Ilustrasi Foto; Dok.Okezone |
WASATHA.COM - Islam
mengajarkan agar suatu kaum mengurus jenazah anggotanya yang wafat. Jenazah
Muslim hukumnya fardhu kifayah untuk dimandikan, dikafani, disha- latkan,
hingga dikuburkan.
QS Abasa:21 menunjukkan bahwa manusia harus dikuburkan saat
meninggal dunia. Kemudian, Dia mematikannya dan mema- sukkannya ke dalam kubur.
Rasulullah SAW pun melalui hadis yang diriwayatkan oleh Abu Dawud menjelaskan
bahwa umat Islam harus segera mengurus jenazahnya. Tidak pantas di antara mayat
seorang Muslim untuk ditahan di antara keluarganya.
Dalam keadaan normal, mayat wajib dimandikan, dikafani, dishalatkan, dan
dikuburkan. Prosedur ini dilakukan menurut tata cara yang sudah ditentukan
dalam syariat Islam. Dalam keada an darurat, di mana penguru- san (penanganan)
jenazah tidak mungkin memenuhi ketentuan syariat di atas maka pengurusan
jenazah dilakukan dengan cara darurat.
Ada kondisi di mana Nabi SAW pernah
memerintahkan untuk mengubur para syuhada'Uhud dalam bercak-bercak darah.
Mereka tidak dimandikan dan tidak dishalatkan (HR Al Bukhari). Hukum ini khusus
bagi syahid ma'rakah (orang yang ter- bunuh di medan perang).
Adapun orang yang
mati terbunuh karena membela hartanya atau kehor- matannya, merujuk pada Asy
Syarhul Mumti (5/364), mereka tetap dimandikan, meskipun mereka juga syahid.
Demikian orang yang mati karena wabah tha'un atau karena penyakit perut, mati
tenggelam, atau terbakar. Meskipun mereka syahid, mereka tetap dimandikan.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) pernah
mengeluarkan fatwa tentang pengurusan jenazah dalam keadaan darurat. Fatwa
tersebut lahir pada 31 Desember 2004. Tidak lama setelah bencana tsunami di
Aceh terjadi pada 26 Desember 2004 silam. Ketika itu, tak kurang dari seratus
ribu korban jiwa tewas. Saksi mata bahkan melihat setiap jarak 100 meter ada 70
mayat di Banda Aceh.
Untuk kondisi darurat terse- but, MUI
pun berfatwa bahwa jenazah boleh tidak dimandikan saat hendak dikubur. Tapi,
apabila memungkinkan, sebaiknya diguyur sebelum penguburan. Pakaian yang
melekat pada mayat atau kantong mayat dapat menjadi kafan bagi jenazah. Meski
kafan darurat itu terkena najis.
Tak hanya itu, menurut MUI, mayat
boleh dishalatkan sesudah dikuburkan meski dari jarak jauh (shalat ghaib).
Boleh juga tidak dishalati menurut qaul mu'tamad (pendapat yang kuat).
Jenazah
pun wajib segera dikuburkan. Pemakaman tersebut bisa dilakukan secara massal
dalam jumlah yang tidak terbatas. Meski terdiri atas satu atau beberapa liang
kubur. Tak hanya itu, dalam kondisi seperti tsunami Aceh, mayat tidak harus
dihadapkan ke arah kiblat.
Penguburan massal juga boleh
dilakukan tanpa memisahkan jenazah laki-laki dan perempuan. Pun, antara Muslim
dan non- Muslim. Jenazah boleh langsung dikuburkan di tempat jenazah ditemukan.
Mantan ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Hasanuddin AF menam
bahkan, penanganan jenazah korban bencana dalam hukum Islam terbagi atas
kondisi.
Pertama, saat jasad korban di temukan
utuh. Kiai Hasanuddin mengungkapkan, umat Islam setempat masih wajib untuk
meman dikan, mengafani, hingga melaksanakan shalat jenazah untuk jasad
tersebut, seperti layaknya pemula saraan jenazah normal.
Kedua, untuk jasad korban yang tidak
ditemukan utuh maka tak perlu dimandikan. Dia men- jelaskan, jenazah boleh langsung dikafani hingga dishalatkan, dan dimakamkan secara Islami di tempat yang
sesuai kehendak sanak familinya.
Untuk jasad kategori ketiga ketika
korban sudah tidak mungkin ditemukan. Sebelum memu- tuskan tidak ditemukan, dia
menjelaskan, keluarga jenazah harus memastikan proses pencarian kor ban sudah
diputuskan berakhir oleh pihak yang berwenang, misalnya, Badan Nasional Penang
gu langan Bencana (BNPB).
Kemudian, dari data BNPB atau pejabat daerah
setempat, dapat diperoleh kepastian nama-nama orang hilang itu serta agama
mereka ialah Islam. Kemudian, handai tolan bisa melaksanakan shalat ghaib buat
mereka.
Persatuan Islam (Persis) pun pernah
berfatwa mengenai penanganan jenazah dalam kondisi darurat. Menurut Persis,
mem- bakar mayat korban bencana hukumnya haram kecuali bila tidak ada jalan
lain.
Artinya, pembakaran mayat dilakukan dalam kondisi luar biasa. Misalnya,
bila dibiarkan mayat-mayat itu bisa menyebarkan penyakit menular bagi manusia.
Wallahualam.