RAMADHAN salah satu bulan yang di istimewakan Allah dalam
setiap tahunnya. Siapa yang tak senang menyambut bulan suci ini dimana setiap
amalan akan mendapat ganjaran pahala berlipat ganda. Peluang diijabah setiap
do’a sangat besar. Maka, sungguh merugi orang-orang yang lalai memanfaatkan
bulan ini.
Specialnya bulan ini tak hanya membahagiakan kalangan yang sudah paham akan
kemuliaannya, bagi anak-anak ada kesan tersendiri yang
membuatnya bahagia. Dulu, ketika saya masih menjadi bocah, hal yang saya sukai ketika Ramadhan adalah karena banyaknya makanan
di rumah.
Bagaimana tidak, setiap berbuka meja makan di rumah saya selalu dipenuhi
macam-macam makanan. Saat itu saya masih usia kira-kira 8 tahun, begitu pula
kakak saya yang berusia 2 tahun diatas saya. Setiap sore setelah ibu saya
memasak makanan berbuka, beliau selalu mengajak kami ke kota untuk ngabuburit sekaligus mencari
makanan yang kami inginkan. Padahal di rumah sudah banyak makanan yang telah beliau masak untuk
dimakan. Entah mengapa rasanya
tidak sah saja saat itu jika sore
harinya tak membeli kue-kue dan makanan di kota.
Dengan menggunakan motor Astrea saat itu,
ibu membonceng kami. Disepanjang jalan kami sibuk menggurutkan
makanan-makanan apa saja yang akan kami beli bersama ibu. Sesampai di kota,
lihat gorengan beli, lihat kue bolu beli, lihat mie beli, lihat air tebu beli,
lihat cendol beli, lihat lemang pun beli. Duh, pokoknya saat itu apapun dibelikan ibu
saya kalau kami minta.
Baca Juga : Lampu Belajar Sebagai penghangat Makanan
Mengapa ibu saya sanggup memenuhi permintaan jajanan kami saat itu? Mungkin
saat itu ia merasa harus melakukannya. Karena belum lama kami kehilangan ayah
yang biasanya setiap sore melakukan hal serupa seperti yang ibu saya lakukan
sekarang. Maka, ketika ayah sudah tiada, mungkin salah satu cara untuk membahagiakan
anak-anaknya yang masih bocah ini adalah dengan memenuhi segala permintaan yang
dulu selalu ayah kami lakukan. Jadi, mau tak mau ia berusaha memenuhi keinginan
kami. Saat itu mungkin saja kondisi ibu saya sedang kekurangan uang, tetapi
kami yang masih bocah ini tanpa merasa
berdosa meminta dibelikan ini itu. Namanya juga bocah.
Sepulang dari pasar, berbagai jenis makanan kami hidangkan di meja. Saya di
usia ini sebenarnya belum sanggup puasa sehari penuh, hanya puasa setengah hari
saja. Tapi menjadi yang paling
bersemangat ikut berbuka ketika magribnya. Selalu ada minimal 4 gelas air yang
berbeda isinya dihadapan saya untuk diminum, lalu ditambah kue-kue, mie dan
nasi. Itu semua sanggup saya habiskan.
Baca Juga : Siapa Duluan ke Mesjid, Dia Pemenangnya
Penuhnya makanan di meja makan dengan berbagai jenis makanan dan minuman
setiap berbuka terus berulang hingga sebulan. Ketika sahur saya juga selalu
ikut dibangunkan walau susah payah ibu saya kadang menyuapi saya yang masih
mengantuk untuk makan. Selepas Ramadhan tahun itu, berat badan saya pun naik
drastis. Keluarga yang jarang bertemu terkejut ketika melihat saya saat lebaran
gemuk seketika.
Ramadhan sekarang tentu saya sudah paham betul dalam melahap makanan ketika
berbuka tak boleh berlebihan. Tetapi entah mengapa tetap saja berat badan yang
naik dulu sangat sulit turun hingga sekarang. [Desy Haslina]/Dhi