Wasatha.com- Jika kita bertanya kepada orang-orang di sekeliling kita dari berbagai agama, bangsa, profesi dan status sosial tentang cita-cita mereka hidup di dunia ini tentu jawaban mereka sama “kami ingin bahagia”. Bahagia adalah keinginan dan cita-cita semua orang baik mukmin maupun kafir sekalipun.
Meskipun semua orang ingin bahagia, mayoritas manusia tidak
mengetahui kebahagian yang sebenarnya dan tidak mengetahui bagaimana cara untuk
meraihnya.
Kebahagiaan adalah suatu hal yang abstrak, tidak bisa
dilihat dengan mata, tidak bisa diukur dengan angka-angka tertentu dan tidak
bisa dibeli dengan rupiah maupun dolar.
Apabila kekayaan bisa membuat orang bahagia, tentunya Adolf
Merckle, orang terkaya dari Jerman, tidak akan menabrakkan badannya ke kereta
api.
Apabila ketenaran bisa membuat orang bahagia, tentunya Michael
Jackson, penyanyi terkenal di USA, tidak akan meminum obat tidur hingga
overdosis.
Apabila kekuasaan bisa membuat orang bahagia, tentunya G.
Vargas, Presiden Brazil, tidak akan menembak jantungnya.
Apabila kecantikan bisa membuat orang bahagia, tentunya
Marilyn Monroe, artis cantik dari USA, tidak akan meminum alkohol dan obat
depresi hingga overdosis.
apabila kesehatan bisa membuat orang bahagia, tentunya
Thierry Costa, dokter terkenal dari Perancis, tidak akan bunuh diri, akibat
sebuah acara ditelevisi.
Ternyata, bahagia atau tidaknya hidup seseorang itu bukan
ditentukan oleh seberapa kayanya, tenarnya, cantiknya, kuasanya, sehatnya atau
sesukses apapun hidupnya. Tetapi yang bisa membuat seseorang itu bahagia adalah
sikap hati orang itu sendiri. Maukah ia mensyukuri semua yang sudah dimilikinya
dalam segala hal atau tidak.
Kalau kebahagiaan bisa di beli pasti orang-orang kaya akan
membeli kebahagiaan itu dan kita akan sulit mendapatkan kebahagiaan karena
sudah diborong oleh mereka.
Kalau kebahagiaan itu ada di suatu tempat belahan dunia
lain, pasti bumi ini akan kosong. Karena semua orang akan kesana berkumpul dimana
kebahagiaan itu berada. Untungnya kebahagiaan itu berada di dalam hati setiap
manusia. Jadi kita tidak perlu membeli atau pergi mencari kesana kemari hingga
bersusah payah mendapatkan kebahagiaan itu.
Sebab yang kita perlukan adalah hati yang bersih dan ikhlas
serta pikiran yang jernih, maka kita bisa merasakan bahagia kapanpun, dimanapun
dan dengan kondisi apapun. Dan ternyata kebahagiaan itu hanya akan di miliki
oleh orang-orang yang pandai bersyukur akan nikmat dan karunia yang Allah
anugrahkan untuknya.
Allah berfirman,
قُلْ بِفَضْلِ اللهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُوا
هُوَ خَيْرٌ مِّمَّا يَجْمَعُونَ
“Katakanlah: Dengan karunia Allah dan rahmat Nya, hendaklah
dengan itu mereka bergembira. Karunia Allah dan rahmat Nya itu dari apa yang
mereka kumpulkan.” (QS. Yunus: 58)
Jika mayoritas manusia kebingungan mengenai jalan yang harus
ditempuh menuju bahagia maka hal ini tidak pernah dialami oleh seorang mukmin.
Bagi seorang mukmin jalan kebahagiaan sudah terpampang jelas di hadapannya.
Karena Allah sudah memberikan jalan tersebut melalui firman Nya,
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِّن ذَكَرٍ أَوْ أُنثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ
فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَاكَانُوا
يَعْمَلُونَ
“Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki
maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan kami berikan
kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan kami beri balasan kepada
mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS.
An-Nahl: 97)
Kebahagiaan seorang mukmin semakin bertambah ketika dia
semakin dekat dengan Tuhannya, semakin ikhlas dan mengikuti petunjuk Nya dan
sebaliknya semakin berkurang jika ia jauh dari Rabbnya.
Mukmin sejati itu selalu merasakan ketenangan hati dan
kenyamanan jiwa. Karena dia menyadari bahwasanya dia memiliki Allah yang
mengatur segala sesuatu dengan kehendak Nya.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Sungguh menakjubkan keadaan orang-orang yang beriman.
Sesungguhnya seluruh keadaan orang yang beriman hanya akan mendatangkan
kebaikan untuk dirinya. Demikian itu tidak pernah terjadi kecuali untuk
orang-orang yang beriman. Jika dia mendapatkan kesenangan maka dia akan
bersyukur dan hal tersebut merupakan kebaikan untuknya. Namun jika dia
merasakan kesusahan maka dia akan bersabar dan hal tersebut merupakan kebaikan
untuk dirinya.” (HR. Muslim dari Abu Hurairah)
Inilah yang merupakan puncak dari kebahagiaan. Kebahagiaan
adalah sesuatu yang dirasakan oleh seorang manusia dalam dirinya. Hati yang
tenang, dada yang lapang dan jiwa yang tidak dirundung malang, itulah
kebahagiaan. Bahagia itu muncul dari dalam diri seseorang dan tidak bisa
didatangkan dari luar.
