WASATHA.COM - Mendung sedikit menggelayut di
penghujung cakrawala, namun tidak mengurangi teriknya matahari yang menyayat
kulit, sepanjang jalan Gampong Lapang, Kecamatan Johan Pahlawan, Meulaboh, Aceh
Barat.
Di tengah-tengah kebisingan lalu lintas terlihat pula
rumah warga beserta pondok-pondok penjual gorengan.
Tak jauh dari lokasi
penjual gorengan, di tepi jalan tampak rumah sederhana dengan berbagai jenis
tumbuhan.
Di dalamnya terlihat pula seorang laki-laki yang sibuk menata kembali tumbuhan yang sedang dirawatnya.
Di dalamnya terlihat pula seorang laki-laki yang sibuk menata kembali tumbuhan yang sedang dirawatnya.
Jika diperhatikan dengan teliti, sepertinya bukan
tanaman pada umumnya. Melainkan ditempat itu terlihat dipenuhi tanaman
jenis pohon langka yang kaya akan manfaat.
Spanduk mungil bertuliskan TIN’S HOUSE dapat dilihat dari
seberang jalan, seperti mengisyaratkan bahwa disana merupakan pusat pembibitan
Tin dan Bidara Arab.
Hal ini tentu membuat penulis merasa tertarik untuk
melihat beberapa koleksi di rumah pembudidayaan pohon Tin dan Bidara yang
populer disebut dengan pohon surga.
Pohon Tin atau Ara (Ficus carica L.) adalah sejenis
tumbuhan penghasil buah-buahan yang dapat dimakan. Pohon ini kebanyakan berasal
dari Asia Barat.
Pohon tin merupakan salah satu dari dua pohon yang
disebut paling baik manfaatnya dalam Al Qur'an, salah satu surat tersebut yaitu
(QS Surah At-Tin ayat 1) karena Allah bersumpah atas nama buah/tumbuhan ini.
Pohon Tin atau Ara merupakan pohon dengan segudang manfaat
mulai dari buah, daun, getah hingga akarnya. Pohon Tin sendiri tergolong
tanaman langka yang tidak semua orang memilikinya.
Hal ini disebabkan oleh harganya yang tergolong mahal
serta kurangnya pengetahuan tentang cara merawat tanaman Tin dengan baik dan
benar.
Namun ditangan Teuku Yusran, pemilik Tin’s House pertama
di Meulaboh, ia berhasil mengembangkan sebanyak 15 jenis bibit Pohon Tin sejak
tahun 2017, juga telah dipasarkan ke berbagai daerah.
Baginya, pohon Tin memiliki
daya magnet untuk dijadikan hobi tersendiri. Hal ini juga tak lepas dari
perjuangannya ketika berusaha mendapatkan bibit di tahun 2012, beliau
mencarinya di Bandung.
Namun karena harganya yang mencapai jutaan sehingga
membuatnya mengurungkan niat.
Saban tahun sayup-sayup perihal pohon Tin terdengar
kembali. Ketika ada waktu luang, Teuku yusran mulai mencari tau kembali tentang
pohon Tin sehingga hasratnya untuk memiliki Pohon surga muncul lagi.
Laki-laki yang berkerja sebagai educator di sebuah
lembaga sosial ini akhirnya di tahun 2016 mendapatkan bibit Tin jenis Green
Yordan, dengan membelinya di kabupaten luar Aceh Barat.
Akan tetapi pohon Tin tersebut masih kecil dan sangat
tipis kemungkinan untuk bertahan hidup.
Karena tekat sudah memuncak, ia bekerja keras untuk
merawat sehingga Tin kembali segar dan saat ini sudah tumbuh besar setinggi
orang Dewasa.
Hal ini juga tak lepas dari hasil belajarnya bersama
Komunitas Tin Indonesia yang populer disebut FigLovers Indonesia dan
teman-teman yang bergabung dalam Komunitas Tin Aceh, dengan tujuan untuk
sama-sama menguatkan langkah dalam membudidayakan pohon Tin di Aceh dan
khususnya Aceh Barat.
Hingga saat ini, ia sudah mengoleksi sebanyak 15 jenis
Tanaman Tin dengan varian harga ratusan ribu hingga jutaan rupiah.
Seperti halnya jenis Green Yordan, Purple Yordan, Brown
Turkey, blue Giant, BTM6, Masui Dophine, Taiwan Golden Fiq Jumbo, Barnisote,
Yellow King Saudi Arabia, Bromo Violet, Isu Gold, Moyuna, Tena, Red Palestine,
dan Iraqi.
Sebelumnya, bapak yang berusia 34 tahun tersebut sempat
memiliki 22 jenis pohon tin di kebun TIN’SHOUSE miliknya.
Dikarenakan sudah banyak peminat, sehingga sebagian
variannya sudah terjual dan juga ada yang mati karena perawatannya butuh
ketelatenan, namun tetap semangat dan terus berusaha.
Dalam membudidayakan tanaman Tin, tentunya tidak terlepas
dari rasa syukur kepada Allah SWT, karena tanaman ini merupakan tanaman surga
yang telah diberikan keberkahan sehingga kita tercurahkan keberkahan tersebut
bagi yang menanam dan merawat nya.
