Mohammad Haikal |
SEBERAPA sering Kamu mendengar kata akad?
Mungkin, kamu kerap menemuinya saat ada saudara, teman, atau tetangga yang akan melakukan hajatan pernikahan. Benar, kan?
Sebenarnya kata ‘akad’ tidak hanya muncul dalam pernikahan. Dalam bisnis pun ada.
Akad sangat penting sebagai dasar sebuah kerjasama, pun begitu halnya dalam perbankan Islam dimana akad berperan sangat krusial.
Sebuah transaksi dikatakan sah bila dilandasi akad yang memenuhi prinsip - prinsip syariah. Kalau tidak, transaksi tersebut batil dan dengan sendirinya menjadi batal.
Pada tulisan kali ini, Kamu akan mendapatkan materi mengenai apa yang dimaksud dengan akad (contract) dan berbagai jenis akad yang digunakan dalam transaksi keuangan. Setiap akad memiliki tujuan dan ciri tersendiri yang berbeda satu sama lain.
Kamu sudah siap? Ayo kita mulai.
Secara bahasa akad berarti simpul atau ikat: “mengikat”.
Secara istilah, akad bermakna keterkaitan antara ijab (pernyataan perpindahan kepemilikan) dan qabul (pernyataan penerimaan kepemilikan) dalam lingkup yang disyariatkan dan berpengaruh pada sesuatu.
Atau, dengan kata lain akad bisa disebut dengan perjanjian/kontrak antara dua pihak, sebagai akibatnya, akad akan menyebabkan kedua pihak terikat dan memiliki kewajiban sesama mereka atas barang yang disepakati.
Suatu kontrak dikatakan sah bila memenuhi 3 aspek yaitu:
Pernyataan Ijab Qabul (Form of the contract / Sighah al-Aqad)
Para pihak yang berakad (Contracting parties / al-Aqidan)
Objek akad (Subject matter / Mahal al-Aqad)
Setelah semua element ini terpenuhi maka transaksi ini sudah sejalan dengan prinsip Islam. Atau dengan kata lain, sudah sah.
Selanjutnya, bila ditilik dari tujuannya, akad dibagi menjadi dua jenis : tijari dan tabarru’.
Tijari berkaitan dengan akad untuk melakukan bisnis (memcari untung).
Tabarru’ adalah akad yang semata-mata bertujuan untuk menolong.
Kedua jenis akad ini, dalam praktiknya, bisa Kamu temukan dalam transaksi keuangan bank syariah.
Kita bahas dulu akad tijari. Akad tijari dapat dibedakan berdasarkan “hasil” atau keuntungan. Ada yang pasti dan ada yang tidak pasti hasilnya. Yang termasuk akad tijari berasaskan keuntungan tidak pasti atau sering disebut dengan bagi hasil qdikenal dengan Mudharabah dan Musyarakah.
Untuk lebih jelas, bagi hasil bermakna bank mengadakan kerjasama dengan nasabah dalam suatu proyek, jika proyek tersebut menghasilkan laba, maka laba tersebut dibagi kepada masing-masing pihak sesuai kesepakatan di awal perjanjian, sebagai contoh, sebesar 60:40 atau 50:50.
Namun, bila proyek tersebut rugi, maka tidak ada laba yang bisa dibagikan, malah yang terjadi, bank turut menanggung kerugian sesuai proporsi modal yang disertakan. Menarik, kan?
Selain akad berdasarkan tijari, terdapat juga akad berlandaskan kepastian hasil yang dikenal dengan akad jual beli dan akad sewa.
Yang termasuk akad jual beli adalah : Murabahah, Salam, dan Isthisna.
Akad sewa yang sering ditemui dalam transaksi perbankan adalah Ijarah, Ijara Muntahiyah bit Tamlik, dan Ujr.
Sejauh ini Kamu sudah mendapatkan beberapa istilah penting untuk memahami konsep transaksi dalam perbankan syariah. Minggu depan kita akan ngobrol hal yang lebih menarik lagi. Semoga bermanfaat!
[Mohammad Haikal, Kadidat Magister di INCEIF, Kuala Lumpur, Malaysia]