WASTHA.COM,
Banda Aceh -
Terdamparnya warga Rohingya di Aceh Utara setelah menempuh pelayaran panjang
menggerakkan Aksi Cepat Tanggap (ACT) terus melakukan pendampingan terhadap
mereka.
ACT
Lhokseumawe bersama Masyarakat Relawan Indonesia (MRI) melakukan kegiatan ini
untuk menghilangkan rasa trauma karena mereka cukup lama di lautan lepas.
Pendampingan psikososial merupakan salah satu solusi untuk mengantisipasi
sindrom pascatrauma di kalangan anak-anak. Metode ini juga tepat bagi pengungsi anak Rohingya untuk menyembuhkan psikologis mereka setelah terhempas
di tengah lautan yang ganas.
Thariq Farline selaku Kepala Cabang ACT Lhokseumawe mengatakan, ada cukup banyak anak yang ikut dalam rombongan ini,
sehingga perlu adanya edukasi.
“Tujuan kita membuat aksi ini karena mereka
masih dalam usia pendidikan maka harus diberikan edukasi yang sangat cukup.
Semenjak kejadian ini, kita berusaha melibatkan mereka agar terus aktif
berkegiatan,” jelasnya.
Ke
depannya, aksi-aksi serupa akan terus dilakukan, seperti menggambar maupun
mancakrida bersama anak-anak Rohingya di pengungsian. Kata Thariq, kini kondisi
di tempat pengungsian lebih nyaman dan anak-anak Rohingya sangat cepat dekat
dengan para relawan meskipun bahasa menjadi kendala untuk mereka.
“Harapannya juga melalui kegiatan ini, mereka
dapat kembali ceria seperti anak-anak yang lainnya,” harap Thariq.
Seperti diberitakan sebelumnya, Rabu (24/6), sebuah kapal terombang-ambing
di perairan Aceh Utara. Kapal itu memuat 94 warga etnis Rohingya di Myanmar
dengan rincian 15 laki-laki dewasa, 49 perempuan dewasa, dan 30 anak-anak.
Mereka ditampung sementara di bekas Kantor Imigrasi Desa Punteuet.
Pendampingan psikososial tersebut baru dapat terlaksana dua hari setelah berada di tempat pengungsian karena mereka harus terlebih dahulu didata oleh pihak imigrasi. Selain
pendampingan psikososial, kebutuhan lainnya juga turut dipenuhi ACT, seperti menyuplai kebutuhan pangan bagi pengungsi disana. Tiap harinya ada 300
porsi makanan siap santap yang dibagi untuk tiga waktu, makan pagi, siang, dan
malam.
“ACT
tiap harinya akan menyuplai kebutuhan makanan siap santap bagi pengungsi
Rohingya untuk makan pagi, siang, dan malam. Makanan ini berasal dari dapur
umum yang sudah ACT dirikan di Jalan Medan-Banda Aceh Meunasah, Masjid Punteut,
Kecamatan Blang Mangat, Lhokseumawe,” jelas Thariq.
ACT, kata Thariq Farline, akan terus melakukan pendampingan terhadap pengungsi Rohingya.
Satu unit Humanity Food Truck yang mampu menghidangkan ribuan porsi makanan
siap santap sedang dalam perjalanan menuju Aceh dari Jakarta.
Begitu juga
Humanity Water Truck telah diberangkatkan sebagai pemenuh kebutuhan air. Pengerahan
armada ACT ini bertujuan memberikan pelayanan terbaik bagi pengungsi yang
melarikan diri dari tanah air sendiri akibat konflik kemanusiaan di Myanmar.
Menurut
Catatan WHO, saat ini diperkirakan ada 913.316 pengungsi Rohingya di Cox’s
Bazar. Dari jumlah hampir satu juta orang pengungsi, WHO menyebut semua pengungsi
Rohingya di Kamp Pengungsian menghadapi kerentanan kesehatan.
Thariq mengimbau masyarakat bersama-sama membantu warga Rohingya.
"Dengan Ikhtiar
untuk membangun dan menghadirkan kesejahteraan untuk mereka, ACT tidak bisa
bekerja sendirian, kami butuh bantuanmu," pungkasnya. []