Ketika kita berani berkorban demi ketaatan kepada-Nya maka Allah tak akan menyia-nyiakan ketaayan hamba-Nya
Oleh: Uli Akbar
SIAPA sangka Allah begitu tega, setelah sekian lama menunggu, mengharap dan mengadu perkara sang buah hati tercinta. Lantas kemudian manakala ada, diperintahkan kembali untuk dikorbankan atas nama cinta.
Tak mudah untuk orang yang biasa, demi sebuah perintah diasingkan, di terpa oleh kerinduan dan pada puncaknya harus dikorbankan atas sebuah perintah. Hanya orang-orang yang sangat dekat dengan Allah yang berani dan siap melakukannya.
Itulah yang dirasakan oleh baginda Nabi Ibrahim. Setelah berpuluh-puluh tahun lamanya mengharapkan kehadiran sang buah hati.
Hingga manakala ia telah remaja usianya, perintah wahyu dalam mimpi mengharuskan Nabi Ibrahim menyembelih sang putra belia harapan penerus kelangsungan keturunan dan pewarisnya.
Ujian yang sungguh luar biasa berat, sebagai seorang ayah yang harus menyembelih darah dagingnya sendiri. Merengut nyawa putranya sendiri atas nama cinta.
Namun, jangan salah menilai. Cinta tidakklah sekejam itu. Sebagai seorang Nabi, seorang pesuruh Allah, pengemban agama, maka suri tauladan haruslah ditonjolkan agar menjadi contoh bagi para pengikutnya. Untuk menunjukkan bahwa tiada cinta yang lebih tinggi melainkan cinta kepada Allah semata, bahkan melebihi kepada anak, istri dan harta benda.
Sebagai bentuk cinta kepada Allah mengikuti perintah-Nya, berangkatlah Nabi Ibrahim ke Mekkah untuk menemui Nabi Ismail. Sebagai seorang anak yang shaleh, Nabi Ismail dengan ikhlas dan berlapang dada menerimanya jika memang perintah Allah.
Setelah semua telah dipersiapkan, tangan dan kaki telah diikat serta parang yang tajam telah menyentuh leher sang pujaan. Menetes air mata seorang ayah, menguatkan hati bagi seorang Nabiyullah. Sungguh ini ujian yang amat berat dalam ketaatan.
Namun Allah maha tahu kepada siapa risalah itu pantas diberikan, ketaatan Nabi Ibrahim telah teruji dalam bingkai sejarah dan kepatuhan Nabi Ismail sebagai seorang anak tak dapat diragukan.
Keajaibanpun datang, Allah gantikan tubuh Nabi Ismail dengan seekor kibas (dalam riwayat lain parangnya tidak mampu berfungsi semestinya ketika sampai pada leher Nabi Ismail) sehingga tertunaikanlah perintah Allah kepada Nabi Ibrahim.
Ibrah dalam kehidupan
Manakala perkara jodoh yang diuraikan, ketika yang kita
kejar adalah cintanya Allah, maka Allah pertemukan dengan yang juga
mencintai-Nya. Ketika pekerjaan yang kita bahas, tatkala kepentingan Allah yang
kita utamakan, Allah datangkan keajaiban dari arah yang tak disangka-sangka.
Ketika rezeki yang menjadi topik pembicaraan, mudah bagi
Allah untuk menggantikan atau memberikan yang baru ketika kita taat dalam
melaksanakan segala perintah-Nya.
Allah kuasa melakukan apapun sekehendak-Nya. Sehingga ketika kita memiliki hajad dan kehendak maka jalan satu-satunya adalah mengikuti segala kehendak Allah. Ketika kita berani berkorban demi ketaatan kepada-Nya maka Allah tak akan menyia-nyiakan ketaayan hamba-Nya.[]