WASATHA.COM, BANDA ACEH – Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh
mulai melakukan review terhadap proses Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT
Linge Mineral Resource (LMR) di Kabupaten Aceh Tengah.
Kajian tersebut dilakukan
bersama unsur akademisi, praktisi, pemerintahan terkait seperti perwakilan
Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK), Dinas Energi dan Sumber Daya
Mineral (ESDM) serta Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).
Kadiv Advokasi GeRAK Aceh,
Hayatuddin Tanjung mengatakan hasil kajian dalam diskusi tersebut, ditemukan
beberapa hal yang menjadi persoalan dalam proses perizinannya.
Hayatuddin menuturkan, penerbitan IUP
eksplorasi PT LMR oleh Bupati Aceh Tengah diduga tidak memiliki rekomendasi
dari Gubernur Aceh sesuai qanun Aceh Nomor 12 Tahun 2001 dan Undang-undang
Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh.
Masa berlaku IUP perusahaan ini juga
sudah melebihi 8 tahun, dan terindikasi melanggar Undang-undang Nomor 4
Tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan batubara.
Kemudian, lanjut Hayatuddin, di
Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) PT LMR juga terdapat Penambangan Emas
Tanpa Izin (PETI) yang sudah berlangsung sejak lama.
“Tak hanya itu, wilayah Linge tersebut
diketahui sebagai kawasan situs budaya bekas kerajaan. Dan terakhir GeRAK juga
menduga adanya praktek penggunaan IUP untuk kepentingan jual beli saham
disana,” ucap Hayatuddin Tanjung, Rabu (15/5).
Menurut Hayatuddin, semua itu menjadi
catatan penting pemerintah untuk mengevaluasi IUP serta mengantisipasi maraknya
peralihan IUP dari Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) menjadi Penanaman Modal
Asing (PMA).
“Atas dasar itu, Pemerintah Aceh perlu
menjadikan kasus PT Emas Mineral Murni (EMM) dan PT LMR ini sebagai pintu masuk
melakukan pengkajian terhadap kewenangan Aceh dalam sektor SDA sesuai UUPA,”
ujarnya.
Selain itu, Hayatuddin juga mendesak
Pemerintah Aceh segera membentuk tim pengkajian dengan Dinas ESDM sebagai
leading sektornya, langkah tersebut penting dilakukan supaya kasus seperti PT
EMM tidak terulang lagi.
“Segera membentuk tim, jangan
terlambat seperti dulu, jangan sampai muncul lagi aksi dari publik,” tuturnya.
Hayatuddin juga menyarankan,
Pemerintah Aceh segera melakukan upaya negosiasi dengan Pemerintah Pusat, guna
mempertimbangkan proses pengeluaran izin Operasi Produksi kepada PT LMR.
Seperti diketahui, PT LMR telah
mengumumkan secara resmi melalui media cetak di Aceh tentang rencana usaha atau
kegiatan penambangan dan pengolahan biji emas DMP di Proyek Abong,
Kecamatan Linge, Kabupaten Aceh Tengah.
Pasca adanya pengumuman tersebut,
sejumlah aksi penolakan dari berbagai organisasi masyarakat di Aceh pun muncul,
bahkan pada, Senin 8 April 2019 lalu, mahasiswa di Aceh Tengah sudah melakukan
aksi demonstrasi menolak adanya rencana penambangan disana.
Kemudian, aktivis Gayo Merdeka juga
melancarkan ke Kantor Gubernur Aceh pada Kamis 2 Mei 2019 lalu, mereka mendesak
Plt Gubernur Aceh, Nova Iriansyah mengakomodir sikap penolakan dan mencabut
izin penambangan pengolahan biji emas oleh PT Linge Mineral Resources (LMR)
proyek Abong di Kecamatan Linge, Kabupaten Aceh Tengah. [Minanews.net]