”Assalamualaikom dayang hoo, Sijuru Bambang Heee Alaika Alaikum Salam Dayang HoooHo, Tuanlah Pawang sehingga jadi Assalamualaikom Assalamualaikom hai dayang,oi si dayang kusihani Dayang kuandi dayang hoooo ooo si bujang sani.”
SYAIR itu merupakan permintaan izin mengambil madu pada pohon di belantara hutan Buloh Seuma.
Para pencari madu meyakini ini satu
perilaku sopan santun terhadap sesama makhluk Tuhan.
Sebelum madu diambil dan lebah
meninggalkan sarangnya, para pawang lebah melantunkan syair-syair berisi sapaan
terhadap sang lebah dengan suara yang berirama khas.
Madu Buloh
Seuma, sudah sangat terkenal. Buloh Seuma, merupakan salah satu daerah
penghasil madu lebah alami, di Kecamatan Trumon, Aceh Selatan.
Trumon berada di bentang wilayah Aceh Selatan Provinsi Aceh ini, dihuni sekitar 843 jiwa penduduk. Letak Buloh Seuma lebih kurang 40 Kilometer dari pusat Kecamatan Trumon.
Kawasan ini berbatasan langsung dengan
kawasan ekosistem Leuser. Rasanya tidak ada orang Aceh yang belum mengenal
Buloh Seuma, daerah penghasil madu dengan kualitasnya yang tidak di ragukan
lagi. Meskipun belum pernah menjejakkan kaki kesana.
Produksi madu di sini bukanlah di toko ataupun di tempat penangkaran lebah, melainkan dipanen langsung dari pohon yang dijadikan sarangnya.
Dalam melestarikan madu lebah di daerah ini, Satu keluarga hanya dapat mewariskan satu pohon kepada anggota keluarganya untuk dipelihara dan diproduksi.
Keberadaan sarang-sarang lebah liar ini sangat menguntungkan bagi masyarakat, karena menjadi salah satu penopang ekonomi bagi setiap keluarga di daerah ini.
Pohon Rubek merupakan pohon yang
dijadikan sarang dari lebah-lebah liar ini. Dan tidak semua pohon ini dapat
dijadikan sarang, hanya pohon-pohon tertentu yang dihingapi nya. Masyarakat
setempat menyebutnya dengan “Pohon Tuah”.
Ukuran pohon sangat menentukan tempat dijadikan sarang. Pohon yang berukuran diameternya dua kali atau bahkan empat kali pelukan orang dewasa.
Sedangkan ketinggiannya itu kalau
dihitung-hitung bisa mencapai puluhan meter yang dapat dijadikan sarangnya.
Pohon yang memiliki nama latin Alstonia
Scularis, dirawat dan dijaga dengan baik oleh masyarakat, ditempati 100
hingga 300 sarang, saat lebah mau bertelur.
Proses pengambilan Madu
Tradisi pengambilan madu di daerah ini
tergolong unik. Sebelum madu diambil dan lebah meninggalkan sarangnya, para
pawang lebah biasanya melantunkan syair-syair yang berisi sapaan terhadap sang
lebah dengan suara yang berirama khas.
Para pengambil madu menyiapkan Suwa Piandang, yaitu kumpulan batang pohon yang daunnya mirip dengan daun pohon sirih itu dibakar.
Pohon ini telah dijemur lalu diikat dan
di bakar sebagai sumber bara api. Suwa piandang ditancapkan di sarang lebah
dimana percikan bara api yang jatuh ke bawah diikuti lebah yang keluar dari
sarang.
Setelah lebah keluar dari sarang mengikuti bara api inilah, beberapa orang yang menungu di bawah menaikkan tempat untuk menaruh madu (jalang) ke atas pohon melalui tali yang sudah disiapkan.
Beginilah prosesi pengambilan madu yang
tidak meninggalkan kearifan lokal masyarakat Buloh Seuma yang sudah diturunkan
turun temurun dari endatu mereka, beratus-ratus tahun lalu yang masih terus
dijaga.
Warga biasanya menjual madu tersebut
dengan harga 350/liternya.
Madu lebah dari Buloh Seuma sudah terjamin
kualitasnya, Anda tidak perlu ragu membeli madu tersebut. [Julianti] /Tek