Iklan

Iklan

Kisah Pilu 26 Tahun Lalu di Simpang KKA

5/03/25, 13:29 WIB Last Updated 2025-05-03T06:29:21Z

Tugu tragedi Simpang KAA Aceh (Foto: KontraS)

Aceh Utara – Pada Sabtu (3/5/2025), Simpang KKA, Aceh Utara, memperingati 26 tahun tragedi Simpang KKA yang menewaskan sejumlah nyawa. Tragedi tersebut terjadi pada tepat pada 3 Mei 1999 di Kecamatan Dewantara, Kabupaten Aceh Utara.


Dikutip dari detik.com, menurut laporan Tim Ad Hoc Penyelidikan Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat Peristiwa di Aceh (SIMPANG KKA) yang diteken oleh DR. Otto Nur Abdullah pada 14 Juni 2016, kejadian bermula pada malam peringatan 1 Muharam, 1 Mei 1999, di Dusun Uleetutu, Desa Lancang Barat. Acara yang berlangsung dari pukul 20.00 hingga tengah malam ini berupa dakwah Islamiyyah.


Di tengah acara, seorang anggota Detasemen Arhanud Rudal 001 Pulo Rungkon (Den Arhanud Rudal 001), Adityawarman, dilaporkan hilang.


Keesokan harinya, tiga truk reo yang mengangkut personel Den Arhanud Rudal 001 menyisir Desa Lancang Barat dan Cot Murong, melakukan interogasi yang disertai tindak kekerasan terhadap warga. Karena hasil nihil, mereka kembali ke markas.


Dua jam kemudian, sekitar pukul 10.00 WIB, pasukan kembali dengan persenjataan lengkap dan kembali menyisir desa. Dalam penyisiran ini, tiga warga ditangkap secara acak tanpa dasar hukum yang jelas.


Negosiasi pun dilakukan antara warga dan Danramil, yang datang bersama tiga anggota bersenjata. Disepakati bahwa militer hanya boleh memasuki desa jika didampingi Muspika.


Pada malam harinya, warga mendengar kabar bahwa militer akan masuk kembali, sehingga warga berjaga-jaga. Namun, tidak ada aktivitas militer malam itu.


Tanggal 3 Mei 1999, sekitar pukul 07.30 WIB, satu truk Den Arhanud Rudal 001 dan dua truk pasukan Yonif 113 Bireuen datang kembali tanpa pendampingan Muspika. Hal ini memicu kemarahan warga. Mereka menghadang truk menggunakan pos ronda dari papan kayu dan drum. Karena situasi tidak kondusif, truk tersebut keluar menuju Jalan Raya Medan-Banda Aceh.


Warga mengejar truk tersebut hingga ke Simpang KKA, dekat pabrik PT Kertas Kraft Aceh. Di lokasi ini, situasi semakin memanas. Seorang tokoh pemuda Lancang Barat dan Camat Dewantara mencoba menenangkan massa dan bernegosiasi dengan pihak militer. Namun, Komandan Arhanud menyatakan bahwa negosiasi hanya akan dilakukan di markas, bukan di lokasi.


Menjelang pukul 11.00 WIB, terjadi pengerahan pasukan karena beredar kabar bahwa warga akan menyerang markas militer. Arus lalu lintas pun macet karena ribuan warga berkumpul di Simpang KKA. Warga bahkan menghentikan bus di jalan nasional dan meminta penumpang turun. Aksi massa makin besar, menjangkau hingga 1 KM dari lokasi.


Pukul 12.00 WIB, pasukan Yonif 113 mencoba bergerak ke markas Den Arhanud namun ditahan warga.


Sekitar 10-15 menit kemudian, pasukan Den Arhanud datang dengan truk colt. Mereka mengenakan seragam loreng hijau, atribut Den Arhanud, bersenjata SS1, dan menggunakan penanda kain merah di baju serta baret.


Salah satu tentara melempar kayu ke arah warga yang sedang berkumpul, dan dibalas warga dengan lemparan batu. Tembakan lurus ke arah kerumunan pun dilancarkan oleh pasukan Den Arhanud selama sekitar 20 menit, disusul tembakan dari Batalyon 113.


"Warga yang berada di Simpang KKA berlarian dan berteriak 'tiarap!' atau dalam bahasa Aceh 'crup!'. Namun banyak yang tidak sempat menyelamatkan diri, tertembak saat kejadian," demikian tertulis dalam laporan tersebut.


Diperkirakan ribuan orang berada di lokasi, baik yang ikut aksi, yang kebetulan lewat, maupun yang ditahan dalam perjalanan. Situasi semakin tidak terkendali karena akses jalan tertutup kerumunan massa.


Komnas HAM mencatat sedikitnya 23 orang tewas dan 30 orang luka-luka dalam tragedi Simpang KKA ini.


Mantan presiden, Joko Widodo dalam pernyataan resminya, Rabu (11/1/2023), mengakui bahwa pelanggaran HAM berat memang terjadi di berbagai peristiwa sejarah Indonesia.


"Dengan pikiran yang jernih dan hati yang tulus, saya sebagai kepala negara Republik Indonesia, mengakui pelanggaran hak asasi manusia yang berat memang terjadi di berbagai peristiwa. Dan saya sangat menyesalkan terjadinya pelanggaran HAM yang berat," kata Jokowi.


Berikut daftar 12 pelanggaran HAM masa lalu yang diakui oleh Presiden Jokowi:

1.     Peristiwa 1965-1966

2.     Penembakan Misterius 1982-1985

3.     Peristiwa Talangsari Lampung 1989

4.     Peristiwa Rumoh Geudong dan Pos Sattis di Aceh 1998

5.     Peristiwa Penghilangan Orang Secara Paksa 1997-1998

6.     Peristiwa Kerusuhan Mei 1998

7.     Peristiwa Trisakti, Semanggi 1 dan 2, 1998-1999

8.     Peristiwa Pembunuhan Dukun Santet 1998-1999

9.     Peristiwa Simpang KKA di Aceh 1999

10.  Peristiwa Wasior, Papua 2001-2002

11.  Peristiwa Wamena, Papua 2003

12.  Peristiwa Jambo Keupok, Aceh 2003 []

Komentar
Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE. #JernihBerkomentar
  • Kisah Pilu 26 Tahun Lalu di Simpang KKA

Terkini

Topik Populer

Iklan