WASATHA.COM, Banda Aceh - Dalam Seminar Monitoring
Isu-isu Pendidikan Aceh. Isu penting yang didiskusikan dalam seminar yang
diselenggarakan oleh Majelis Pendidikan Aceh (MPA) pada tanggal 10 Desember
2019.(10/12)
Seminar ini dihadiri oleh Ketua MPA Prof. Abdi A. Wahab, dua wakil ketua
Ir. T. Said Mustafa dan Dr. Anas M. Adam, serta para anggota MPA serta Kepala
BPSDM Drs. Syaridin dan unsur-unsur instansi terkait lainnya, juga para kepala
sekolah dan guru SMA, MA dan SMK.
Acara monitoring isu isu pendidikan Aceh diisi oleh dua
narasumber, yaitu Drs. Syaiful Bahri, M.Pd, anggota MPA sekaligus dosen
Bimbingan dan Konseling (BK) pada FKIP Unsyiah, dan Dr.
Safrilsyah.
Diskusi seminar ini mengarah kepada rekomendasi perlunya
mencukupkan kebutuhan guru BK, menyediakan fasilitas yang diperlukan di tingkat
satuan pendidikan, dan bahkan menyediakan fasilitas cyber-councelling mengikuti
perkembangan zaman.
Dari hasil seminar monitoring tersebut masih banyak terdapat
satuan pendidikan sekolah serta pembuat kebijakan pendidikan di Aceh yang mengabaikan
pentingnya peran guru bimbingan dan konseling dalam membentuk karakter anak
didik dan memotivasi belajar di kalangan anak didik.
Drs. Syaiful
Bahri berbicara
tentang Permasalahan Sekitar Guru Bimbingan Konseling di jenjang sekolah SMA/MA/SMK di
Aceh.
“Ada
kesalahpahaman tentang guru Binbingan Konseling (BK) selama ini. Guru BK dipandang sebagai guru yang
menyelesaikan masalah-masalah anak-anak yang tidak disiplin. Padahal guru BK
mempunyai peran besar dalam membentuk karakter anak-anak didik, tidak sebatas
mengatasi masalah anak nakal, melainkan perannya sangat krusial dalam
membimbing anak didik agar sukses dalam belajar, ini erat hubungannya dengan pembinaan karakter, termasuk
untuk anak-anak yang bermasalah di sekolah. Namun, banyak sekolah kekurangan
guru BK dan fasilitas yang dapat digunakan untuk bimbingan dan konseling juga
minim. Sehingga, bimbingan dan konseling tidak efektif,” ujar syaiful Bahri
Ia juga
menambahkan kurangnya perumusan para guru
BK dalam menjalankan tugas mereka, baik pelaksanaan konseling maupun
rumusan instumen yang dianggap sangat perlu untuk ditetapkan.
“Selain
itu, sebagian
mereka juga tidak melaksanakan tugas secara efektif. Misalnya,
sebagian guru BK tidak membuat rumusan instrumen yang diperlukan. Konseling
yang semestinya berlangsung dua arah, tapi lebih sering dilangsungkan secara
individual dan searah. Banyak sekolah kekuangan guru BK, bahkan satu orang guru
BK terpaksa melayani hingga 500 siswa, padahal menurut ketentuan semestinya
maksimum yang dilayani adalah 150 siswa. Belum lagi, ada guru BK yang mempunyai
latar belakang kompetensi sebagai guru BK,” pungkasnya
Dalam kesempatan
tersebut Dr. Safrilsyah, mengharapkan peran guru yang semestinya menjadi panutan bagi siswa didiknya, dimana
bimbingan guru sangat diperlukan apalgi di era 4.0 sekarang ini, maka dari itu profesionalisme
guru BK sangat menentukan kesuksesan anak didik mereka.
“Guru
BK semestinya menjadi teman siswa dan menjadi leader panutan bagi siswa. Selain
itu, profesionalisme guru BK sangat menentukan keberhasilan anak didik.
Bimbingan sangat penting dalam era destruksi dan era Industri 4.0 sekarang ini.
Aksesibilitas anak-anak terhadap teknologi informasi dewasa bukan untuk
dihambat, tapi untuk dibimbing, sehingga generasi milennial yang terekspos
dengan perkembangan informasi yang sangat dinamis, tidak terjerumus kepada
hal-hal negatif. Melainkan, mereka harus diarahkan memanfaatkan teknologi untuk
hal-hal positif. Penggunaan HP sebenarnya bukan untuk dilarang, karena
pembatasan penggunaan di sekolah atau satuan pendidikan, tidak serta merta
mereka tidak dapat mengakses informasi melalui internet. Tapi karena kurang
bimbingan, yang sering muncul ke permukaan adalah hal-hal negatif saja," harap Safrilsyah
Selain itu, para kepala Dinas Pendidikan di tingkat Provinsi, Kabupaten/Kota dan Kepala Sekolah
memberi perhatian terhadap kebutuhan guru BK dan pentingnya peran guru BK dalam
meningkatkan mutu lulusan, khususnya dalam aspek kefektifan dalam pendidikan.[]