Iklan

Iklan

Abuya Muda Wali dan Abu Hasan Krueng Kalee Diusulkan Jadi Pahlawan Nasional

7/17/20, 11:04 WIB Last Updated 2020-07-24T11:52:13Z
Foto: Doc, OPI Aceh

WASATHA.COM, Banda Aceh - Pimpinan Daerah Organisasi Pelajar Islam (PD OPI) Provinsi Aceh mengusulkan Tgk.H. Muhammad Waly Al Khalidy (Abuya Muda Waly) dan Tgk.H. Muhammad Hasan Krueng Kalee dijadikan pahlawan nasional, hal ini diungkapkan oleh Wakil Ketua II PD OPI Aceh, Rozal Nawafil .

"Abu Muda Waly dan Abu Hasan Krueng Kalee merupakan tokoh agama, pendidikan,  politik dan pejuang yang sangat berpengaruh dalam upaya memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia, bahkan diterimanya Ir. Soekarno sebagai pemimpin Indonesia oleh para ulama juga tidak terlepas dari pengaruh Abu Muda Waly dan Abu Hasan Krueng Kalee," ujarnya, Jum'at (17/7/2020).

"Sejarah mencatat peran dan pengaruh penting Abu Muda Waly dan Abu Hasan Krueng Kalee terhadap eksistensi kemerdekaan Indonesia. Bahkan kiprah kedua Almarhum telah terbukti dan tidak diragukan lagi dalam upaya pergerakan perjuangan dan pengisi kemerdekaan. Sehingga sudah sewajarnya kita bersama sama mendukung pengusulan Abu Tgk. Muda Waly dan Abu Tgk. Hasan Krueng Kalee sebagai pahlawan nasional  dan sudah sepantasnya hal ini direspon oleh pemerintah pusat," sambungnya.

Abu Muda Waly dan Abu Hasan Krueng Kalee berperan dalam upaya merebut dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia.

Dikatakan Rozal, dalam berbagai referensi disebutkan bahwa di masa penjajahan, Abuya Muda Waly dan Abu Hasan Krueng Kalee bersama ulama-ulama Aceh lainnya terus menggelorakan semangat melawan penjajahan dengan semangat jihad fissabilillah.

Dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan pasca proklamasi kemerdekaan Indonesia,  Abu Muda Waly dan Abu Hasan Krueng Kalee serta para ulama-ulama Aceh lainnya juga melakukan jihad untuk membela agama dan kemerdekaan bangsa Indonesia.

"Hal itu terbukti pada tanggal 15 Oktober 1945, Abu Hasan Krueng Kalee beserta tiga ulama Aceh lainnya menandatangani deklarasi perjuangan Maklumat Oelama Seloeroeh Atjeh, Pernyataan Jihad yang mewajibkan seluruh rakyat Aceh untuk berjihad membela kemerdekaan Indonesia dan mengusir NICA (Netherlands-Indies Civil Administration) yang hendak menjajah kembali," sebutnya.

Maklumat itu merupakan wujud dukungan ulama Aceh terhadap kemerdekaan Republik Indonesia yang telah diproklamirkan. Inti muatannya, maklumat berisi keyakinan para ulama yang bernilai fatwa yakni perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia adalah sama dengan perjuangan suci yang disebut perang sabil meneruskan perjuangan Aceh terdahulu seperti perjuangan Tgk Chik Di Tiro dan pahlawan lainnya.

"Tak lama setelah keluarnya Maklumat Bersama itu, Pada tanggal 25 Oktober Abu Tgk. Hasan Krueng Kalee mengeluarkan sebuah seruan tersendiri yang sangat penting. Seruan ini ditulis dalam bahasa Arab kemudian dicetak oleh Markas Daerah PRI (Pemuda Republik Indonesia) dengan surat pengantar yang ditandatangani oleh ketua umumnya Ali Hasjmy tertanggal 8 November 1945 Nomor 116/1945 dan dikirim kepada para pemimpin dan ulama diseluruh Aceh. Setelah seruan penting itu tersiar luas, maka berdirilah barisan Mujahidin di seluruh Aceh yang kemudian menjadi Mujahidin Devisi Teungku Chik Di Tiro," terangnya.

