WASATHA.COM, Banda Aceh - Lembaga Majelis Adat Aceh (MAA) menggelar Musyawarah Besar (Mubes) untuk pemilihan pengurus baru tahun 2021-2025 mendatang. Mubes ini diselenggarakan di Aula Hotel Grand Nanggroe Aceh.
Dalam sambutannya, Plt Ketua MAA, Prof Farid Wajdi Ibrahim menyebutkan, mubes tersebut diikuti oleh 40 orang peserta. Terdiri dari Plt Ketua MAA sendiri, serta 23 ketua MAA dari Kabupaten/Kota, 10 perwakilan MAA dari luar Aceh dan 6 tim Ahli Adat Aceh.
Selain itu, Prof Farid juga mengatakan, MAA sebenarnya hendak melakukan berbagai kegiatan, namun dikarenakan Pandemi Covid-19, kegiatan yang hendak dilaksanakan terpaksa harus tertunda.
"Kami sebenarnya dari kemaren mau menjalankan tugas dengan banyak, namun sejumlah tugas sudah dibatasi dengan kondisi adanya Covid-19, jadi hanya sempat kami adakan kegiatan pada bulan Januari, Februari dan sedikit pada bulan Maret," kata Plt Ketua MAA, Kamis (26/11/2020).
Kemudian, Prof Farid mengungkapkan, selama menjadi Plt Ketua MAA, ia telah melaksanakan tugas sebagaimana yang diamanahkan kepadanya. Salah satu amanah itu yakni menggelar mubes sesuai dengan Qanun.
"Kami telah Menjalankan tugas sebagai rutinitas pelaksana tugas MAA. Alhamdulillah qanun udah hadir sebagaimana dimintakan," kata Prof Farid.
Lanjutnya, Prof Farid menilai, sejauh ini pelestarian Adat hanya fokus sebatas merawat situs bersejarah saja. Sehingga tidak memperdulikan sikap masyarakat Aceh yang sudah jauh dari adat Aceh, terutama para kalangan muda.
"Apalagi dengan peran medsos hari ini, para pemuda lebih percaya kepada itu dari pada kepada orang tuanya, ulamanya atau lainnya, ini yang harus kita cegah," sebutnya.
Prof Farid berharap Pemerintah Aceh memberi dukungan lebih dalam melestarikan adat budaya Aceh. "Mudah-mudahan Mubes kali ini bisa merumuskan dan dan mengasilkan sesuatu yang mengikat untuk menghadapi generasi muda Aceh saat ini yang jauh tersesat dari adat Aceh dan agama Islam," kata Prof Farid.
Di samping itu, Gubernur Aceh, Nova Iriansyah saat membuka acara mubes MAA mengatakan, Majelis Adat Aceh merupakan sebuah lembaga yang sangat penting, lembaga daerah yang khusus, terutama dalam mewujudkan dan mengurus kebesaran adat Aceh yang sudah diwariskan oleh para indatu.
"Adat Aceh merupakan bagian yang tersisakan dari kebijakan pemerintah Aceh, bahkan telah dituangkan dalam visi dan misi yang sudah merupakan janji yang mengikat dan harus dilaksanakan dalam program pembangunan sesuai dengan APBN 2017-2022," ujar Nova.
Tidak hanya itu, Nova menyebutkan bahwa adat Aceh bukanlah norma yang kaku dan masif, tetapi adat Aceh adalah norma yang dimanis yang membuka ruang kreatifitas sejalan dengan jiwa orang Aceh yang selalu menginginkan perubahan menuju kebaikan hidup yang terus berkembang dari hari ke hari.
"Seiring dengan perkembangan zaman, adat Aceh perlu dipergunakan lebih luas kepada khalayak, kepada bangsa dan suku bangsa yang Arif. Dan saya sepakat dengan Prof, Farid bahwa tidak boleh ada sungkan apalagi malu dalam melantunkan adat istiadat kita, baik dalam komunitas atau lainnya," kata Nova.
Nova mengatakan, adat adalah bagian dari salah satu media untuk membangun masa depan Aceh. "Seperti yg tertulis ini, Matee Aneuk Meupat Jeurat, Gadoh Adat pat Tamita," ungkapnya.
Tidak hanya itu, menurut Gubernur Aceh yang baru saja dilantik itu, untuk meraih kejayaan masa depan, adat tidak boleh ditinggalkan. Karena jika kehilangan adat, maka Aceh akan kehilangan segala-galanya.
"Saya atas nama pererintah Aceh sangat mengapresiasi dan berterimakasih kepada seluruh pengurus dan unsur MAA baik di provinsi maupun di kabupaten/kota. Semua yang dilakukan saya yakin sangat banyak manfaatnya dan ini menjadi modal kita untuk mengembangkan adat kita melalui MAA. Mulai detik ini sampai masa depan Aceh yang jaya dan Aceh yang hebat," pungkas Nova.[]