PERNAHKAH kamu mendengar istilah take and give? Istilah ini semacam konsep
dalam menjalin hubungan yang seimbang. Apabila seseorang memberi, maka ia harus
menerima imbalannya. Mungkin take and give akan terdengar lebih halus dibandingkan
ungkapan ‘tak ada yang gratis di dunia ini, semuanya harus di bayar!’ Begitulah
kira-kira.
Lalu, apakah
dalam Islam konsep hubungan yang seimbang itu harus memakai rumus take and
give? Coba kita lihat konsep ‘infak’ dan ‘shadaqah’ dalam Islam. Apakah si
penerima infak harus membayar dengan sesuatu? Tentu tidak. Apakah si pemberi
infak akan rugi jika hanya memberi tanpa menerima apapun? Kita semua tahu
jawabannya.
Saling memberi
sangat dianjurkan dalam Islam. Tetapi saling mengharap imbalan dalam pemberian
bukanlah ajaran Islam. Mungkin kita masih ingat hadis tentang memberi hadiah.
“Saling memberi
hadiahlah kalian niscaya kalian akan saling mencintai.” (HR. Al-Bukhari)
Tentu saja
saling memberi hadiah juga ada batasan syari’ahnya. Tidak semua pemberian itu
baik dan boleh di terima. Pemberian yang bersifat sogokan atau semacamnya
adalah haram. Seperti dalam kisah Nabi sulaiman AS dalam Q.S An-Naml: 35-36.
Nabi Sulaiman menolak hadiah dari Ratu Bilqis ketika sang Nabi mendakwahkan
Islam kepada kerajaan Ratu Saba’. Hadiah itu di maksudkan untuk menolak ajaran
sang Nabi, agar mereka tetap menyembah matahari.
Begitulah
indahnya hubungan yang dibangun karena Allah. Bukan karena ada maunya. Tak akan
pernah ada kekecewaan karena tak pernah mengharapkan. Bukankah hal yang membuat
kita kecewa adalah sebuah pengharapan yang tidak terpenuhi? Lalu, apa yang akan
membuat kita kecewa jika tak pernah sekalipun berharap?[Nur Halimah].