihan.
dikutip liputan6.com
Dampak dari game ini sudah mulai meresahkan orang tua dan masyarakat pada
umumnya, Mulai dari kisah tragis Xu Tianci anak berumur 13 tahun asal Tiongkok jatuh
dari lantai 4 akibat terpengaruhi game online PUBG, hingga mendorong kepada perbuatan
kriminal seperti pada kasus penembakan 2 Masjid di Slandia Baru yang sempat meresahkan dunia pada 15 Maret 2019 lalu
Contoh tersebut
merupakan sedikit dari dampak game online PUBG dan masih banyak contoh lain
yang kita temukan di dunia nyata.
Awalnya cuma
menembak di dunia virtual, kemudian terasah dan muncul keinginan untuk
melakukannya dalam bentuk live action. Jelas kasus serupa adalah sebagai salah
satu bentuk gejala gangguan mental, bisa saja terjadi disekitar kita bahkan
orang terdekat.
Sangat
disayangkan bila PUBG tersebut mengakibatkan gangguan mental si anak, hal ini
tentu berpengaruh kepada psikis anak. Mereka akan mudah cemas, cepat sedih, sampai
mempengaruhi akhlak dan karakter anak.
Besar
kemungkinan ia akan melupakan pola hidup sehat yang seharusnya dilakukannya
setiap hari. Ia akan lupa makan, lupa tidur, kurang minum, dan akhirnya
mengabaikan kebersihan diri sendiri.
Untuk mereka
yang melakukan gaming dirumah dan warung kopi (warkop) yang menggunakan
jaringan Wifi bisa menjadi akan menghabiskan waktu berhari-hari di warung
kopi tersebut untuk melakukan aktivitas mereka.
Waktu yang
seharusnya digunakan untuk melewatkan kebersamaan dengan orang-orang terdekat,
seperti keluarga atau teman-teman, jelas akan berkurang, hingga bisa membuat si
penderita gaming disorder akan terkucilkan, dan melakukan tindakan kriminal.
Bermain
dengan bijak penting dilakukan untuk menghindari efek kecanduan bermain game. Kita
bisa mulai hari ini dengan membatasi waktu ketika bermain game. Tentukan waktu
yang baik untuk main game dan jangan sampai dipengarui sehingaa rela bergadang terus-menurus.
Disini orang
tua juga memiliki peran penting untuk mengawasi dan mengontrol aktivitas anak
dalam bermain game online maupun digital, baik dari segi waktu maupun konten
permainan. Sebagai catatan tambahan, permainan yang melibatkan kerja tim dan
membunuh musuh disinyalir cenderung lebih adiktif.
Jadi,
ingatkan pada si anak jika sudah bermain terlalu lama yang berdampak
negatif, upayakan dengan mengabadikan kegiatan aktif dengan melakukan
aktivitas penting dan kegiatan ektrakuler yang bermanfaat bagi si anak yang
berdampak positif baik segi kesehatan dan perkembangan anak. [Raihan Agustin adalah Alumnus FDK UIN
Ar-Raniry]