Ia juga menjelaskan adanya maklumat itu berdampak positif bagi pemerintahan RI.

Berbagai dukungan fisik dan materil rakyat Aceh untuk membiayai perjuangan Negara Kesatuan Republik Indonesia tak terbendung, sehingga saat kunjungan pertama Presiden Soekarno ke Aceh, Juni 1948, dengan lantang Soekarno menyatakan bahwa Aceh dan segenap rakyatnya adalah modal pertama bagi kemerdekaan RI.

Rozal memaparkan, Organisasi Pelajar Islam (OPI) selaku organisasi serumpun Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PERTI) tidak dapat terpisahkan dari perjuangan Abu Muda Waly dan Abu Hasan Krueng Kalee. PERTI didirikan di Sumatera Barat pada 5 Mei 1928, berkembang di Aceh sejak tahun 1940-an. Abuya Muda Waly merupakan tokoh pertama yang memperkenalkan PERTI di Aceh.

“Abu Tgk. H. M. Hasan Krueng Kalee, Abuya Tgk. H. M. Muda Waly Al Khalidy, Tgk. H. Nyak Diwan, Tgk. H. M. Saleh Aron, dan beberapa ulama memprakarsai lahirnya Organisasi PERTI untuk wilayah Aceh,” kata dia.

“Kiprah PERTI dalam membina tarbiyah umat islam Aceh sangat besar sebagai wadah organisasi yang berjuang untuk mempertahankan orisinalitas pemahaman agama islam di Aceh yang i’tikadnya  mengacu pada faham Ahlussunnah wal Jama’ah (Asy’ariyah dan Maturidiyyah) dan berfiqih dengan Mazhab Syafi’i. Hampir seluruh dayah di Aceh bernaung di bawah organisasi ini dan bersanad kepada Abuya Muda Waly dan Abu Hasan Krueng Kalee," ucapnya.

Dalam pemilu 1955, PERTI yang menjadi Partai Islam PERTI berhasil memperoleh 465.359 suara atau 1,23% dari total suara pemilih sehingga berhasil memperoleh 7 buah kursi di Konstituante. Dari 7 kursi tadi, satu jatah kursi diberikan kepada PERTI Aceh yang diwakili oleh Tgk. H. Muhammad Hasan Krueng Kalee.
Pada 14 oktober 1957, Abuya Syeikh Muda Waly Al-Khalidy dan Abu Muhammad Hasan Krueng Kalee, serta beberapa ulama lain dari seluruh Indonesia sekitar 500 orang diundang oleh Presiden pertama Indonesia.

Ir. Soekarno ke Istana Cipanas untuk membicarakan status Negara RI dan presidennya dalam tinjauan agama Islam, apakah sah atau tidak.

Dalam pertemuan itu, itu tidak semua para ulama setuju mengangkat Soekarno menjadi pemimpin negara dikarenakan dianggap tidak memenuhi persyaratan menjadi pemimpin menurut fiqh.

Namun, Abuya Muda Waly menjelaskan bahwa kepemimpinan Soekarno adalah sah, dengan merujuk kitab "Tuhfatul Muhtaj".

Setelah itu maka para peserta pertemuan membaca kitab tersebut dan juga membaca beberapa kitab yang disarankan oleh Abuya selain kitab Tuhfah.

Akhirnya pertemuan itu menghasilkan pengakuan bahwa apa yang diungkapkan oleh Abuya adalah benar. Saat itulah Soekarno dinobatkan sebagai Presiden Pertama RI Dan Abuya Muda Waly menyampaikan Presiden Soekarno adalah Ulil Amri adh-Dharuuriy bisy syaukah. Hasil putusan itulah yang dilaporkan oleh Menteri Agama RI KH.

