PROVINSI Aceh
mulai sekarang harus dapat benar-benar mempersiapkan dan memastikan seluruh
produk makanan yang dihasilkan itu terjamin kehalalannya untuk dikonsumsi oleh
masyarakat di daerahnya, maupun para tamu yang datang berkunjung. Hal ini juga
telah diatur regulasinya dalam Qanun Aceh Nomor 8 Tahun 2016 tentang Sistem
Jaminan Produk Halal (SJPH).
Aceh sendiri saat ini telah
menarik dan telah dilirik oleh kalangan wisatawan nusantara maupun mancanegara
setelah memenangkan penghargaan Wisata Halal Dunia 2016 atau World Halal
Tourism Awards tahun 2016 untuk dua kategori.
Namun demikian, masih banyak
wisatawan muslim dari luar yang masih belum sepenuhnya meyakini kehalalan suatu
produk makanan terutama unsur kebersihan dalam proses pembuatannya yang tidak
tercampur dengan zat najis, sehingga ini menjadi tantangan tersendiri bagi
provinsi yang menerapkan syariat Islam ini.
Demikian antara lain disampaikan
Ustaz Dr. Zaki Fuad Chalil M.Ag, Wakil Dekan II Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI) UIN
Ar-Raniry saat mengisi pengajian rutin Kaukus Wartawan Peduli Syariat Islam
(KWPSI) di Rumoh Aceh Kupi Luwak, Jeulingke, Rabu (4/10/2017) malam.
"Setelah menjadi daerah
destinasi wisata halal dunia, Aceh harus benar-benar mampu menjawab tantangan
ini untuk memastikan seluruh produk makanan itu terjamin halal dengan adanya
sertifikasi halal yang dikeluarkan oleh Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU),
sehingga tidak ada lagi pertanyaan keraguan-raguan," ujar Zaki Fuad
Chalil.
Dalam pengajian dengan tema 'Membangun Ekonomi Halal'
yang dimoderatori Ketua BKPRMI Aceh, H Akhyar M Ali ini, Ustaz Zaki Fuad
menjelaskan, di Aceh dari segi produk yang dihasilkan memang tidak ada yang
mengandung zat yang haram dan juga diperoleh dengan cara yang baik, namun yang
masih banyak menimbulkan keragu-raguan adalah unsur kebersihan dalam proses
pembuatan produk makanan tersebut.
Zaki Fuad mengungkapkan, saat
dirinya mendampingi kunjungan wisatawan asal Malaysia ke Aceh baru-baru ini,
ada beberapa diantaranya yang sudah membeli makanan untuk oleh-oleh seperti
tape dan keripik di suatu tempat.
Lalu ada satu diantaranya yang
iseng melihat ke belakang kedai untuk mengetahui proses pembuatannya, dan saat
itu ia menemukan ada yang tidak memenuhi unsur kebersihan sebagai jaminan halal
pada makanan tersebut. Saat itu juga ia memberi tahu teman-temannya terhadap
proses pembuatannya.
"Tapi karena makanan itu
sudah terlanjur dibeli, tidak mungkin dikembalikan lagi. Akhirnya dia bawa saja
makanan itu dan dikasihkan kepada orang lain, karena dia sendiri tidak sudi
memakannya setelah tahu bagaimana proses pembuatannya," ungkap Zaki.
Hal lainnya adalah belum
terpenuhinya unsur kebersihan sebagai syarat halal dalam proses pembuatan
martabak telur oleh para penjual di daerah ini. Umumnya, telur yang mau dibuat
martabak itu tidak dicuci terlebih dahulu untuk memastikan bersih dari tahi
ayam yang masih melekat, sehingga terkadang tangan si penjual martabak itu pun
menyentuh tahi ayam yang merupakan najis tersebut.
"Ini juga harus jadi
perhatian kita bersama. Jangan sampai kita mengabaikan hal sepele yang luput
dari pengamatan itu, membuat makanan yang kita konsumsi menjadi tidak halal,
karena terkadang martabak yang kita makan sudah bercampur dengan tahi ayam yang
melekat pada telur saat dibelah. Dengan sendirinya kita juga jadi ikut makan
tahi ayam, jika telur itu tidak dicuci dulu dengan bersih," jelasnya.
Pada kesempatan pengajian KWPSI
tersebut, Ustaz Zaki Fuad juga menjelaskan tentang pentingnya umat Islam
menjalankan sistem ekonomi halal dalam menjalankan setiap bisnis untuk
mendapatkan penghasilan dan keuntungan.
Ia juga menyebutkan yang
diinginkan oleh Islam adalah seorang hamba itu kaya iman dan kaya harta agar
mulia hidup di dunia dan akhirat kelak. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT
dalam Al-Qur'an Surat An-Nisa ayat 9 yang artinya, "Dan hendaklah takut
kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka
keturunan yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka.
Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka
mengucapkan perkataan yang benar".
"Islam itu sangat
menganjurkan umatnya untuk berbisnis dan berdagang dengan cara halal sehingga
terbangun kekuatan ekonomi umat. Karena, 9 dari sepuluh pintu rezeki itu ada
dalam tijarah atau bisnis," terangnya.