Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun. Telah berpulang ke Rahmatullah Ulama Perempuan Aceh, Tgk Hj Nuraini Bin Abbas (Mi Ainiyah), pimpinan Dayah Putri Muslimat Mesjid Raya Samalanga, Sabtu, (21/122019)
WASATHA.COM - Teungku Inong atau
Teungku Perempuan dari Aceh kalah popular dengan sebutan Teungku atau Teungku
Laki-laki. Secara umum, sebutan teungku biasanya langsung tertuju kepada
Teungku laki-laki. Sebenarnya di Aceh, pengajar di dayah semuanya disebut
dengan teungku, baik teungku laki-laki maupun teungku perempuan, atau secara
kultural disebut dengan Teungku Inong. Secara istilah teungku adalah yang
digunakan orang Aceh untuk menyebut seseorang yang ahli dalam bidang ilmu
agama. Tidak membedakan laki-laki dan perempuan.
Dalam perkembangannya, pada abad dua puluh dan dua puluh satu, masih terdapat Teungku Inong yang terus memainkan peran penting dalam pengembangan pendidikan dayah di Aceh. Hal itu dapat dilihat dari sosok yang telah berkontribusi sebagai Teungku Inong yaitu Ummi Ainiyah. Lahir dari cucu Pejuang Aceh-Belanda, dan anak dari Pejuang DI/TII bukan saja menjadi menantu dari ulama Aceh Teungku Abi Hanafiah (Pendiri MUDI Mesra Samalanga), tapi juga menjadi pendiri dan pimpinan Dayah Muslimat Putri Samalanga.
Pengabdian Ummi Aini fokus pada santri perempuan dan anak yatim. Sebagai pemimpin dayah perempuan, tugasnya juga adalah adalah menjadi pengaji keliling antar desa dan antar kabupaten di Aceh. Ummi Aini, melakukan pendekatan jemput bola. Selain mengajar anak-anak remaja di dayahnya, juga ikut menjadi pengajar di meunasah-meunasah di desa-desa di pesisir Aceh. Fokus utama santrinya dalam dalam pengajian keliling adalah perempuan; baik usia muda maupun tua.
Dayah Muslimat Samalangan berada di Desa Gampong Putoh Kecamatan Samalanga, yang berdiri sejak tahun 1975. Didirikan oleh Teungku Abi Hanafiah Bin Abbas, Teungku Jalaluddin Bin Abi Hanafiah (Gure Jalal) dan dirinya Teungku Inong Ummi Ainiyah. Jika dilihat dari tahun berdirinya sudahlah tentu dayah ini telah menghasilkan ribuan alumni yang telah berkarir dimana-mana.
Kalau melihat ke belakang, pada masa awal Islam, terdapat Khadijah binti Khuwaylid salah seorang perempuan yang sangat berperan sebagai pendukung dalam dakwah dan risalah Rasul saw. Di masa selanjutnya peran perempuan menjadi semakin luas seperti menjadi sebagai pendidik, pengajar yang secara aktif melakukan upaya-upaya transformasi nilai agama Islam di masyarakat.
Di Aceh secara historis juga memiliki beberapa figur tokoh perempuan yang dapat dikategorikan sebagai ulama perempuan (Teungku Inong) seperti Teungku Fakinah dan murid-muridnya. Tengku inong bisa saja muncul dari kalangan dayah maupun dari kalangan non dayah. Semangat dan intelektualitas tersebut hingga kini masih melekat pada pribadi perempuan-perempuan Aceh. Gambaran ini menegaskan bahwa, kemunculan ulama perempuan atau Teungku Inong di bumi yang dijuluki Serambi Mekkah telah melalui proses yang panjang dan berliku sebagai inspirasi bagi perempuan transgenerasi di Nusantara.
Oleh: Mukhlisuddin
Ilyas