Imam Ibnu Al Qoyyim mengatakan bahwa tanda kebahagiaan itu
ada 3 hal.
1. Syukur ketika mendapatkan nikmat.
Syukur ini dibangun diatas 5 prinsip pokok pertama, Ketundukan
orang yang bersyukur terhadap yang memberi nikmat. Kedua, rasa cinta terhadap
yang memberi nikmat. Ketiga, mengakui adanya nikmat yang diberikan. Keempat,
memuji dzat yang memberikan nikmat. Kelima, tidak menggunakan nikmat tersebut
dalam hal-hal yang tidak disukai oleh dzat yang memberi nikmat.
Siapa saja yang menjalankan lima prinsip di atas akan
merasakan kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Sebaliknya, jika lima prinsip di
atas tidak dilaksanakan dengan sempurna maka akan menyebabkan kesengsaraan
selamanya.
2. Sabar ketika mendapat cobaan.
Dalam hidup ini disamping ada nikmat yang harus disyukuri,
juga ada berbagai ujian dari Allah dan kita wajib bersabar ketika
menghadapinya. Ada tiga rukun sabar yang harus dipenuhi supaya kita bisa
disebut orang yang benar-benar bersabar.
Pertama, menahan hati untuk tidak merasa marah terhadap
ketentuan Allah. Kedua, menahan lisan untuk tidak mengadu kepada makhluk. Ketiga,
menahan anggota tubuh untuk tidak melakukan hal-hal yang tidak di benarkan
ketika terjadi musibah, seperti menampar pipi, merobek baju dan sebagainya.
Inilah tiga rukun kesabaran, jika kita mampu melaksanakannya
dengan benar maka cobaan akan berubah menjadi sebuah kenikmatan.
3. Bertaubat ketika melakukan kesalahan.
Jika Allah menghendaki seorang hamba untuk mendapatkan
kebahagiaan dan keberuntungan di dunia dan akhirat, maka Allah akan memberikan
taufik kepada dirinya untuk bertaubat, merendahkan diri di hadapan Nya dan
mendekatkan diri kepada Allah dengan berbagai kebaikan yang mampu untuk
dilaksanakan. Oleh karena itu, ada seorang ulama salaf mengatakan “Ada seorang
yang berbuat maksiat tetapi malah menjadi sebab orang tersebut masuk surga. Ada
juga orang yang berbuat kebaikan namun menjadi sebab masuk neraka,”
Lebih lanjut beliau menjelaskan, “Ada seorang yang berbuat dosa, lalu dosa
tersebut selalu terbayang dalam benaknya. Dia selalu menangis, menyesal dan
malu kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Hatinya selalu sedih karena memikirkan
dosa-dosa tersebut. Dosa seperti inilah yang menyebabkan seseorang mendapatkan
kebahagiaan dan keberuntungan. Dosa seperti itu lebih bermanfaat dari berbagai
bentuk ketaatan, Karena dosa tersebut menimbulkan berbagai hal yang menjadi
sebab kebahagiaan dan keberuntungan seorang hamba,”
Sebaliknya ada juga yang berbuat kebaikan, akan tetapi
kebaikan ini selalu dia sebut-sebut dihadapan Allah bahkan manusia. Orang
tersebut akhirnya menjadi sombong dan mengagumi dirinya sendiri disebabkan
kebaikan yang dia lakukan. Orang tersebut selalu mengatakan “saya sudah berbuat
demikian dan demikian,” ternyata kebaikan yang dia kerjakan menyebabkan
timbulnya ‘ujub, sombong, membanggakan diri dan merendahkan orang lain. Hal ini
merupakan sebab kesengsaraan seorang hamba.
Jika Allah masih menginginkan kebaikan orang tersebut, maka
Allah akan memberikan cobaan kepada orang tersebut untuk menghilangkan
kesombongan yang ada pada dirinya. Sebaliknya, jika Allah tidak menghendaki kebaikan
pada orang tersebut, maka Allah biarkan orang tersebut terus menerus pada
kesombongan dan ‘ujub. Jika ini terjadi, maka kehancuran sudah berada di
hadapan mata.
Al Hasan al-Bashri mengatakan, “Carilah kenikmatan dan
kebahagiaan dalam tiga hal, dalam sholat, berzikir dan membaca Al Quran, jika
kalian dapatkan maka itulah yang diinginkan, jika tidak kalian dapatkan dalam
tiga hal itu maka sadarilah bahwa pintu kebahagiaan sudah mulai tertutup
bagimu.
Malik bin Dinar mengatakan, “Tidak ada kelezatan selezat
mengingat Allah,” [Arief Kurniawansyah R]