ACEH BESAR memiliki tempat wisata alam yang layak dinikmati dengan sejuta pesona pemandangan yang elok dipandang oleh mata, di Lampisang Kecamatan Peukan Bada tempatnya.
Beranjak dari Kota Banda Aceh menuju sebuah desa Lampisang yang berada di Kabupaten Aceh Besar dengan menempuh jarak 14 km dan menghabiskan waktu sekitar 30 menit menggunakan sepeda motor menuju lokasi tersebut.
Sepanjang perjalanan, bukit barisan yang dulunya tampak teduh kini terlihat mengerikan, keindahannya telah terusik oleh ulah tangan manusia, kini jalanan penuh debu yang sesekali bisa saja membuat sesak siapapun.
Huwaidi Johan, ketua Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Fakultas Dakwah dan Komunikasi membagi pengalamannya saat berlibur ke Lampisang.
Ia mengatakan sempat tersesat tiga kali, hingga akhirnya berjumpa dengan beberapa orang desa dan bertanya, lalu di tujukilah jalan yang benar menuju tempat tujuan.
"Setiba disana kami disambut oleh orang kampung dan kami beristirahat sejenak di warkop Pak Geuchiek, di situ kami dimintai KTP. Motor kami pakirkan di sana, dengan sangat ramahnya Pak Geuchiek mengatakan kalau terjadi apa-apa langsung menghubunginya," ceritanya.
"Dari warkop Pak Geuchik kami melakukan perjalanan dengan berjalan kaki sekitar 5 menit," lanjutnya.
Pendakian dimulai sore hari melalui jalan setapak dan teriknya matahari, namun tidak mematahkan semangat untuk melakukan pendakian, sepanjang perjalanan anda akan disuguhi oleh pepohonan dan hamparan rumput yang berjejeran.
Setengah perjalanan pendakian sudah tampak keseluruhan Gampong Lampisang, lanjut melakukan perjalanan hingga menuju puncak tepat menjelang maghrib, di atas puncak terlihat seluruh kota Banda Aceh dan sebagian Aceh besar dengan pemandangan mempesona, lampu-lampu rumah warga terlihat dari ketinggian.
"Selesai shalat magrib kami berbagi tugas menjadi dua team sebagian bergegas mendirikan tenda dan sebagian lagi memasak, nah saya berada di team memasak, kami memasak nasi, sarden dan masak tempe, ditemani oleh musik sambil membahas perihal memasak yang benar," kenang pemuda asal Aceh Utara ini.
Setelah semuanya benar-benar siap, sembari menikmati pemandangan, menyantap makan malam, rasa lapar dan lelahnya selama pendakian terbayar dengan indahnya panorama alam diatas puncak Bukit Gle Batee.
"Setelah makan saya menyendiri dari teman-teman, saya memilih duduk di dekat semak belukar, saya rasa itu tempat yang nyaman untuk menyendiri, bagi saya menyendiri ialah kekuatan, sambil menelepon ibu saya bercerita tentang keindahan pemandangan ini, karena saya berfikir ketika saya menyendiri saya mendengar suara yang tidak saya dengar di keramaian," lanjutnya.
"Malam itu langit dipenuhi bintang dan bulan sabit, jam satu malam kami memasak mie, banyak cerita yang dikabarkan antar sesama sembari meneguk kopi dan hangat nya mie instan, selepas berbincang hingga menuju pukul tiga pagi, satu persatu dari kami mulai tidur hingga saya pun ikut terlelap," sambungnya.
"Kami terbangun jam enam pagi kala matahari terbit, sekejap menikmati matahari terbit sambil mengabadikan moment dan dokumentasi foto bersama.
Setelah semuanya benar-benar selesai kami berberes dan membersihkan semuanya, lalu bergegas turun dan kembali ke kota," tutup lelaki berkulit hitam manis ini.
Setelah semuanya benar-benar selesai kami berberes dan membersihkan semuanya, lalu bergegas turun dan kembali ke kota," tutup lelaki berkulit hitam manis ini.