Muslim Papua Nugini
MESKIPUN hanya berbatas garis dengan Indonesia yang merupakan negara
berpenduduk Muslim terbesar di dunia, Papua Nugini memiliki kondisi yang jauh
berbeda. Di sana, Islam merupakan agama minoritas. Bahkan, Kristen memiliki
akar yang kuat di Papua Nugini.
Islam baru
masuk ke Papua Nugini pada abad ke-16. Masuknya Islam terjadi karena ada
sebagian orang Papua Nugini yang kerap berdagang dengan pedagang Cina dan
Melayu yang beragama Islam.
Islam juga
disebarkan oleh para buruh kontrak yang datang ke negeri itu pada 1972, diikuti
oleh diplomat dari Malaysia dan Indonesia setelah negara ini merdeka pada 1975.
Pada 1981,
seorang berkebangsaan Inggris yang kebetulan merupakan penduduk permanen di
Papua Nugini memeluk Islam. Tahun berikutnya, sejumlah warga asli Papua Nugini
mengikuti jejaknya. Bahkan, seperti dilaporkan koran setempat, ada sebuah
kampung yang semua penduduknya masuk Islam pada saat yang sama.
Seiring
perkembangan Islam di kancah internasional, simpati dunia Islam terhadap Muslim
di Papua Nugini juga bertambah. Pada 1988, umat Islam di Papua Nugini
mendirikan pusat Islam (Islamic centre) pertama dengan bantuan dari Lembaga Dakwah
Asia Tenggara yang bermarkas di Malaysia dan Kementerian Urusan Islam Arab
Saudi.
Pada 1996, tiga
pusat Islam kembali didirikan dengan bantuan dari Liga Muslim Dunia. Di seluruh
Papua Nugini, sekarang terdapat tujuh pusat Islam.
Saat ini ada
sekitar 4.000 Muslim di negara yang
pernah dijajah Belanda, Jerman, dan Inggris itu. Kebanyakan Muslim tinggal di
sekitar Port Moresby (ibu kota negara), Baimuru, Daru, Marchall Lagoon, Musa Valley dan di Pulau New Britain serta
New Irlandia.
Baca Juga : Tanda-tanda Lailatul Qodar
Pada 1987, umat
Islam negeri itu dengan bantuan Liga Muslim Dunia yang berkedudukan di Arab
Saudi mengontrak sebuah rumah di wilayah Korobosea. Rumah kontrakan itu
kemudian diubah dan digunakan sebagai tempat ibadah umat Islam selama
bertahun-tahun.
Sayangnya,
rumah tersebut hanya mampu menampung 50 orang Muslim. Padahal, jumlah Muslim
terus bertambah seiring kian banyaknya orang asing yang beragama Islam bekerja
di Papua Nugini, khususnya di Port Moresby.
Akibatnya,
rumah itu tak bisa lagi menampung umat Islam yang ingin beribadah, terlebih
untuk shalat Idul Fitri atau Idul Adha. Tempat ibadah itu kemudian dialihkan ke
Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Port Moresby yang mempunyai halaman
cukup luas untuk menampung umat Islam.
[Sumber : www.republika.co.id]