WASATHA.COM, Banda Aceh - Prof Syamsul Rijal, Akademisi Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry mengatakan bahwa teori-teori ilmu barat itu tidak boleh terbang melayang-layang tanpa terkoneksi dengan kepentingan ummat.
“Kecenderungan epistemologi barat adalah berpondasikan
peradaban empiris tanpa didasarkan pada wahyu,” ungkapnya di Acara Seminar
Internasional yang digelar oleh Prodi Aqidah dan Filsafat Islam UIN Ar-Raniry, Banda
Aceh, Kamis (21/3/2019) Pagi.
Menurutnya, produk pemikiran seperti itu dapat melahirkan banyak
ilmu sains yang hampa tanpa nilai-nilai spiritual dan pada entitasnya epistemology
barat tidak dapat mencapai kebenaran.
Prof Syamsul juga mengatakan, gagasan epistemology Islam
telah memberikan ruang gerak bagi ummat Islam untuk dapat keluar dari belenggu
pemahaman dan pengembangan ilmu yang berasal dari epistemologi barat.
“Jadi ada gagasan-gagasan untuk mengeluarkan diri daripada
konsep itu. Karena ini berkaitan erat dengan metafisik yang harus ada fondasi
wahyu, hadist, akal dan intuisi,” ujarnya.
Lanjutnya, sumber ilmu itu wahyu, akal sehat, panca indera dengan
pendekatannya yang bersifat tauhidi.
“Sekarang dalam konteks politik saat ini, apa sumbangan substansi
hadits supaya lajur demokrasi itu berjalan lebih baik. Makanya epistemologi islam
ini yang harus kita jalankan,” tandasnya.
Hal yang sama juga dikatan Prof Abdul Aziz Abbasy, Direktur
Sadra International Institute dalam seminar yang bertajuk “Espitemologi Islam
dan Barat di Era Kontemporer” tersebut.
Menurutnya, seorang manusia yang punya eksistensi sebelum datang
kealam ini sebagai ruh, sudah punya pengetahuan itu secara potensi dalam dirinya.
“Proses pengetahuan bukan menghasilkan produk pengetahuan
yang baru, tetapi mengingat kembali pengetahuan yang ada pada diri kita dan mengaktualkan
pengetahuan yang kita punya sekarang,” jelasnya.
Prof Abbasy juga mengatakan, sebenarnya kajian-kajian
filsafat sudah ada sebelumnya dari filsuf Islam seperti Ibnu Sina, Alkindi, Alfaraby,
Ibnu Rusyd yang kemudian menjadi sangat berkembang pada masa-nya.
Lanjutnya, pengetahuan tersebut kemudian digunakan oleh
imperialisme barat yang dimulai dari revolusi industri dan dimanfaatkan untuk
penguasaan secara ekonomi, politik, dan dalam bidang yang lain dimanfaatkan
oleh para politisi juga pemimpin karena mereka melihat cara menguasai dunia dalam
hal materi.
Ia menerangkan, seharusnya pengetahuan yang berbasis agama
harus dijalankan untuk mencari hakikat kebenaran, bukan hanya sekedar ilmu
pengetahuan.
“Tugas kita hari ini, kita perlu mengkaji karya-karya filsuf
islam itu dan memanfaatkan perkembangan teori barat, kemudian dibungkus dalam perkembangan
kontemporer untuk kemudian digunakan dalam menyelesaikan berbagai persoalan
dunia sekarang,” pungkasnya. []