Foto : Minanews.net
Oleh Rudi Hendrik, jurnalis MINA
WASATHA.COM - Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman, Artinya “Dan doakanlah untuk mereka, sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka.” (QS. At-Taubah [9] ayat 104).
Di ayat lain Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman, Artinya, “Dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan.” (QS. Muhammad [47] ayat 19).
Salah satu sisi keindahan Islam dan penganutnya dapat dilihat dari budaya ketulusannya dalam saling mendoakan.
Ketulusan itu terwujud bukan hanya sebatas saling tukar kata ketika bersua, tapi juga terwujud sampai ke hati ketika saling tidak berhadapan.
Simaklah kisah sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam Shofwan bin Abdillah bin Shofwan.
Shofwan tiba di negeri Syam. Kemudian ia bertemu dengan Ummud Darda, ibu mertuanya di rumah. Namun, Shofwan tidak bertemu dengan Abud Darda, bapak mertuanya.
Ibu mertuanya lalu bertanya, “Apakah engkau ingin berhaji tahun ini?”
Ummu Darda mengatakan, “Kalau begitu doakanlah kebaikan padaku, karena Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pernah bersabda, ‘Sesungguhnya doa seorang muslim kepada saudaranya di saat saudaranya tidak mengetahuinya adalah doa yang mustajab (terkabulkan). Di sisi orang yang akan mendoakan saudaranya ini ada malaikat yang bertugas mengaminkan doanya. Tatkala dia mendoakan saudaranya dengan kebaikan, malaikat tersebut akan berkata aamiin. Engkau akan mendapatkan semisal dengan saudaramu tadi’.”
Shofwan kemudian bertemu dengan mertua lelakinya di pasar. Ternyata Abu Darda mengatakan sebagaimana perkataan istrinya tadi. Abu Darda mengatakan bahwa dia menukilnya dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.
Seiring perkembangan zaman dan pesatnya kemajuan alat komunikasi di era digital ini, Allah Subhanahu Wa Ta’ala ternyata semakin memudahkan umat Islam saling berkirim doa dan mendoakan. Tidak hanya pada saat berjauhan lokasi hingga pada situasi tidak saling mengenal wajah dan karakter, tetapi apabila “judulnya” adalah Muslim, begitu mudahnya saling mendoakan dan berbagi doa dengan alat komunikasi di tangan.
Terlebih dari Abu Bakar Ash-Shidiq radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata, “Sesungguhnya doa seseorang kepada saudaranya karena Allah adalah doa yang mustajab (terkabulkan).“ (Sahih secara sanad).
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bahkan menganjurkan untuk memperluas doa kepada sesama saudara seiman dan seakidah.
Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu ‘anhu berkata bahwa seseorang pernah berdoa, “Ya Allah ampunilah aku dan Muhammad saja!”
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam kemudian bersabda, “Sungguh engkau telah menyempitkan doamu tadi dari doa kepada orang banyak.” (Sahih)
Sedemikian beruntungnya umat Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, sehingga Yahudi yang mengetahui keutamaan tersebut merasa hasad di dalam diri mereka.
Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, bersabda, “Tidaklah Yahudi hasad terhadap kalian tentang sesuatu, seperti hasadnya terhadap kalian dalam permasalahan salam dan ucapan aamiin”. (HR. Ibnu Majah 856 dan Ibnu Khuzaimah).
Yahudi yang merupakan musuh terbesar umat Islam, mengetahui keutamaan salam sehingga mereka hasad kepada kaum muslimin atas anugerah dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala itu.
Lalu bagaimana bisa jika kaum muslimin melupakan keutamaan ini?
Lihatlah keutamaan salam dalam Islam yang berisi kalimat doa kepada sesama Muslim.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, seorang pemuda melewati Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam yang sedang dalam keadaan duduk di sebuah majelis. Maka pemuda ini mengucapkan, “Assalamu’alaikum.” Maka Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mengatakan, “Bagi dia 10 kebaikan.” Lalu lewat pemuda yang lain dan mengatakan, “Assalamu’alaikum wa rahmatullah.” Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mengatakan, “Bagi dia 20 kebaikan.” Kemudian lewat lagi pemuda yang lainnya mengatakan, “Assalamu’alaikum warahmatullahi wa barakatuhu.” Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mengatakan, ”Bagi dia 30 kebaikkan.” (HR. Ibnu Hibban 493, Abu Daud 5195, Tirmidzi 2689 dan ini adalah lafaz Ibnu Hibban). (A/RI-1/P1) (Sumber : Minanews.net)
|