WASATHA.COM, Covid-19 atau dikenal dengan Corona Virus Disease 2019 memberikan kejutan bagi seluruh umat manusia di dunia. Virus ini menyerang bagian pernapasan manusia bahkan dapat berujung kematian.
Virus tersebut telah menginfeksi sebanyak 203 negara dalam kurun waktu 3 bulan terakhir dengan lebih dari 1,27 juta orang terinfeksi. Kini Covid-19 sudah merajalela di 33 provinsi yang ada di Indonesia dengan lebih dari 2400 terinfeksi Covid-19 dan jumlah kematian lebih dari 200.
Dalam penanganan Covid-19 tentu diperlukan tindakan yang serius. Namun tidak dengan bersikap ketakutan, paranoid, dan panik berlebihan untuk menghadapi Covid-19. Menghindari boleh tetapi jangan serakah atau merugikan orang lain.
Seperti halnya melakukan penimbunan alat medis dan makanan demi kepentingan pribadi serta melarang penguburan korban Covid-19. Bayangkan jika yang meninggal itu diri kita sendiri apakah anda tidak merasa sedih? Tentu saja sedih.
Pemerintah sudah meneliti dan memikirkan segala upaya untuk mengurangi penularan pandemi Covid-19 termasuk tata cara khusus dalam proses pemakaman.
Jika takut tertular maka jauhi area pemakaman tersebut dalam jangka waktu tertentu. Virus akan mati apabila inangnya mati karena virus merupakan makhluk peralihan jadi seiring dengan membusuknya jasad maka virus juga akan ikut mati.
Tata cara penguburan dilakukan dengan melapisi mayat dengan beberapa lapis plastik, tempat pemakaman harus berjarak 500 m dari pemukiman warga, dan kedalaman penguburan 50 m dari sumber air tanah yang digunakan masyarakat.
Seluruh rakyat Indonesia seharusnya saling membantu dan bersatu dalam memberantasi pandemi Covid-19 bukan menimbulkan permasalahan baru akibat kepanikan yang berlebihan. Kenapa hal ini terjadi? karena kurangnya informasi bagi masyarakat dalam mitigasi Covid-19.
Dalam proses penyebaran, Covid-19 memiliki gejala tertentu bagi penderitanya seperti sesak nafas, demam, lemas dan batuk kering. Gejala Covid-19 sangat mirip dengan flu biasa yang umumnya dialami oleh rakyat Indonesia beriklim tropis. Penyebarannya pun sangat mudah selayaknya flu biasa, kontak langsung dengan penderita berpotensi besar tertular virus corona.
Dalam kasus ini manusia perlu berpikir cerdas bukan dipaksa berpikir cerdas oleh pemerintah. Sekarang sudah tidak ada lagi pemberlakuan jam malam, untuk itu diharuskan bagi setiap orang agar dapat mengontrol diri masing-masing agar tidak keluar rumah dan menjauhi kerumunan orang.
Mahasiswa Jurusan Matematika Fakultas MIPA Universitas Syiah Kuala, Sidratul Nur mengatakan Pencabutan jam malam ini bukan berarti mengizinkan perkumpulan tetapi agar tidak membatasi proses perekonomian di negara kita. Masyarakat harus tetap menjaga jarak sosial (physical social distancing) dan menjaga kebersihan dengan mencuci tangan. Tidak menyentuh bagian tubuh yang mengandung kelenjar seperti hidung, mata, dan mulut dengan tangan.
Berpikir positif dan berbahagia juga dapat meningkatkan imun tubuh sehingga dapat membentengi tubuh dari segala penyakit termasuk virus.
Meminimalisir penyebaran Covid-19 tidak harus dengan menggunakan masker bedah dan N95. Masyarakat dapat menggunakan masker kain yang sudah dicuci dan digunakan berkali-kali namun dengan syarat tidak lebih dari 4 jam penggunaan dan harus dicuci dengan sabun hingga bersih.
Masker bedah dan N95 biarlah digunakan oleh tenaga medis yang lebih membutuhkan bahkan mereka juga kekurangan alat peindung diri (APD). Bagi yang merasa kurang sehat segeralah memeriksakan diri ke rumah sakit jangan gengsi, malu, atau takut karena ini demi kebaikan semua orang terutama diri anda sendiri.
Ingat, Covid-19 tidak hanya mendatangkan berita kematian tetapi juga kesembuhan, terbukti lebih dari 259.000 pasien Covid-19 telah sembuh dari seluruh penjuru dunia. Sebenarnya mengubah perilaku manusia lebih mudah dan praktis daripada menemukan vaksin atau obat dari virus Covid-19 ini, penelitian tentu saja membutuhkan keahlian dan peralatan khusus yang harganya tidaklah murah.
Jadi mari kita bersama-sama memutuskan rantai penyebaran virus ini.(Sidratul Nur)