“Saya pernah menjadi relawan saat Tsunami Aceh 2004 lalu,” kata pria yang kami jumpai di kantor Rumah Zakat Aceh membuka cerita profilnya.
Adalah Riyadhi atau pria yang akrab disapa Kang Yadhi, kepala cabang rumah zakat di Aceh.
Berperawakan sederhana, mengenakan kaos putih dan celana kain berwarna hitam Kang Yadhi menyapa kami
dengan sangat ramah.
Dengan keramahan dan gayanya yang sederhana, sepintas kami
mengira dia adalah custumer rumah zakat, namun ternyata ia adalah kepala dari
kantor yang kami datangi.
Suasana sejuk didalam kantor Rumah Zakat mengantar perbincangan
kami dengan Kang Yadhi. Pria kelahiran Palembang tersebut mengawali karirnya
dari seorang relawan Rumah Zakat yang berpusat di Bandung.
Saat itu ia
masih seorang mahasiswa dari jurusan sastra Arab di Uni Emirat Institut tepat
nya pada tahun 2003. Memulai aktivitas relawan dengan ikut turun dalam
aksi-aksi bencana sebagai tugas pertama dari karirnya hingga lulus kuliah pada tahun
2005.
“Ini bukanlah kali pertama nya saya ke Aceh, semasa menjadi relawan
saya pernah datang ke Aceh pada Januari 2005. Beberapa hari pasca bencana
Tsunami pada tanggal 26 Desember 2004 silam, menjadi tim evakuasi selama dua
minggu,” cerita Kang Yadhi mengenang kondisi bagaimana ia memulai karirnya.
Pada 2006 ia di
tawari oleh salah satu direksi untuk bergabung menjadi karyawan tetap di Rumah
Zakat, dengan keadaan bimbang antara ingin melanjutkan kuliah atau berkerja. Namun,
akhirnya ia memutuskan untuk berkerja di Rumah Zakat.
Pada 2007 ia kemudian dimutasi ke Aceh, Melanjutkan karir di Aceh
di bidang penangung jawaban program yang menangani empat program yaitu
pendidikan, kesehatan, ekonomi dan lingkungan.
Menetap di Aceh
bukanlah hal mudah bagi Kang Yadhi, karena perbedaan budaya dan juga makanan, membuat
ia sulit beradaptasi.
“Pada awal nya sempat ingin meminta pulang ke kampung halaman
tetapi atasan saya terus mendorong semangat saya untuk tetap bertahan hingga
akhir nya saya menjadi betah dan bahkan memperistrikan orang Aceh,” ceritanya
sembari memberikan sedikit tawa.
Menurut Kang Yadhi, semua orang memiliki masalah, namun tidak semua
orang bisa menyelesaikan masalah itu. “Semua orang memiliki masalah tersendiri,
hidup itu penuh tantangan, melewati ujian untuk menjadi lebih baik karena
seorang pelaut itu tidak di ciptakan dari ombak yang tenang,” dengan tenang ia
mengungkap kan kata itu dengan kedua mata yang menerawang untuk menyimpulkan
kesulitan yang ia alami.
Karena kesabaran
dan ketangguhannya, tahun 2012 menjadi puncak karir Kang Yadhi, ia diangkat
menjadi kepala cabang Rumah Zakat di Aceh, mengantikan kepala cabang
sebelumnya. Ini adalah suatu kesempatan karna ia menegawali pekerjaan ini dari
tingkatan yang terendah yaitu sebagaia relawan kemudian karyawan hingga menjadi
kepala cabang. Mengalami dari tingkat yang paling bawah hingga saat ini menjadi
pembelajaran dengan memahami basic regulasi dan grand value Rumah Zakat
itu sendiri, hingga sekarang ia terus melakukan inovasi- inovasi dari
kepemimpinan sebelumnya.
Suasana kesibukan
di Rumah Zakat yang terlihat dan tak dapat di elakkan karena beberapa kali kang
yadhi bangun dari tempat duduk nya untuk menerima paket dari kurir, dan karywan
lain nya yang keluar masuk rumah rumah zakat.
Lembaga rumah
zakat itu sendiri sudah menjadi lembaga filantropi yang dapat mengelola
berbagai sumbagan, zakat, wakaf, dana CSR dari perusahaan- perusahaan, dan
aksi- aksi kemanusian. Disamping itu, di Aceh juga terdapat Baitul Mal yang
mengelola zakat, persepsi- persepsi negatif dari masyarakat terhadap rumah
zakat yang timbul karena di Aceh sudah ada baitul mal sehingga untuk apa lagi
ada rumah zakat ?. Menjawab pertanyaan itu Kang Yadhi melakukan cara agar Rumah
Zakat bisa terus bertahan dan juga terus mendapatkan kepercayaan masyarakat
dengan membangun silaturrahmi dan kerjasama dengan lembaga Baitul Mal.
“Bailtul Mal bukan kopetitor
dan ini bukan sebuah kompetisi untuk menjadi yang terbaik tetapi Baitul Mal dan
Rumah Zakat harus saling berkerja sama menjadi kontributor untuk membantu
masyarakat- masyarakat yang perlu bantuan,” tutupnya.[]
Reporter : Cut Eva Maghfirah, Nur Faqirah