HARI raya Idul Fitri atau orang
Indonesia sering menyebutnya dengan “lebaran”, segera menyapa kita. Semua sibuk
menyiapkan berbagai macam untuk menyambut lebaran mulai dari menyibukkan diri
dengan berbelanja serba baru, membuat kue lebaran, membeli parsel
hingga persiapan mudik.
Semua itu tidak dilarang dalam Islam,
asalkan bukan suatu hal yang berlebihan dan tidak melupakan tetangga yang
membutuhkan untuk saling berbagi.
Makna Idul Fitri (lebaran) bukan hanya
merupakan suatu hari untuk berpesta dengan suatu hal yang boros atau
berlebihan, bukan juga untuk ajang saling pamer kepada tetangga yang dapat
menjadikan hati jadi iri dan dengki dengan melihat tetangga memiliki
semuanya sedangkan kita hanya seadanya penuh kekurangan.
Namun, ada batasan-batasan yang kita
lakukan untuk menyambut hari kemenangan ini supaya menjadi berkah sesuai
tuntunan Islam dan kita sebagai umat Islam harus dapat memahami makna Idul
Fitri yang sesungguhnya.
Makna Idul Fitri
Terdapat beberapa pendapat dalam memaknai Idul Fitri
yang merupakan hari raya umat Islam di seluruh dunia. Jika dilihat dari
segi bahasanya, Idul Fitri terdiri dari dua kata yaitu ied (
عيد ) dan fitri ( فطر ). Dan masing-masing dari kata ini
memiliki maknanya tersendiri:
Pertama, (عيد) Ada yang mengatakan bahwa Ied berasal
dari kata ( عاد – يعود ) yang berarti “kembali”. Namun ada juga yang
menterjemahkan ied ini sebagai hari raya, atau hari berbuka.
Pendapat yang kedua ini menyandarkan pada hadits:
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu,
bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda,
“Idul Fitri adalah hari di mana kalian berbuka, dan Idul Adha adalah hari di
mana kalian berkurban.” (HR. Ibnu Majah)
Kedua, (الفطر) Ada yang menerjemahkan fitri dengan
“berbuka” karena ia berasal dari kata ( أفطر ) yang memang secara bahasa
artinya berbuka setelah berpuasa. Namun di samping itu, ada juga yang
menerjemahkan fitridengan “fitrah”, yang berarti suci dan
bersih. Pendapat kedua ini menyandarkan pendapatnya pada hadits Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi Wasallam:
Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda,
‘Tidaklah seorang anak dilahirkan, melainkan ia dilahirkan dalam keadaan fitrah
(bersih/ suci). Orangtuanyalah yang menjadikan ia Yahudi, Nasrani atau Majusi.”
(HR. Bukhari)
Dari maknanya secara harfiah ini, dapat disimpulkan
adanya dua makna dalam menerjemahkan Iedul Fitri, yaitu :
1. Idul Fitri diterjemahkan dengan kembali
kepada fitrah atau kesucian, karena telah ditempa dengan ibadah sebulan penuh
di bulan ramadhan. Dan karenanya ia mendapatkan ampunan dan maghfirah dari
Allah Subhanahu wa Ta’ala.
2. Idul Fitri diterjemahkan dengan hari
raya berbuka, dimana setelah sebulan penuh ia berpuasa, menjalan ibadah puasa
karena Allah Subhanahu wa Ta’ala, pada hari Idul Fitri ia berbuka
dan tidak berpuasa sebagai ungkapan syukur kepada Allah.
Sehingga Idul Fitri adalah hari raya umat Islam yang
dianugerahkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala di mana insan
dikembalikan pada fitrahnya dengan mendapatkan ampunan dari Allah Subhanahu
wa Ta’ala, sekaligus sebagai hari bergembiranya kaum Muslimin di mana
diperintahkan untuk makan dan minum (baca; berbuka) sebagai ungkapan syukur
kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Serta saling memaafkan dengan
mengucapkan:
تَقَبَّلَ
اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ
“ Semoga Allah menerima amalan ibadah kita semua”
Seringkali manusia “terlena” ketika telah mendapatkan
suatu kenikmatan atau kesenangan tertentu. Tak terkecuali pada hari raya Idul
Fitri, hari yang seharusnya menjadi bukti kefitrahan jiwa dan hati kita dari
perbuatan dosa. Namun, terkadang tanpa kita sadari, beberapa hal yang dilarang atau
dimakruhkan justru begitu marak di hari yang fitri ini.
