Dr. Nurkhalis Mukhtar Lc MA, Ketua STAI Al-Washliyah Banda Aceh |
ERA Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam memang sudah jauh berlalu sebelum generasi milenial ada saat ini yang disebut juga Generasi Y, yaitu mereka yang lahir di atas tahun 1980-an hingga 1997.
Namun keteladanan Rasulullah masih bisa dijadikan panutan hingga saat ini. Segala ucapan dan perilaku Nabi masih relevan dengan yang terjadi di era yang jauh lebih modern seperti sekarang ini. Karena risalah Islam diturunkan untuk hingga akhir zaman.
Generasi milenial ini juga disebut sebagai generasi emas yang sangat potensial menjadi generasi bagi kebangkitan Islam, meskipun dalam mengelola masa muda agar memiliki karakter kuat dalam keagamaan, merupakan suatu perjuangan yang tidak mudah dan sederhana.
Sebab pertentangan yang paling berat dan sulit serta menantang dalam fase kehidupan kita adalah menundukkan masa muda untuk tumbuh dalam beribadah dan menyembah kepada Allah (syaabun nasya-a fi ‘ibadatillah) sesuai tujuan penciptaan manusia itu sendiri.
Demikian disampaikan Ustaz Dr. Nurkhalis Mukhtar Lc MA, Ketua STAI Al-Washliyah Banda Aceh, saat mengisi pengajian rutin Kaukus Wartawan Peduli Syariat Islam (KWPSI) di Rumoh Aceh Kupi Luwak, Jeulingke, Rabu (2/1/2019) malam.
Itulah sebabnya Rasulullah menyebutkan di antara tujuh golongan yang memperoleh naungan pada saat tiada naungan kecuali naungan dari Allah pada hari kiamat adalah pemuda yang tumbuh dalam rangka beribadah kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
"Pemuda sukses yang pandai memanfaatkan peluang masa mudanya untuk selalu ingat apa tujuan ia diciptakan Allah. Ia menyadari peluang itu tidak akan berulang. Ia memanfaatkan masa muda sebelum datang masa lemahnya (tua), masa sehat sebelum sakitnya, masa lapang sebelum sempitnya, dan masa hidup sebelum datang kematiaannya," ungkap Ustaz Nurkhalis Mukhtar yang juga Pembina Lajnah Dakwah Dayah Raudhatul Quran Darussalam.
Dikatakannya, para pemuda juga harus menyadari dan mengetahui banyak program dari luar Islam yang diarahkan kepada pemuda dengan lima program Ghazwul Fikri. Karena orang di luar Islam tahu persis, kalau ingin hancurkan suatu masyarakat dan peradaban Islam, maka hancurkan dulu para pemudanya.
"Para pemuda muslim harus kuat mempersiapkan diri dan berpacu dengan guna waktu menghadapi serangan Ghazwul Fikri dengan perang pemikiran sekuler, pluralis dan liberalisme agama. Waktumu sangat penting jangan dibuang sia-sia, banyak-banyaklah menghadiri majelis ilmu, perkuat agama dan tauhid," jelasnya.
Ia menyebutkan, pada diri Rasulullah memiliki nilai keteladanan yang agung dan mulia yang bisa dicontoh generasi milenial. Karena perjalanan kehidupan Rasulullah sampai kepada kita sekarang dengan riwayat yang sahih dan bisa dipertanggungjawabkan nilai keilmiahannya.
Setiap sisi kehidupan Rasulullah bisa dipelajari mulai dari sejak beliau dilahirkan sampai Rasulullah wafat bisa diketahui dengan mendetail, bahkan ada para ulama yang menulis segala hal yang berkenaan dengan Rasulullah. Kehidupan beliau merupakan cermin bagi umatnya.
Rasulullah adalah seorang pemimpin yang adil, jenderal yang pemberani, guru yang menjadi teladan, pedagang yang jujur, pengembala yang bertanggung jawab, ayah yang penyayang, suami yang setia, teman yang baik bagi pemuda.
Pada suatu kesempatan seorang sahabat meminta wasiat kepada Rasulullah, lalu Rasul berpesan: “Bertakwalah kepada Allah di manapun berada, dan ikutkanlah kesalahan dengan kebaikan niscaya dosa akan terhapus, dan berakhlaklah kepada manusia dengan akhlak yang baik”.
Makna “dan ikutkanlah keburukan dengan kebaikan, niscaya dosa akan terhapus”, tentu sebagai manusia yang memiliki kesalahan dan kekhilafan, maka hal yang semestinya dilakukan adalah kembali ke jalan Allah dengan memperbanyak istighfar, serta melakukan berbagai kegiatan yang posistif yang bisa dirasakan manfaatnya baik bagi diri sendiri maupun orang lain. Tentu tidak dinamakan manusia melainkan merupakan tempat lupa dan khilaf, Namun, sebaik-baik orang yang keliru adalah orang yang bertaubat.
"Ketika seseorang mampu membangun hablum
minallah dalam bentuk yang istimewa yaitu mewujudkan ketakwaan baik dalam level pribadi, individu masing-masing, maupun keshalihan sosial masyarakat, akan hadir keberkahan dari langit dan bumi. Demikian juga kemampuan manusia membangun pola interaksi dengan manusia lain yang dikenal dengan hablum minannas,"
ungkap Ustaz Nurkhalis, doktor lulusan University of Bakht Al-Ruda, Sudan ini.
Kemampuan membangun hablum minallah dan hablum minannas akan berefek positif kepada al-bi’ah yaitu lingkungan sekitar yang terdiri dari hewan dan tumbuh-tumbuhan.
Wujudnya interaksi hamblum minallah, hablum minannas dan hablum ma’al bi’ah, akan terbentuk sebuah masyarakat percontohan atau yang disebut dengan masyarakat ideal di era milenial.
"Masyarakat ideal yang beberapa abad lalu pernah dibentuk oleh Rasulullah merupakan masyarakat yang telah mampu mewujudkan tiga hal tersebut. Dan secara tegas kita nyatakan, kita belum menemukan masyarakat yang sama dengan mereka dan mampu mentransfer nilai kebaikan seperti yang mereka lakukan untuk kita yaitu cahaya Islam yang sampai ke negeri kita," sebutnya.
Kehadiran umat Islam dalam wujud masyarakat ideal di era milenial yang berakhlaqul karimah diharapkan membawa perubahan bagi umat manusia. Umat Islam harus siap menjadi pelopor dari setiap kebaikan.
Sebagaimana Islam adalah agama yang memberi solusi, dan Rasulullah adalah figur pembawa solusi, maka sepatutnya umat Islam adalah pembawa pencerahan, menjadi pembawa rahmat bagi semesta alam, sumber inspiratif, berkontribusi positif bagi kemanusiaan, dan membimbing manusia mewujudkan kebahagiaan dunia dan akhirat.[]