SANGAT manusia bila
seseorang merasa sedih dan pilu manakala ditinggalkan oleh seseorang yang
sangat dicintainya, katakanlah para keluarga Korban Lion Air JT 610 yang jatuh beberapa
waktu lalu. Air mata tak terbendung, tumpah ruah mengalir deras diselingi isak
tangis dan doa-doa yang menyayat qalbu, berharap agar Tuhan memberikan yang
terbaik bagi jiwa-jiwa yang mereka cintai.
Musibah acapkali datang
dengan tiba-tiba dan tidak disangka-sangka, sehingga kerap membikin shock dan guncangan
jiwa yang dahsyat bagi keluarga korban. Guncangan jiwa yang dahsyat itu bila
tidak di back-up oleh sandaran iman yang kuat maka berpotensi besar terjadinya gangguan
pada kehidupan normal.
Kesedihan mendalam yang
dialami keluarga korban musibah tentunya tidak elok jika sampai melupakan kuasa
Allah, Yang Maha Berkehendak. Jatuhnya pesawat hanyalah salah satu sebab dan cara
Allah untuk memanggil hamba ke haribaan-Nya. Pun demikian tentunya musibah itu
patut disayangkan, apalagi jika ditengarai adanya human error.
Terapi terbaik agar mampu
menghadapi musibah yang membuncahkan jiwa adalah menyandarkan diri pada sang
Khalik. Niscaya orang yang menyandarkan dirinya pada Allah tidak akan mudah
goyah dan lepas kendali, ia akan tetap bisa berdiri kokoh bagai karang di laut luas
sekalipun dihempas obak yang kuat. Baginya semua yang ada di bumi ini hanyalah
milik Allah dan kembali kepada Allah. Hidupnya ia gantungkan sepenuhnya pada sang
Maha Kuasa.
Imam Ibnu Taymiyyah berujar
“Jangan terlalu bergantung pada siapapun di dunia ini. Karena bayanganmu saja
akan meninggalkanmu di saat gelap. Allah
berfirman “”Cukup bagi kami Allah dan sebaik-baik tempat penyerahan diri” (Q.S.
Ali Imran:173).
Penyerahan diri seseorang
secara full kepada Allah akan melahirkan ketenangan jiwa dalam menghadapi segala
cobaan yang menimpa. Muhammad Ali mantan petinju legendaris merasa bersyukur
dititipi penyakit parkinson, bagi Ali Tuhan memberikan sindrom parkinson tiada
lain untuk meyadarkan dirinya bahwa dia bukanlah yang terhebat, melainkan hanya
Dia (Tuhan) Yang Maha Perkasa.
Demikian pula dengan
seorang Ali Banat
miliarder muda dan dermawan
muslim asal Australia yang didiagnosa mengidap kanker ganas dan mematikan.
Alih-alih mengeluh, Banat malahan menyebut penyakit itu sebagai hadiah dari
Tuhan, sebab pada tahun-tahun sebelum didiagnosis kanker, ia menjalani
kehidupan glamour, bergelimang kemewahan, memiliki mobil-mobil sport,
pakaian mahal dan harta benda lainnya yang super wah serta suka berfoya-foya.
Kesadaran Banat muncul
saat ia mengidap kanker. Baginya tiada lain, penyakit yang Allah berikan itu sebagai
bimbingan terindah agar dirinya tidak lupa diri dan bergelimang dengan maksiat.
Mufti Menk berkata: “Lebih baik
kehilangan sesuatu demi Tuhan daripada kehilangan Tuhan demi sesuatu”. Allah berfirman: “Barang siapa yang bertawakkal hanya kepada
Allah, maka Allah cukup baginya” (Ath Thalaq: 3).
Manusia kerap ragu malahan
ada yang berburuk sangka pada-Nya, padahal Allah Maha Rahman dan Rahim yang
senantiasa menicintai hamba-Nya. Kehadiran Allah di sisi manusia senantiasa
berkait kelindan dengan sangkaan hamba pada sang khalik.
Jika si hamba berpikir dan
berprasangka baik pada Allah, maka Allah akan terus mengalirkan kebaikan itu,
demikian pula sebaliknya, jika si hamba berpikir dan berprasangka buruk pada
Allah, maka setiap langkah manusia akan diikuti keburukan pula. Hamzah Yusuf
pernah berkata “Ketika Tuhan menjadi pusat dari prioritas hidupmu. Maka, Engkau juga akan jadi pusat dari
penjagaan Tuhan”.
Bila si hamba merasa
dirinya dalam penjagaan Allah maka Allah akan terus membukakan jalan terbaik untuk si hamba walaupun tampak di depan mata jalan-jalan
itu seakan tertutup. Sandarkanlah dirimu selalu pada pohon yang kokoh, niscaya
kamu tidak akan mudah jatuh dan terhina.[]
**
T Lembong Misbah adalah Wakil Dekan Bidang Kerjasama dan pada Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Ar-Raniry.