Ilustrasi [Instagram/ajitrisaputra] |
“Hai Orang-orang yang beriman Jika kamu menolong agama Allah, niscaya Dia
akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu,” [QS.Muhammad;7]
SAAT Rasulallah Shalallahu Alaihi
Wa Sallam dikepung oleh para preman Quraisy, tak satu pun celah yang bisa
dilalui. Kaum musyrik Makkah sudah memblokir semua jalur keluar dari Kota itu,
secara logika tidak mungkin Rasulallah dapat lepas dari kepungan kaum kafir di
Makkah.
Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa
sallam, meminta Ali bin Abi Thalib untuk tidur di rumahnya, di tempat baginda
biasa tidur dan mengenakan selimut Ia pakai. Rasullalah keluar rumah tanpa
diketahui oleh para pengepung yang sejak lama mengintai Rasulallah.
Menuju
rumah Abu Bakar as-shidieq dan kemudian keduanya berjalan ke arah selatan
Makkah, tiba di Gua Tsur di atas puncak yang tinggi yang tidak mungkin dapat
diketahui oleh para pengepung. Rasul dan Abu Bakar bersembunyi di Gua Tsur
selama tiga hari. Begitu sejumlah catatan tarikh menulis proses hijrah awal
Nabi.
Proses hijrah ini dilalui dengan suatu
usaha dari Rasulallah, ditemani Abu Bakar dan mengatur siasat dengan meminta
Abdullah bin Abu Bakar ikut tidur di Gua dan memintanya kembali ke Makkah
sebelum matahari terbit. Begitu Rasul membuat strategi melihat musuh dari jarak
jauh dengan pemantauan Abdullah bin Abu Bakar.
Dalam kisah ini juga peran Asma
binti Abu Bakar tercatat dengan baik. Ia yang menyuplai makanan ke Gua selama
ayahnya bersama Rasulallah bersembuyi. Asma menyelipkan makanan di pinggang,
dengan inilah ia dijuluki Dzatun Nithaqain atau pemilik dua ikat pinggang.
Apa yang dilakukan Nabi adalah
usaha terbaik dalam menjalankan dakwah Islam. Saat dikepung ia meminta Ali bin
Abi Thalib menggantikan posisinya di tempat tidur. Ini yang mengecoh kaum
kafir, dikira Nabi masih ada di dalam rumah. Meski usaha sudah maksimal,
persembunyian Nabi juga hampir ditemukan gerombolan Quraisy yang menyusul saat
diketahui Nabi tak berada lagi di Makkah. Berkat sarang laba-laba yang tentu
diperintahkan Allah Subhanahu wa’atala membuat sarang di mulut gua, ini yang
menyebabkan orang-orang kafir itu tidak melihat ke dalam gua.
Petolongan Allah kepada Nabi Muhammad
datang saat Nabi telah juga melakukan usaha terbaik untuk menghindari kejaran
musuh. Sejatinya, ia cukup berdoa dan akan dikabulkan jika hanya untuk selamat
dari ancaman musuh. Namun, Nabi tetap melakukan usaha maksimal atas setiap sesuatu
yang menjadi ancaman bagi keselamatannya dan keselamatan kaum muslimin.
Ada banyak peristiwa bagaimana Nabi
mencurahkan segala kemampuannya dalam menghadapi situasi yang genting dalam
masa awal dakwah Islam. Usaha maksimal adalah salah satu factor datangnya
pertolongan Allah Subhanahu Wa’taala. Datangnya perlindungan dan pertolongan
Allah memerlukan usaha dan kerja keras seorang hamba, karena pertolongan itu
tidak datang abra ka dabra, melainkan
satu proses dari hasil kerja dan usaha kita.
“Hai Orang-orang yang beriman Jika kamu menolong agama Allah, niscaya Dia
akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu,” [QS. Muhammad;7].
Dalam situasi seperti sekarang ini,
umat mengalami keresahan luar biasa. Situasi tidak menentu akibat Covid-19 yang
menimpa hampir seluruh penduduk bumi. Kita mendengar narasi-narasi pasrah akan
pertolongan Sang Kuasa.
Tidak sedikit kalangan dai yang mengajak umat tidak
usah khawatir dan takut akan virus ini, ajakan tanpa dibarengi usaha maksimal
mencegahnya. Miris, bahkan, video beredar seorang ustaz menantang Corona dan
tak takut akan virus ini.
Jangan terkecoh, setiap pertolongan
Allah itu ada syaratnya, maka lakukanlah usaha maksimal dalam proses pencegahan
virus Corona. Protokol medis dijalankan, doa dimaksimalkan dengan sempurna. Sebab,
apa yang dilakukan Nabi di saat genting sebagaimana kisah hijrah adalah usaha
maksimal dan kerja keras. Maka tibalah pertolongan itu! [arif ramdan]