MENJADIKAN
Rasulullah SAW sebagai qudwah hasanah (teladan yang baik) adalah sebuah
keniscayaan bagi umat Islam, dan Ahlusunnah wal Jamaah merupakan manifestasi
dari perintah mengikuti dan menjadikan Rasulullah sebagai qudwah hasanah.
Demikian antara lain disampaikan
Tgk H Muhammad Yusuf A. Wahab, Pimpinan Dayah Babussalam Al-Aziziyah Jeunieb,
Bireuen, saat mengisi pengajian rutin Kaukus Wartawan Peduli Syariat Islam
(KWPSI) di Rumoh Aceh Kupi Luwak, Jeulingke, Rabu (29/11/2017) malam.
Pada pengajian yang dimoderatori
Badaruddin dari Dinas Pendidikan Dayah Aceh itu, Tu Sop turut didampingi Prof Dr Syamsul Rijal M.Ag (Wakil Rektor III UIN
Ar-Raniry). Turut hadir Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Aceh (KPIA), Muhammad
Hamzah.
"Ruang lingkup qudwah
hasanah Rasulullah SAW yang harus diikuti meliputi perkataan, perbuatan,
pemikiran dan segala hal dalam rangka menjadikan dunia ini sebagai mazra’atul
lil akhirah, atau ladang untuk mempersiapkan bekal hari akhirat," ujar
ulama muda Aceh yang akrab disapa Tu Sop ini.
Ia mengatakan, setelah kita
memahami pentingnya menjadikan
Rasulullah SAW sebagai qudwah hasanah, maka persoalan sekarang adalah bagaimana
kita mengikuti Rasulullah padahal masa hidup Rasulullah dengan kita saat ini
sudah begitu jauh? Disinilah pentingnya mempelajari manhaj Rasulullah secara
menyeluruh.
Tu Sop menjelaskan, terdapat
Hadits Rasulullah yang menjelaskan bahwa semua orang akan membenarkan diri.
Namun, Rasulullah mempertegas bahwa yang benar dan yang akan selamat dari
sekian banyak kelompok umat Islam adalah yang mengikuti Sunnahnya dan mengikuti
para sahabatnya.
Penjelasan Rasulullah ini, kata
Tu Sop yang baru saja menulis buku berjudul “Manhaj Ahlussunnah wal Jamaah
dalam mendakwah Awam” ini, adalah untuk menegaskan bahwa menjadi Islam mestilah
mengikuti Rasulullah, dan para sahabatnya, dengan itulah jalan yang selamat,
dan itulah yang dilakukan oleh orang-orang Ahlusunnah wal Jamaah.
“Ahlusunnah wal Jamaah dalam
memahami Islam mereka mempergunakan secara seimbang antara akal dan naql (teks
suci). Selain itu, Ahlusunnah wal Jamaah ini juga sangat menjaga
profesionalitas dan proporsionalitas. Maka kita diingatkan, bahwa apabila
sebuah urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah
kehancurannya,“ ungkap Tu Sop.
Dalam konteks mewujudkan pikiran
seperti ini, katanya, diperlukan metode berpikir yang sudah disusun oleh para
ulama metode-metode yang sesuai dengan Alquran dan Hadits agar kita tidak sesat
dan salah. Hal tersebut sangat menjadi perhatian ulama-ulama Ahlusunnah wal
Jamaah.
Karenanya, menurut Tu Sop, itulah
maksud qudwah hasanah dalam cara berpikir, cara mencari kebenaran dan
sebagainya. Seperti itulah manhaj Rasulullah SAW dan itulah sabilul mukminin
(jalan orang-orang beriman).
Dalam pengajian KWPSI ini,
sejumlah jamaah juga menanyakan perihal tasawuf dalam kehidupan seorang muslim,
bagaimana tasawuf yang sesuai dengan manhaj Ahlusunnah wal Jamaah.
Menanggapi pertanyaan ini, Tu Sop
yang juga Ketua I Himpunan Ulama Dayah Aceh (HUDA) ini, menjelaskan, pada
intinya, orang tasawuf itu tidak pernah melihat dirinya lebih baik dari orang
lain.
“Selama masih melihat dirinya
lebih baik dari orang lain, maka itulah yang dinamakan sombong yang diharamkan
dalam Islam. Tasawuf itu bukan untuk melihat orang lain tidak baik, akan tetapi
untuk melihat dan fokus pada aib-aibnya sendiri, “ terangnya.
Tu Sop juga menekankan pentingnya
mencegah orang awam dari kebingungan dalam menyaksikan realitas keberagaman
dalam Islam. Disitulah letak pentingnya peran pemerintah untuk mewujudkan
keseragaman, sehingga masyarakat awam terhindar dari kebingungan.