“Karena pohon Tin merupakan
pohon penuh berkah, dengan pembudidayaan pohon Tin kita dapat membangun investasi
halal di negeri bersyariat islam,” ujarnya.
Meskipun Pembudidayaan Tin
di Aceh masih tergolong minim, dikarenakan mahalnya harga serta kurangnya
pengetahuan masyarakat tentang tanaman tersebut, dan begitu juga dengan
perawatan yang harus dilakukan.
Sebenarnya tanaman pembawa berkah ini sangat mudah
beradaptasi serta mampu membuat pemilikinya jatuh hati.
“Ketika mendengar dari
mulut kemulut, memang Tin terlihat biasa saja. Akan tetapi jika sudah
menanamnya sendiri, kita dapat merasakan kepedulian seperti terus memantau
perkembangan setiap harinya,” ungkapnya.
Budidaya tanaman surga ini
tentunya mampu menjaring investasi halal di Aceh. Selain kaya akan mamfaat bagi
kesehatan, pohon tin juga mampu melipat gandakan Rupiah secara halal tentunya.
Jika ditelaah lebih dalam secara pendapatan, pohon Tin
bisa kita dibeli dengan harga terjangkau dalam bentuk cangkokan, dan kemudian
disemai dalam media hingga satu sampai 2 bulan.
Setelah dirawat sampai berkembang, nominal rupiah pun
bisa meningkat berlipat ganda. Semakin besar dan semakin bagus batangnya,
maka akan semakin mahal harganya.
Belum lagi jika Tin mulai
berbuah, yang buahnya memiliki kandungan gizi serta vitamin ini harga jualnya
mencapai ratusan ribu rupiah.
Begitupun dengan daunnya, daun tin sendiri dimamfaatkan
sebagai Teh yang dipercaya mampu menurunkan kolesterol dan pencegahan terhadap
kanker.
Sehingga banyak kalangan yang menjadikannya sebagai detok
tubuh dengan cara mengkonsumsi Teh Tin. Daun Tin sendiri jika dipasarkan setiap
kiloaannya tejual Rp. 200.000 perbatang.
Budidaya pohon ini saja sudah dapat menghasilkan ratusan ribu
rupiah, bayangkan saja jika memiliki puluhan batang Tin, pastinya akan
menghasilkan banyak pundi-pundi rupiah.
Investasi halal bisa dilakukan dengan cara membudidayakan
pohon Tin khususnya di Aceh, dengan menggerakan jiwa Entrepreneurship pemuda
aceh dalam menyonsong kemandirian.
Pohon Tin yang mudah
ditemui di kawasan Asia Barat ini tidak terlalu sulit untuk dibudidayakan di
Indonesia, buktinya di Indonesia sudah ada 50 lebih jenis pohon Tin yang sudah
berhasil dikembangkan.
Hanya saja harganya yang mahal serta kurangnya
pengetahuaan masyarakat tentang tanaman yang berpengaruh besar baik bagi
kesehatan maupun kecantikan tersebut.
Adapun media yang digunakan dalam pembudidayaan pohon Tin
ialah dengan menggunakan sistem opulasi atau dengan cara tempel tunas, stek dan
cangkok.
Media yang digunakan adalah material yang mudah diserap
oleh air sehingga air tidak tergenang didalam pot ketika disirami air. Medianya
berupa tanah pasir, sekam, dan kohe (kotoran Hewan) dengan bandingan 1:1:1.
Untuk perawatan sehari-hari cukup diperhatikan saja
kandungan air ketika disiram, agar air tidak tergenang dan menetap lama kalau
untuk media pot. Sehingga cara ini tidak akan mengalami pembusukan pada akar
yang disebabkan oleh jamur.
“Kita cukup memperhatikan
kecukupan nutrisi, air dan pencahayaan supaya tidak terlalu basah apalagi
tergenang air sehingga tidak menyebabkan pembususkan pada akar,” jelasnya.
Disinggung mengenai
aktifitas berkebun dan rumah yang dijadikan TIN’S HOUSE, Poe Rumoeh (istri)
yang juga berstatus sebagai PNS di salah-satu rumah sakit setempat menambahkan,
aktifitas TIN’S HOUSE sama sekali tidak mengganggu bahkan dengan adanya usaha
Tin telah menambah penghasilan keluarga serta bisa membagi ilmu kepada
masyarakat sekitar.
Ia justru merasa senang dengan banyaknya koleksi tanaman
penuh berkah yang disebutkan didalam Al-Qur’an tersebut.
Menurutnya, menanam pohon ini bisa untuk membawa
keberkahan bagi keluarga serta banyak manfaat untuk masyarakat.
Saat ini, TIN’S House tidak hanya memiliki koleksi
tanaman Tin saja, tetapi juga terdapat banyak sekali jenis tanaman lainnya
seperti pohon Bidara (tanaman yang dipercaya mampu menakuti jin), bibit
stroberry, serta bunga mawar batik.
“Kehadiran Tin dirumah
membuat saya sangat bersyukur, pohon tin mampu menjaring tali silaturahmi dan
menambah penghasilaan keluarga,” pungkasnya dengan penuh bahagia. [Helena Sari, adalah Peserta Klinik Jurnalistik, Mahasiswa Komunikasi Penyiaran Islam, FDK UIN Ar-Raniry]