T Lembong Misbah |
SIAPA cepat dia dapat, begitulah adagium yang kerap kita dengar saat adanya kesempatan yang melintas di
hadapan mata.
Adagium ini dapat pula dimaknai dengan berlomba melawan waktu (racing against time) agar momentum dan kesempatan baik tidak terlewatkan begitu saja.
Ada banyak peluang berharga terbuang percuma, saat seseorang tidak mampu menangkap dan menggunakan peluang itu secara baik.
Karena itu, acapkali orang mendulang kecewa saat peluang emas lepas, apalagi kesempatan itu ternyata lebih duluan ditangkap dan diambil oleh orang lain.
Betapa kecewanya Umar bin Khattab, saat mengetahui apa yang telah dilakukan oleh Abu Bakar. Sambil menekuk kedua lututnya, air mata tumpah tak terbendung. Dalam dada Umar bergemuruh dan kecewa sebab tidak bisa melakukan seperti apa yang dikerjakan oleh Abu Bakar.
Setiap selesai shalat subuh Abu Bakar pergi ke pinggiran kota Madinah, hal itu menarik perhatian Umar bin Khattab dan membuatnya penasaran.
Saat itu, Abu Bakar mendatangi sebuah gubuk kecil beberapa saat, lalu dia pulang kembali ke rumahnya. Umar tidak mengetahui apa yang ada di dalam gubuk itu dan apa yang dilakukan Abu Bakar di sana.
Umar mengetahui segala kebaikan yang dilakukan Abu Bakar kecuali rahasia urusan gubuk tersebut.
Hari-hari terus berjalan, Abu Bakar tetap mengunjungi gubuk kecil di pinggiran kota itu. Umar masih belum mengetahui apa yang dilakukan Abu Bakar di sana. Sampai akhirnya Umar memutuskan untuk masuk ke dalam gubuk itu sesaat setelah Abu Bakar meninggalkannya.
Umar ingin melihat apa yang ada
di dalam gubuk itu dengan mata kepalanya sendiri. Dia ingin mengetahui apa yang dilakukan oleh sahabatnya di situ.
Manakala Umar masuk ke dalam gubuk kecil itu, Umar mendapatkan seorang nenek tua yang lemah tanpa bisa bergerak.
Nenek itu juga buta kedua matanya. Tidak ada sesuatu pun di dalam gubuk kecil itu.
Umar tercengang dengan apa yang dilihatnya, dia ingin mengetahui ada hubungan apa nenek tua ini dengan Abu Bakar radhiallahu ‘anhu.
Umar bertanya, “Apa yang dilakukan laki-laki itu di sini?” Nenek menjawab, “Demi Allah, aku tidak mengetahui, wahai anakku. Setiap pagi dia datang, membersihkan rumahku ini dan menyapunya. Dia menyiapkan makanan untukku. Kemudian dia pergi tanpa berbicara apapun denganku.”
Kebaikan yang dilakukan oleh Abu Bakar tersebut tentunya sangat memesona, ia mampu meciptakan peluang kebaikan dari situasi sosial yang ada di sekitarnya, dan itulah yang cukup disesali oleh Umar, mengapa ia tidak sepeka dan secepat apa yang dilakukan oleh Abu Bakar.
Allah berfirman: Maka berlomba-lombalah (dalam membuat) kebaikan. Di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. al-Baqarah, 2: 148).
Semangat berlomba-lomba dalam kebaikan inilah sejatinya menjadi moral kolektif masyarakat kita yang notabene Islam.
Elok rasanya bila tidakada lagi politik saling menjatuhkan dan merendahkan serta tidak melihat orang lain sebagai saingan tetapi mitra untuk bisa menebar kebaikan.
Ujaran kebencian dan hoax yang kerap memunculkan perselisihan mestinya jauh dari perilaku masyarakat yang mengaku sebagai bangsa beragama.
Mari berburu waktu untuk kebaikan, niscaya kita akan mendapatkan hasil tangkapan berupa kemajuan, ketenangan, kedamaian di tengah-tengah masyarakat.[]
T.Lembong Misbah adalah Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Ar-Raniry, Banda Aceh. Bisa dihubungi di email : Lembong.info@gmail.com.