Hal-Hal yang Dilarang dan Dimakruhkan
Dalam Idul Fitri
1. Berlebih-lebihan dalam mengkonsumsi
makanan (tabdzir)
Seringkali pada saat hari raya Idul Fitri, karena
begitu banyaknya makanan yang relatif istimewa, kita lupa dengan kapasitas
perut kita, sehingga terlalu banyak mengkonsumsi makanan. Baik makan besar
maupun makan kecil. Sementara Allah Subhanahu wa Ta’ala telah
mengingatkan kita:
“Dan makan dan minumlah kalian, tapi janganlah kalian
berlebih-lebihan. Karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang
berlebih-lebihan”. (QS. Al-A’raf ayat 31)
2. Berlebih-lebihan dalam berpakaian dan
berdandan
Seringkali pakaian yang bagus dan indah yang memang
disunnahkan untuk dikenakan pada hari raya Iedul Fitri, menjadikan kita
terjebak pada sifat berlebihan dalam berpakaian ataupun berdandan, sehingga
terkadang ‘aurat’ tidak terjaga, atau berpakaian terlalu ketat, atau juga
terlalu menyolok (baca; tabarruj). Sehingga dosa-dosa yang telah terampuni
kembali masuk dalam diri kita. Dan Rosul mensyariatkan tidak harus berpakaian
baru tetapi pilihlah pakaian yang terbaik dan suci dari najis.
Selain itu juga, sebaiknya dalam berpakaian tidak
melanggar batasan-batasan syar’i, baik bagi pria maupun wanita. Allah Subhanahu
wa Ta’ala berfirman:
“Dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku
seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu.” (Al-Ahzab ayat 33)
3. Berjabat tangan antara pria dan
wanita yang bukan mahramnya
Hal ini juga terkadang sering terlalaikan dalam
merayakan Idul Fitri terhadap sanak saudara, tetangga atau teman dan kerabat.
Padahal berjabat tangan bagi yang bukan mahromnya adalah termasuk perbuatan
yang dilarang. Dalam sebuah hadits digambarka:
Dari Urwah radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya
Aisyah memberitahukannya tentang bai’at wanita. Aisyah berkata, Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi Wasallam tidak pernah menyentuh tangannya seorang wanita sama
sekali.” (HR. Muslim)
4. Berlebih-lebihan dalam tertawa dan
bercanda
Tertawa, bercanda, mendengarkan hiburan termasuk
perkara yang dimubahkan terutama pada Idul Fitri. Namun yang tidak
diperbolehkan adalah ketika perbuatan tersebut berlebihan, sehingga melupakan
kewajiban atau menjerumuskan pada sesuatu yang dilarang. Dalam Al-Quran Allah
berfirman:
“Maka hendaklah mereka tertawa sedikit dan menangis
banyak, sebagai pembalasan dari apa yang selalu mereka kerjakan.”(QS. At-Taubah
ayat 82)
5. Mengulur-ulur waktu salat
Dengan alasan silaturahmi atau halal bi halal keluarga
besar atau kerabat maupun teman sejawat, seringkali mengulur-ulur waktu
pelaksanaan salat. Hal ini juga bukan merupakan perbuatan yang baik. Karena
seharusnya kita malaksanakan salat pada waktunya, tanpa mengulur-ulurnya.
6. Boros dalam pengeluaran uang
Idul Fitri juga sering menjadi ajang untuk
menghambur-hamburkan uang pada sesuatu yang manfaatnya kurang. Kecuali jika
dalam rangka untuk memberikan santunan kepada kerabat keluarga yang
membutuhkan, namun itupun juga tidak boleh berlebih-lebihan. Dalam Al-Quran
Allah Subhanahu wa Ta’ala mengatakan:
“Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta),
mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan
itu) di tengah-tengah antara yang demikian”. (QS. Al-Furqan ayat 67)
Inilah diantara hal-hal yang perlu kita hindarkan bersama,
agar kita tidak kembali terjerumus dalam perbuatan maksiat dan dosa.
Alangkah baiknya jika sesama Muslim kita saling ingat mengingatkan, agar
tercipta kehidupan yang diridai oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala sehingga
hari raya Idul Fitri yang kita jalankan lebih bermakna dan berkah. [mirajnews.com/Shobariyah Jamilah]