WASATHA.COM, BANDA ACEH - Bunda PAUD Aceh, Dyah Erti Idawati, meminta para guru-guru PAUD di seluruh Aceh untuk mengampanyekan panduan makan sehat dengan metode Isi Piringku. Panduan itu merupakan salah satu acuan sajian makan bagi anak sehingga tumbuh kembang anak menjadi lebih baik.
Keragaman makanan dalam satu piring sebagai bekal anak adalah suatu hal yang wajib dipenuhi ibu. Ada cakupan protein, karbohidrat, vitamin dan mineral seimbang dalam satu piring. Kampanye Isi Piringku akan diperketat lewat Rumoh Gizi.
"Idenya (Rumoh Gizi) adalah untuk memastikan asupan gizi pada ibu hamil serta batuta tercukupi," kata Dyah saat mengisi materi penguatan kapasitas Pokja Bunda PAUD sebagai upaya peningkatan kualitas PAUD, di Dinas Pendidikan Aceh, Jumat 12/04.
Program Rumoh Gizi nantinya akan dibentuk di setiap gampong di seluruh Aceh. Rumoh Gizi akan dibiayai dengan dana desa dan akan disusun berdasarkan peraturan bupati. Dyah menyebutkan, di Rumoh Gizi itu, nantinya akan dipertemukan kaum ibu khususnya mereka yang sedang hamil maupun yang mempunyai balita untuk bertemu dan beraktivitas bersama.
"Usul saya itu seminggu sekali. Mereka akan masak dan makan bersama di sana," kata Dyah. Dengan demikian diharapkan makan makanan bergizi seperti makan ikan bisa menjadi kebiasaan di rumah dan anak yang lahir bisa terhindar dari penyakit stunting.
Isi Piringku adalah untuk konsumsi anak usia 2 tahun lebih. Porsi makanan yang diisi terdiri dari sayur dan buah-buahan dengan beragam jenis. Seperempat piring berisi protein; ikan, ayam atau kacang-kacangan. Seperempat piring adalah karbohidrat dari biji utuh seperti nasi atau pun gandum.
Kampanye itu diminta Dyah bisa dilakukan oleh Guru PAUD. Mereka bisa menjadi role model untuk kampanye itu.
Guru PAUD, kata Dyah tak sebatas untuk kampanye Isi Piringku semata. Mereka juga bisa menjadi role model untuk kegiatan gotong royong. Dengan demikian solidaritas pada anak terlatih sejak usia dini.
"Bunda PAUD jangan sekedar ngomong. Harus jadi role model. Lakukan (aktivitas) gotong royong dan tanamkan itu sejak usia dini," kata Dyah.
Saat ini, solidaritas antar-sesama mulai menurun. Tetangga sekalipun bahkan tidak pernah tahu dengan kondisi tetangganya. Hal itu mengakibatkan permasalahan keluarga seperti anak menderita stunting terjadi. "Ada penelantaran orang tua dan ketidakingintahuan orang sekitar atas apa yang terjadi," kata Dyah.
Karena itulah, solidaritas sesama, kata Dyah, sangat penting untuk ditanamkan kembali sebagai sebuah kebudayaan masyarakat di Aceh. Dengan demikian, kepedulian sesama bisa terpupuk kembali. []