Masykur kepada Presiden, dan Presiden Soekarno berterimakasih kepada Abu Muda Waly dan Abu Hasan Krueng Kalee.

Abu Muda Waly dan Abu Hasan Krueng Kalee bersama ulama-ulama kaum tua lainnya yang tergabung dalam PERTI  juga tidak mendukung dan bergabung dengan ulama-ulama kaum muda yang tergabung dalam PUSA dalam pemberontakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia di Aceh.

Abuya Muda Wali dimata Alm. Prof. Ali Hasjmy

Mantan Gubernur Aceh, Alm. Prof. Ali Hasjmy menyebut Abuya Muda Waly sebagai sosok yang Nasionalis seperti dikutip dari buku Abuya Syeikh Muhammad Waly Al-Khalidy: Bapak Pendidikan Aceh. Di Dayah Darussalam yang dipimpinnya, Abuya Muda Waly memformulasikan ulang sistem pendidikan pesantren di Aceh pada masa itu.

Di dayah inilah pertama sekali diperkenalkan dua sistem yaitu sistem dayah tradisional dimana siswa yang mengikuti jalur ini diharuskan untuk belajar suatu kitab tertentu hingga tamat.

Sistem kedua yang diterapkan di dayah ini adalah sistem madrasah, dimana para siswanya belajar dengan mengikuti pola tertentu dan menggunakan gedung yang telah ditentukan.

Sistem ini juga tidak mengharuskan siswa untuk menamatkan suatu kitab tetapi harus aktif dalam diskusi-diskusi yang diselenggarakan di dalam kelas.

Sehingga tidak heran jika Gubernur Aceh (2/9/2008) menggelari Abuya Muda Waly sebagai Tokoh Pendidikan Aceh.

Abu Hasan Krueng Kalee juga dikenal sebagai pembaharu sistem pendidikan di Aceh. Abu Tgk.H. M. Hasan Krueng Kalee bersama Tgk H.Hasballah Indrapuri, Tgk H.Abdul Wahab Seulimum, Tgk Muhammad Daud Beureueh, Tgk M.Hasbi Ash-Shiddiqy,Tgk. H.Trienggadeng dll mengadakan Musyawarah Pendidikan Islam di Lubuk, Aceh Besar (1-2/10/1932) yang membahas masalah pembaruan dan perbaikan pendidikan Islam.

Dayah Darul Ihsan yang dipimpin Abu Hasan Krueng Kalee saat itu pun mengadopsi sistem pendidikan Islam tradisional moderat.

Abu Muda Waly dan Abu Krueng Kalee menjadi kharismatik bukan karena diagungkan oleh masyarakat Aceh pada waktu itu, melainkan pengorbanannya pada Aceh dan Indonesia yang begitu besar, sehingga ia diberi gelar “Ma’rifaullah” atau “al A’rif billah”.

Gelar itu ia terima pada sebuah forum tingkat tinggi ulama se-Aceh, 5 Mei 2007, di Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh. Pada pertemuan itu para ulama Aceh telah sepakat, selain Abu Muda Waly dan Abu Krueng Kalee, ada dua ulama lainnya yaitu Syaikh Abdurrauf Singkil (Syiah Kuala) dan Hamzah Fansuri telah sampai pada tingkat Ma’rifatullah.

“Jika melihat syarat-syarat pahlawan nasional, saya rasa tidak ada alasan untuk tidak dapat menjadikan Abu Tgk.H. Muhammad Muda Waly dan Abu Tgk. H. Muhammad Hasan Krueng Kalee menjadi pahlawan nasional Indonesia.” tutupnya. [ ]


Komentar
Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE. #JernihBerkomentar
  • Abuya Muda Wali dan Abu Hasan Krueng Kalee Diusulkan Jadi Pahlawan Nasional

Terkini

Topik Populer

Iklan